Mohon tunggu...
Merva
Merva Mohon Tunggu... -

Lebih Baik Segenggam Beras Ditangan, Daripada Sekantung Gandum Diangan-angan

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Hipnotis Cinta

14 Oktober 2016   07:47 Diperbarui: 14 Oktober 2016   07:56 392
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Aku akan pergi darimu. Aku tak akan kembali. Dan aku tak ingin kembali. Aku tak mau jadi tuan putri kesepian. Ini nggak boleh, itu nggak boleh…

“nanti kamu diambil orang sayang”

slalu dan slalu itu yang dia khawatirkan. Uuu uuh… lebih baik aku jadi rajawali terbang tinggi tanpa perlu kembali.

Matahari hampir menyingsing ketika langkah ku berayun meningalkan dirinya yang diam terpaku. Aku tak tau hendak pergi kemana. Sisa keributan kami semalam benar benar membuat ku pergi melangkah tanpa arah.

Langkah kakiku terus berayun ke depan. Rasa getir itu semakin bertumpuk. Masa depanku semakin terpuruk. Benarkah..? oh tidak..!!

Kukatakan pada diriku sendiri, bahwa aku adalah perempuan hebat yang dianugrahi banyak talenta, tubuh yang sehat, jiwa yang kuat dan tentu saja akal yang tak kalah hebatnya dengan Naga Bonar

“Inang Inang, sudah kubilang jangan bertempur, kau bertempur juga. Matilah kau dimakan cacing” Naga Bonar seakan berbisik ditelingaku, dan ikut meratapi tragedi pertempuran kami semalam.

Sambil terus melangkah, sesekali kutengok ke belakang. Dan dia memang tak mengejarku. Mungkin dia berfikir kemarahanku tak ubahnya dengan kemarahanku yang sudah sudah.

Jika lelah dan lebam menyergap telapak dan betis kakiku, biasanya segera tulis SMS “sayang aku capek… aku nggak marah lagi… jemput aku dong”

Selama ini di matanya, aku memang sosok perempuan manja dan sedikit kolokan. Tapi kali ini akan aku tunjukan bahwa aku perempuan kuat. Perempuan Panther.

Sementara langkah kakiku terus berayun, pikiranku pun seperti tak bisa diam. Memikirkan kegagalan-kegagalan, kegetiran-kegetiran dan kekecewaan-kekecewaan yang semakin memupuk subur akar-akar kepahitan dalam hatiku.

Pagi ini langit gelap, mendung berarak. Benar-benar mewakili perasaanku. Alam seakan merespon kekacauan yang sedang berkecamuk dalam pikiranku hingga hendak memuntahkan hujannya melalui kedua mataku.

Aku berharap pagi ini tak turun hujan, karena hujan akan membuat semuanya akan semakin sulit. Tak bisa kubayangkan tubuhku menggigil bak anak kelinci tercebur kedalam parit.

Enough ! Enough ! Enough !

aku harus memikirkan hal lain. Perutku mulai lapar, energi yang kukeluarkan kelewat banyak.

Aku harus makan!! Perutku lapar !!

Tanpa kusadari kakiku berbelok melangkah memasuki sebuah rumah makan mewah. Ya rumah makan KOMPASIANA.

Rumah makan ini tak asing bagiku. Tidak jarang aku hanya berdiri tertegun sekedar memandanginya dari luar tanpa berani memasukinya. Maklum pencernaanku belum cukup kuat mencerna makanan selain singkong, jagung dan hasil panen daerahku yang terkenal dengan keorganikannya.

Langkah kakiku semakin masuk ke dalam hiruk pikuk ruangan itu

“Mit Mit Mit Demit… Lu sebelah sono Mit..!! Di samping Selsa.

Heri Pekah sebelah situ.

Arke dan Kong Agil dibelakang aja dari pada bongsor badannya nutupi yang lainnya.

Bu Marla digendong aja biar nggak ketutupan.

Pebrianov jangan cengar cengir, lu duduk yang anteng.

Affandi agak ke belakang sedikit, jangan paling depan, itu perut offside.

eh Nanang Nanang rapiin dulu brewoknya biar nggak mirip saringan kopi.

Ratih Ratih berdiri dekat berondong Nuey atau Alfiboy dong, sepertinya kalian serasi deh.

Ratna mana Ratna…?”

Sambil teriak sang fotografer menanyakan keberadaan seseorang yang sedari tadi tak dilihatnya.

“Ratna lagi keliling Dunia Keleeeuuss….!! Sudah Ken langsung jepret aja. Gigi kami keburu kering nih” teriak salah seorang yang dipanggil Marmut (Marla Imut) dalam rombongan itu.

“Mbak mbak… masuk rombongan kompasianaval bukan..?? kalau bukan tolong jepretin kami ya..” Tanya fotografer itu berjalan kearahku sambil menyodorkan kamera Cannon seri jadul ke hadapanku.

“Ba ba baik mas, baik mas Ken…” aku berusaha menyebutkan namanya, sesuai dengan pangilan rekan-rekannya agar terlihat sedikit sopan.

Tak lama kemudian Ken lari kedalam rombongan sambil teriak satuuu…. Duaaa…. Tiiiiga… Pissss… |*jepret*|

Sekali lagi mbak sekali lagi… satuuu…. Duaaa…. Tiiiiga… Pissss… |*jepret*|

sekali lagi mbak sekali lagi… |*jepret*|

sekali lagi mbak sekali lagi… |*jepret*|

sekali lagi mbak sekali lagi… |*jepret*|

sekali lagi mbak sekali lagi… |*jepret*|

Tiba tiba seseorang menepuk pelan bahuku “mbak sini mbak, biar saya yang mengantikan mbak” Ujar laki-laki ramah (rajin menjamah) didepanku

“oh iyah, semua meja telah terisi, jika berkenan gabung saja di meja saya nomor 008” lanjutnya sambil menunjuk sebuah sofa warna biru di salah satu pojok ruangan.

Ntah kenapa kali ini aku tak bisa menolak tawaran lelaki tampan yang wajahnya mirip Jason Statham dihadapanku. Sambil mengangguk dan tersenyum kecut segera kuputar badanku menuju meja yang ditunjuknya tadi. tak ku pedulikan teriakan di belakangku “Huuu… Cuker Modus… Cuker Modus… “

Langkahku gontai menuju meja 008 disudut ruangan. “Entah hapa-hapalah yang mereka pikirkan, lah moso baru saja masuk langsung disuruh jeprat-jepret” gumamku dalam hati, Huuft…. Syebelll...

kuhempaskah tubuhku di atas sofa empuk warna biru itu, pegal yang mendera rasanya belum cukup hilang jika hanya sekedar menyandarkan punggungku saja. Aku langsung berniat memesan beberapa menu yang sesuai dengan selera ndesoku.

“mau pesan menu apa mbak?” sapanya lembut sambil menepuk kembali bahuku dari belakang.

“eh Mas Cuker, Kaget aku mas… ini lho mas, aku mau pesan kulupan sama nasi jagung. Minumnya teh dawet aja ben seger” jawabku polos.

“waduh. Sepertinya makanan itu nggak ada di menu resto ini mbak, bagaimana kalau saya aja yang pesan dan kita nikmati berdua?"

"Boleh mas."

"bagaimana jika steak wagyu dan spaghetti minumnya cukup tropical wine..?”

“wow, restoran ini hebat yo mas jualan wagyu juga, kalau nggak salah wagyu itu sapi jepang yang mendapatkan perlakuan istimewa dari peternaknya, suka dipijit-pijit dan dikasih minum sake. Jelek-jelek begini mbah saya kan bekas penjajah jepang lho Mas Cuker, jadi saya juga diajarin beternak sapi wagyu. Berhubung di daerah saya enggak ada sake ya saya buatin badeg dari airnya ketan hitam, trus saya minumkan biar sapinya lemes dan rileks. Tapi ngomong-ngomong uang saya tinggal dua puluh tujuh ribu lima ratus lho mas, semoga cukup untuk membayarnya ya?” entah apa yang membuatku begitu enjoy ngobrol ngalor ngidul ngetan ngulon bersama lelaki yang beberapa menit lalu ku kenal ini.

“wah nggak nyangka ternyata kamu pintar juga ya, ah urusan itu ngga usah dipikir, kebetulan Saya baru dapat hibah miliaran rupiah dari orang kaya tetangga kampung, jangankan makanan, mobil atau rumahpun bisa saya berikan. Asal mbak mau….”

“asal mau kerja keras tho mas… ah mas Cuker ini mirip bapak saya aja, suka kasih wejangan ini dan itu” ku lihat ekspresi masam di wajah pria tampan di hadapanku ini, apakah ada yang salah dikalimatku ya? atau atau atau…?

Ah sejujurnya aku merasa aneh, baru saja aku mengenalnya dan kami sudah bercuap-cuap seakan kami adalah sahabat lama yang dipertemukan kembali.

Dan lagi-lagi aku merasa tak perduli, aku merasa bahwa kami adalah dua kutub magnet yang sama-sama dipertemukan begitu saja. Hingga aku tak perlu menyembunyikan apa-apa darinya. Aku merasa 'telanjang' di depannya.

Bila ini kedengarannya terlalu janggal katakan saja bahwa mungkin aku telah terhipnotis oleh tepukan tangannya di bahuku, sehingga membuat aku terus memikirkannya sepanjang waktu, di setiap helaan nafasku, dan 1 pintaku ke gusti Allah tepat di hari ulang tahunku hari ini, 14 oktober 2016, aku berharap kepalaku bisa berbaring di dadanya di setiap tidur malamku.

14 Oktober 2016
Karangploso, Malang

'The Birthday Girl'

Merva Detaning Sasi

*nama tempat dan tokoh memang di sengaja, sehingga wajar jika ada kemiripan

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun