Mohon tunggu...
Merza Gamal
Merza Gamal Mohon Tunggu... Konsultan - Pensiunan Gaul Banyak Acara

Penulis Buku: - "Spiritual Great Leader" - "Merancang Change Management and Cultural Transformation" - "Penguatan Share Value and Corporate Culture" - "Corporate Culture - Master Key of Competitive Advantage" - "Aktivitas Ekonomi Syariah" - "Model Dinamika Sosial Ekonomi Islam" Menulis untuk berbagi pengetahuan dan pengalaman agar menjadi manfaat bagi orang banyak dan negeri tercinta Indonesia.

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Gonjang-ganjing Bisnis Paylater dan Penurunan Nilai Saham Lembaga Fintech

5 September 2022   09:50 Diperbarui: 6 September 2022   05:16 1462
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi pnjaman online (sumber: Shutterstock via kompas.com)

Salah satu risiko nyata dengan program paylater adalah bahwa pembayaran yang tampaknya terjangkau itu mungkin menggoda konsumen untuk berbelanja secara royal. 

Dalam survei tahun lalu oleh Cardify.ai, hampir setengah dari penikmat paylater mengatakan mereka meningkatkan pengeluaran mereka antara 10 persen hingga lebih dari 40 persen ketika mereka menggunakan paket ini dibandingkan dengan menggunakan kartu kredit.

Sebuah studi tahun lalu oleh Cornerstone Advisors, sebuah perusahaan konsultan perbankan di Scottsdale, Arizona, menemukan bahwa selama dua tahun terakhir, 43 persen dari mereka yang menggunakan layanan paylater terlambat membayar. 

Alasan mereka terlambat membayar, dua pertiga mengatakan adalah karena mereka kehilangan jejak pembayaran, bukan karena mereka tidak punya uang.

Kondisi banyaknya konsumen paylater yang terlambat membayar angsurannya, tentu saja menimbulkan kesulitan cashflow bagi para lembaga fintech yang memberikan paket paylater. 

Misalnya yang dialami Affirm, dimana dalam tiga bulan yang berakhir pada bulan Juni 2022, lebih banyak individu yang berjuang untuk melakukan pembayaran mereka daripada yang diproyeksikan dalam bisnis Affirm. 

Hal tersebut menunjukkan bahwa ada beberapa tanda awal tekanan dalam perekonomian. Sementara itu individu dengan nilai kredit yang lebih rendah, atau yang mulai membangun usahanya, adalah yang paling berisiko bagi Lembaga Fintech.

Bagi bisnis Affirm, kondisi di atas berarti bahwa perusahaan harus menyesuaikan model risiko bisnisnya dan menyempurnakan optimalisasi pembayaran yang diperlukan atau jangka waktu pinjaman. Sementara bagi ekonomi secara luas, kondisi tersebut adalah sinyal awal tekanan di pasar saham, dan bisa menjadi sesuatu yang harus dipantau dengan cermat.

MERZA GAMAL 

  • Pengkaji Sosial Ekonomi Islami
  • Author of Change Management & Cultural Transformation
  • Former AVP Corporate Culture at Biggest Bank Syariah

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun