Sawahlunto merupakan kota modern di zaman penjajahan kolonial Belanda. Sawahlunto merupakan penghasil utama batubara pada masa penjajahan kolonial Belanda hingga era tahun 90-an. Penambangan batubara di Sawahlunto pada masa dahulu masih sangat mengandalkan tenaga manusia.
Dengan demikian, Sawahlunto punya destinasi wisata yang berbeda dengan yang lain di Sumatera Barat. Salah satu obyek wisata yang menarik adalah bertualang menuju masa lalu saat masuk ke dalam Lubang Tambang Mbah Soero.
Tambang batubara di daerah ini terdapat di bawah pemukaan tanah sehingga harus dibuat lubang yang tembus ke bawah tanah untuk mendapatkan batubara. Salah satu lubang yang dikenal hingga saat ini adalah Lubang Mbah Soero.
Lubang Tambang Mbah Soero dulunya dinamakan Lubang Soegar. Lubang ini merupakan lubang pertama di kawasan Soegar yang dibuka oleh Kolonial Belanda pada tahun 1898. Pada lubang ini terdapat kandungan batubara yang paling bagus (kalori 7000) dibandingkan dengan daerah-daerah lain, seperti Sungai Durian, Sigalut, Parambahan, dan Tanah Hitam. Hal tersebut disebabkan karena kawasan Soegar terletak di lapisan patahan paling bawah dari permukaan Bumi.
Untuk membuka lubang ini Belanda mendatangkan buruh paksa dari berbagai penjara di Nusantara seperti Medan, Jawa, Sulawesi, dan Padang. Mereka dibawa dengan kapal melalui Emma Haven (Pelabuhan Teluk Bayur), dan selanjutnya menggunakan transportasi kereta api dari pelabuhan menuju Sawahlunto.
Sesampainya buruh-buruh ini di Sawahlunto, mereka dikirim ke penjara orang rantai yang khusus dibuat oleh Belanda untuk para buruh paksa (orang rantai). Mereka bekerja membuka lubang tambang Soegar dengan kaki yang dirantai, makanan seadanya, dan upah kecil. Namun tenaga mereka dikuras untuk menyelesaikan konstruksi lubang tambang
Setelah lubang tambang selesai dibuka dengan 2 buah lubang angin (ventilasi udara) maka Belanda mulai melakukan eksploitasi batubara atau 'emas hitam' yang sangat berkualitas itu. Jumlah produksi batubara yang dihasilkan oleh orang rantai pada tahun 1892 sebanyak 48.000 ton. Kemudian dengan adanya lubang Soegar ini produksi batubara meningkat menjadi 196.207 ton pada tahun 1900. Hal ini membuktikan keberadaan lubang Soegar sangat berpengaruh pada produksi batubara.
Meningkatkanya produksi batubara juga mendatangkan penderitaan bagi buruh paksa. Nasib mereka sangat menyedihkan, rata-rata tiga kali setahun buruh paksa atau orang rantai mendapat hukuman cambuk. Selain perkelahian diantara sesama buruh untuk memperebutkan barang-barang langka seperti rokok dan uang yang menimbulkan tidak sedikit korban jiwa. Kejadian ini dibiarkan oleh mandor tambang dengan syarat jumlah produksi tidak kurang dari 6 ton per shift setiap kelompok.
Pada awal abad ke-20 orang Belanda mendatangkan mandor dari Jawa. Salah satunya Mbah Soerono yang lebih akrab dipanggil Mbah Soero. Mbah Soero diangkat menjadi mandor oleh Kolonial Belanda karena ilmu kebatinan yang dimilikinya. Ia ditugaskan untuk mengawasi penambangan di Lubang Soegar ini.
Dalam kesehariannya, Mbah Soero dikenal sangat rajin bekerja, berperilaku baik dan taat beribadah.Selanjutnya lubang ini ditutup pada tahun 1920-an karena adanya perembesan air dari Batang Lunto dan kadar gas metana yang terus meningkat. Kemudian pada tahun 2007, bekas tambang kembali dibenahi, salah satunya Lubang Soegar.
Untuk penghargaan kepada mandor Mbah Soerono yang dipanggil sebagai pahlawan pekerja di masa buruh paksa (orang rantai), maka Lubang Soegar ini lebih popular di tengah masyarakat Sawahlunto dengan sebutan Lobang Tambang Mbah Soero.
Jika wisatawan berkunjung ke Sawalunto, jangan lupa untuk mampir ke Lubang Mbah Soero ini. Untuk bisa masuk ke dalam Lobang ini, wisatwan dipungut biaya tiket. Sebelum masuk Lubang Tambang, wisatawan harus menggunakan peralatan pengaman yang disediakan seperti helm dan sepatu boots.
Lubang Tambang Mbah Soero mempunyai lebar dan tinggi sekitar 2 m dan memiliki kedalaman 15 m dari permukaan tanah, dan baru bisa dimasuki sejauh kurang dari 200 meter, dari bekas lubang galian tambang yang diperkirakan memiliki panjang keseluruhan sekitar 1 km. Masuk Lubang Tambang ini tidak boleh sendirian, tapi harus didampingi pemandu.
Menyusuri Lubang Tambang Mbah Soero, wisatawan akan merasakan sensasi seperti ikut membintangi film-film petualangan yang sering identik dengan lorong panjang yang penuh nuansa mistis di dalamnya.
Dan ingat, jangan lupa berdoa sebelum masuk ke dalamnya dan jangan iseng serta menghilang dari rombongan selama menyusuri Lubang Tambang Mbah Soero jika ingin selamat kembali dari lubang tersebut.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H