Pada tanggal 13-18 Desember 2019 di Pekanbaru-Riau, Indonesia telah diselenggarakan sebuah event internasional yang cukup unik dan spektakuler.Â
Event itu bertajuk Festival Teater Islam Dunia I dan dilaksanakan di Komplek At Tabrani Islamic Center dan menggunakan panggung utama di Susiana Tabrani Convention Hall (sebuah Convention Hall bertaraf Internasional bernuansa Islami yang mampu menampung 2000 orang).
Festival ini merupakan inisiatif dari Pertubuhan Teater Islam Dunia (PTID) yang berpusat di Malaysia. Event ini merupakan buah pikiran dari 3 tokoh teater dunia Malaysia yang sudah malang melintang di dunia panggung film dan teater.Â
Ketiganya adalah  Dinsman (Che Shamsudin Osman) seorang penulis masalah sastra dan politik, serta Tokoh Teater Eksperimental Malaysia; Yassin Salleh seorang sutradara dan aktor kawakan Malaysia, yang dikenal karena Dia ibuku (1981), Ali Setan II (1985) dan Portrait of Maria (1980); dan Prof Dr Zainal Abd Latiff (Peneliti Senior Drama dan Teater, Universitas Sains Malaysia (USM).
Tujuan penyelengaaraan Festival Teater Islam ini sangat mulia, yaitu mensyiarkan Islam agar lebih dikenal masyarakat  dan mendunia melalui panggung seni teater.
Teater dapat didefinisikan sebagai serangkaian kegiatan yang mencakup sejumlah bidang seni lainnya termasuk sastra, seni pertunjukan, seni musik, seni gerak, seni visual, seni vocal, seni busana, dan seni pencahayaan.
Fungsi awal teater adalah untuk beribadah, mendidik, dan menghibur. Teater dapat berfungsi untuk membimbing seseorang menuju pengalaman yang berkelanjutan, untuk menjangkau pengetahuan, untuk menghidupkan imajinasi, dengan kemungkinan menyentuh suasana hati, jiwa dan pikiran.Â
Pementasan teater dari berbagai bentuk adalah catatan pengalaman manusia yang dimaksudkan untuk dibagikan kepada penonton. Pengalaman yang disajikan bisa bersifat Islami atau sebaliknya.
Sementara itu, di dunia saat ini sedang berkembang sebuah trend, terutama, di kalangan generasi milenial, yaitu Halal Lifestyle. Apabila kita terjemahkan secara umum halal lifestyle berarti gaya hidup halal.Â
Dalam perspektif Islam kata halal disampaikan dengan thayyiban: "halalan thayyiban" berarti halal dan baik yang bermakna secara akidah (spiritual) gaya hidup yang sesuai dengan ajaran Islam dan berarti juga sesuatu yang baik. Contohnya gaya hidup yang halal dan baik adalah memakan makanan yang halal (halal food).Â
Makanan halal berarti juga baik (good food) dan sehat (healthy food). Tentu makanan halal dapat juga dikonsumsi oleh nonmuslim sehingga makanan halal (halal food) itu tidak eksklusif bagi umat Islam saja, tetapi menjadi inklusif bagi seluruh manusia rahmatan lil alamin.
Dalam laporan State of the Global Islamic Economy (2019/2020) yang dikeluarkan Dinar Standard, Thomson Reuters, dan Dubai The Capital of Islamic Economy, sektor utama (core sector) halal lifestyle (halal food, halal travel, clothing & fashion, pharmaceutical, cosmetics, media & recreation Islamic finance) bertumbuh cukup besar dan diperkirakan akan terus meningkat.Â
Faktor utama pertumbuhan tersebut adalah peningkatan jumlah penduduk Muslim di dunia yang mencapai 1.84 miliar orang di tahun 2017, dan diperkirakan akan terus meningkat hingga 27.5 persen dari total populasi dunia di tahun 2023.
Teater sebagai sarana pendidikan dan hiburan dapat dimasukkan ke dalam sektor utama media dan hiburan (media & recreation). Walau belum bisa dianggap sebagai basis utama, peran media dan hiburan halal dalam pertumbuhan ekonomi syariah dunia patut mendapat porsi perhatian yang lebih.Â
Sebab, sumbangsih perputaran uang di pasar kedua sektor ini terbilang cukup menjanjikan dengan kenaikan hingga 5,5 persen pada tiap tahunnya.Â
Sementara dilihat dari besaran angka, khusus di akhir tahun 2019 ini, pasar industri media dan hiburan halal dunia diprediksi mencapai 232 miliar dolar AS, melewati capaian pada tahun 2017 atau 2018 yang hanya memperoleh kurang-lebih USD 209 dan 220 miliar.Â
Demikian seperti yang diungkapkan studi Dinard Standard beserta Thomson Reuters dan Dubai The Capital of Islamic Economy beberapa waktu lalu.
Prospek teater untuk turut serta dalam Halal Lifestyle yang sedang berkembang di dunia saat ini bisa dilihat dari dua sisi, yaitu sebagai pemenuhan sarana hiburan islami dan sebagai sarana dakwah alternative.
Teater sebagai pemenuhan sarana hiburan islami harus memperhatikan konsep dan metode pementasan teater yang tidak bertentangan dengan aqidah dan syariah Islam meliputi tata cara teknis dan kreativitas estetika teaterikal pementasan.
Sebagaimana disampaikan sebelumnya, bahwa halal lifestyle menjadi trend utama di kelompok generasi milenial. Sementara itu untuk menarik perhatian kelompok ini, pementasan teater yang ditampilkan harus terasa unsur entertaining (menghibur),  dan tidak membosankan sebagaimana  platform online yang disukai kalangan generasi milenial.Â
Dengan demikian tidak akan ada kesan "menggurui". Dampak yang diharapkan jangan hanya pada ranah kacamata produser teater, namun juga juga pada "insight" (dampak pada kehidupan sehari-hari generasi Milenial).
Milenial berharap bahwa pertunjukan teater diawali dengan pemahaman bahwa mereka:Â
(1) Â Mudah bosan pada sesuatu;
(2) Setiap saat tidak bisa lepas dari gadget, no gadget = no life;
(3) Sudah terpapar berat oleh media sosial;
(4) Sehari-hari menggunakan Bahasa gaul/slank;
(5) Mengidolakan aktivis media sosial, misalnya Youtubers, Bloggers, Vloggers, hingga Selebgram;
(6) Berbeda perilaku antara kelompok satu dengan lainnya;
(7) Hobi melakukan pembayaran non tunai;
(8) Jago multitasking, work to live;
(9) Memilih punya banyak pengalaman dibanding asset; dan
(10) Suka dengan hal-hal yang serba cepat dan instan.
Dengan memahami kondisi mereka di atas, para produser teater harus  bisa menyajikan pertunjukan teater pada tingkat create awareness, generasi Milenial cenderung tidak menyukai pertunjukan yang membuat mereka berpikir terlalu berat dengan analisis yang dalam. Mereka lebih menyukai pertunjukan yang ringan dengan bahasa kreatif dan persuasif.Â
Di tingkat appeal, Milenial lebih menyukai informasi yang dapat membantu mereka menemukan jawaban atas masalah yang mereka hadapi bukan konten yang menyudutkan mereka dengan bahasa yang menggurui.Â
Jadi, alangkah baiknya jika pertunjukan teater islami untuk memenuhi trend halal lifestyle di kalangan milenial  lebih menonjolkan solusi-solusi daripada wacana-wacana.
Pertunjukan teater yang bersifat "menyentuh (emosional) akan lebih menarik bagi Milenial, apalagi jika terdapat kesamaan pengalaman dengan kehidupan mereka. Generasi Milenial merasa terpanggil terhadap sesuatu yang dekat dengan kehidupan mereka sehari-hari.Â
Mereka seperti mendapatkan dukungan dan jawaban dari sebuah pertunjukan teater jika berkaitan dengan masalah atau kegelisahan yang sedang mereka hadapi.
Selain dari sisi hiburan, teater juga bisa menjadi sarana dakwah dalam menghadapi trend halal lifestyle yang berkesesuaian  dengan penonton (mengikut pada sasaran khalayak).. Teater sebagai sarana dakwah harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
- Pementasan teater harus komprehensif memberi manfaat kepada penonton. Selain elemen keindahan yang diterapkan padanya, pementasan dapat memberikan rasa keaslian dan, yang lebih penting, meningkatkan iman seseorang setelah menonton teater Islam;
- Pementasan materi dapat berasal dari Quran, Al Hadits, dan kisah kehidupan sehari-hari, dan harus bisa diartikan untuk mencerminkan kebenaran Islam;
- Karya-karya teater diciptakan untuk menciptakan efek positif pada semangat berjuang dan bermanfaat bagi masyarakat, membentengi diri dari pengaruh sekulerisasi dan liberalisasi agama serta menghindai khalayak dari islam phobia;
- Karya teater diciptakan oleh produser untuk menghindari melakukan kejahatan, ketika karyanya didasarkan pada Islam. Pemikirannya adalah tentang yang baik dan yang tidak buruk. Jika ada yang salah dengan hal itu, itu hanya merupakan pelajaran dan pembelajaran;
- Islam lebih menekankan pada keyakinan seseorang dalam melakukan pekerjaan, sehingga dapat digunakan sebagai teori. Aqidah adalah alat dan metode untuk meringkas segala sesuatu yang ada dalam sebuah karya.
Namun sayangnya karena tiba-tiba pandemi Covid-19 datang tanpa diundang, rencana Festival Teater Islam Dunia II di Kuala Lumpur, Malaysia belum dapat terlaksana hingga hari ini. Semoga pandemi segera berlalu, dan Festival Teater Islam Dunia II bisa segera terlaksana.
MERZA GAMALÂ
- Pengkaji Sosial Ekonomi Islami
- Author of Change Management & Cultural Transformation
- Former AVP Corporate Culture at Biggest Bank Syariah
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H