Pandemi telah berdampak nyata pada pola makan pelanggan di berbagai negara, kelompok usia, dan tingkat pendapatan. Berdasarkan hasil survei online terhadap sekitar 8.000 pelanggan di Amerika Serikat, Inggris Raya, Prancis, dan Jerman yang dilakukan setelah pembatasan pandemi dilonggarkan, McKinsey menemukan sebuah kebiasaan baru, yakni, conscious eating (makan secara sadar) yang berkaitan dengan memakan  makanan yang sehat dan berkelanjutan.
Survei tersebut melaporkan, lima puluh persen responden memprioritaskan makan sehat; 33 persen memprioritaskan keberlanjutan. Makan sehat berarti, pertama dan terutama, mengonsumsi lebih banyak produk segar dan lebih sedikit makanan olahan dan gula. Dan, pandemi mendorong lebih dari separuh responden berusia 18 tahun ke atas untuk membuat perubahan besar dalam kebiasaan makan mereka.
Pelanggan yang sadar melaporkan makan makanan yang lebih segar dan lebih sehat, terutama produk segar (40 persen) dan makanan tanpa bahan buatan (33 persen). Agar memiliki kontrol lebih besar atas apa yang mereka makan, banyak yang memasak lebih banyak makanan di rumah daripada membeli di luar (40 persen). Selain itu, Flexitarianisme menjadi diet paling populer.
Flexitarianisme telah mendapatkan popularitas karena mereka yang sadar bercita-cita untuk makan sedikit atau tanpa daging. Flexitarianisme berpusat pada makan makanan nabati, dengan hanya sesekali mengonsumsi daging, sering juga disebut vegetarianisme kasual.
Menurut Survei Protein Global McKinsey, sebagian besar flexitarian (73 hingga 93 persen) berencana untuk lebih mengurangi konsumsi daging mereka. Hanya 27 hingga 31 persen dari pemakan daging yang sering berbagi aspirasi itu.
Flexitarian yang sadar bersedia mencoba alternatif nabati. Sekitar 25 persen responden survei makan lebih banyak produk nabati selama pandemi. Sekitar 33 persen menyebut diri mereka konsumen produk nabati, terutama susu dan daging nabati. Selain itu, 15 persen lainnya berharap untuk mulai mengkonsumsi produk nabati di tahun depan, dan sangat sedikit yang berencana untuk meninggalkan "hal yang nyata" sama sekali.
Sebagian besar responden survei, terutama di Amerika Serikat, berpendapat bahwa mengonsumsi produk nabati lebih bermanfaat bagi kesehatan mereka sendiri daripada kesehatan lingkungan. Namun berbeda dengan di Jerman, keinginan untuk mencoba sesuatu yang baru hampir terkait dengan kesejahteraan hewan dan menunjukkan momentum yang kuat dalam konsumsi alternatif nabati.
Namun demikian, sekitar 50 persen dari responden masih menyukai rasa produk protein hewani daripada alternatif nabati. Kategori nabati yang lebih enak (misalnya, susu dan daging nabati) akan tumbuh lebih cepat daripada kategori teknologi rasa matang (misalnya, keju nabati).
Banyak cara untuk berjuang menemukan cara menuju kebiasaan makan yang lebih sehat dan berkelanjutan. Survei mengidentifikasi empat hambatan untuk perluasan pola makan secara sadar (conscious eating ) yang dapat diatasi oleh pengecer dan perusahaan makanan, yaitu sebagai berikut:
1. Ketidakpastian tentang cara makan yang sehat dan berkelanjutan
Hampir 50 persen responden mengaku mengalami kesulitan memahami apa yang harus mereka lakukan dalam hal pilihan kesehatan dan keberlanjutan. Anak muda adalah pendukung terbesar makan sehat dan berkelanjutan, tetapi mereka juga kelompok terbesar yang mengakui tidak memahami cara terbaik untuk melakukannya. Misalnya, 50 persen milenial Inggris menyadari pentingnya menjadi lebih sehat, tetapi banyak juga yang melaporkan kesulitan memahami apa yang harus dilakukan; angka itu melonjak menjadi 57 persen untuk konsumen Gen Z. Demikian pula, 54 persen konsumen Gen Z di Prancis termotivasi untuk membatasi dampaknya terhadap perubahan iklim, tetapi 59 persen mengalami kesulitan memahami bagaimana melakukannya.