Mohon tunggu...
Merza Gamal
Merza Gamal Mohon Tunggu... Konsultan - Pensiunan Gaul Banyak Acara
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Berpengalaman di dunia perbankan sejak tahun 1990. Mendalami change management dan cultural transformation. Menjadi konsultan di beberapa perusahaan. Siap membantu dan mendampingi penyusunan Rancang Bangun Master Program Transformasi Corporate Culture dan mendampingi pelaksanaan internalisasi shared values dan implementasi culture.

Selanjutnya

Tutup

Segar Artikel Utama

Mungkinkah Hantaran Hampers Bebas Kepentingan?

24 April 2022   08:14 Diperbarui: 27 April 2022   20:01 1995
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hamper Lebaran dari Kukie Doses, berisi kue-kue kering spesial(Dok. Instagram @kukiedoses.id via kompas.com)

Ramadhan sudah di fase 10 hari terakhir, artinya beberapa hari lagi Hari Raya Idul Fitri pun menjelang. Sudah menjadi budaya masyarakat Indonesia untuk saling berbagi hantaran dengan sanak saudara, kerabat, dan handai taulan. 

Jika dulu cukup dengan hantaran berupa masakan dari dapur sendiri atau pun buah dan sayur dari kebun sendiri, kemudian bertansformasi menjadi hampers saat ini, di mana sebelumnya dikenal juga dengan parcel.

Dahulu, ketika saya masih kecil di era 70'an, almarhumah ibu saya akan menyampaikan hantaran kepada tetangga-tetangga kami di Pecinaan Pekanbaru saat Idul Fitri yang memiliki beragam kepercayaan, yakni Islam, Budha dan KongHucu. 

Tetangga-tetangga pun mengantarkan aneka minuman dan makan kaleng ke rumah (terutama yang Non Muslim). Demikian pula pada saat Sincia datang, Ibu akan masak pudding caramel untuk dibagikan kepada para tetangga, dan tetangga pun akan menghantarkan kue bulan dan sup hisit ke rumah. Semua dilakukan tanpa pamrih, tapi semata-mata oleh rasa kekeluargaan dan persaudaraan.

Kemudian ketika saya dewasa, saya pun bekerja di sebuah perbankan nasional pada tahun 1990. Di sanalah saya mulai mengenal hantaran dalam bentuk "parcel". 

Setelah saya diterima melalui jalur management trainee, dan mengikuti Pendidikan selama satu tahun,  saya pun ditempatkan menjadi Account Officer pada sebuah Unit Bisnis Bank. Mungkin karena posisi saya yang banyak "berhubungan" dengan pemberian kredit, maka saya pun dihantarkan parcel oleh para nasabah.

Kemudian tahun demi tahun jabatan saya meningkat hingga menjadi Senior Account Manager, maka semakin banyak parcel yang saya terima menjelang hari raya. Saya pun mengurusi pembiayaaan untuk vendor-vendor pengadaan di Lembaga ABRI. 

Oleh karena sebagian pengadaan itu dilakukan oleh Pusat-Pusat Koperasi keempat Angkatan, maka pembiayaannya pun disalurkan kepada mereka. Dengan demikian yang menghantarkan parcel adalah petugas-petugas dari Koperasi Angkatan tersebut dengan baju seragam dinas ketentaraannya. 

Dan hal ini membuat tetangga saya terkagum-kagum. Kata mereka, "biasanya kita yang kasih parcel ke mereka, tapi untuk Pak Merza, malahan mereka yang hantarkan parcel".

Image: Mungkinkah hantaran hampers bebas kepentingan (by Merza Gamal)
Image: Mungkinkah hantaran hampers bebas kepentingan (by Merza Gamal)

Lalu pada tahun 1999, saya pun mengundurkan diri dengan maksud mau sekolah ke Luar Negeri (tapi, karena krismon, saya batal berangkat). Saya terhitung tidak aktif lagi pas di pertengahan Ramadhan menjelang Idul Fitri. Apa yang terjadi? 

Nasabah yang biasa mengirimkan parcel untuk saya pada tahun-tahun sebelumnya tidak lagi mengirimkan parcel kepada saya. Kalau pun ada beberapa, itu karena mereka terlambat mendapatkan informasi bahwa saya sudah tidak menjabat lagi pada Idul Fitri tahun itu.

Setahun kemudian, saya kembali bekerja di Bank. Saya menjadi Manager Operasional & Manajemen Risiko. Dan, setelah itu saya kembali menerima parcel dari para vendor yang bekerja sama atau pun ingin bekerjasama untuk memasok kebutuhan kantor saya. 

Namun, 2 tahun kemudian ada ketentuan dari Bank kami, yang melarang risywah. Parcel pun dikategorikan sebagai risywah, sehingga para pejabat dan pegawai bank tidak boleh menerima parcel dalam bentuk apa pun. Dan ketentuan ini pun kemudian berlaku pada seluruh Bank yang sahamnya dimiliki oleh pemerintah dan atau BUMN.

Lalu pada 2015, saya pun menjadi Direktur untuk sebuah rumah sakit yang sedang dibangun saat itu. Kembali saya menerima banyak parcel dan dari berbagai pihak yang bekerjasama atau pun ingin melakukan kerjasama. 

Ketika bangunan rumah sakit dan peralatannya siap, maka masa operasional pun menjelang. Saat itu para distributor obat pun menghantarkan berbagai "hampers" untuk saya.

Kemudian, setelah beberapa tahun, rumah sakit pun sudah operasional dan berjalan dengan baik, saya pun tidak lagi terlibat di rumah sakit tersebut. Dan, tentu tidak ada lagi parcel atau pun hampers dari para vendeor dan distributor rumaha sakit mampir ke tempat saya.

Dari pengalaman-pengalaman tersebut, dapat saya rasakan bahwa hantaran hampers tersebut sarat dengan kepentingan. Kita bukan mendapatkan parcel atau pun hampers karena keikhlasan dan cuma-cuma sebagai tanda ikatan kekeluargaan atau persaudaraan. 

Sangat berbeda dengan hantaran yang kita bagi kepada tetangga-tetangga kita yang kita masak dari dapur kita sendiri. 

Di sini kita tidak melihat berapa harga hantaran yang diberikan, tetapi berapa besar rasa persaudaraan yang tumbuh karena saling mencicipi hantaran yang disampaikan oleh tetangga dan handai taulan kita.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Segar Selengkapnya
Lihat Segar Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun