Mohon tunggu...
I Ketut Merta Mupu
I Ketut Merta Mupu Mohon Tunggu... Pemuka Agama - Pendamping Sosial PKH Kementerian Sosial RI

Alumni UNHI. Lelaki sederhana dan blak-blakan. Youtube : Merta Mupu Ngoceh https://youtube.com/@Merta_Mupu_Ngoceh

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Cara Memaknai Obrolan dalam Mimpi

21 Mei 2018   13:30 Diperbarui: 21 Mei 2018   14:20 1831
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Saya berdoa begitu karena seminggu yang lalu saya ngadegang daksina linggih (karena orang tua tidak ada yang mau) tapi anehnya hanya berselang dua hari daksinanya lagi dirusak ayam jago.

Dua hari yang lalu lagi membeli daksina, saya suruh ibunya untuk melinggihkannya. Katanya ibu tidak tahu, sedangkan bapak saya tidak mau padahal sudah sakit gara-gara mengabaikan petunjuk-Nya.

Rencananya saya lagi mau melinggihkan daksinanya namun baru ditinggal sebentar telornya dimakan anjing, diambil di atas meja. Tidak bisa dipakai sudah karena sudah dijilati anjing. Mau ganti telornya saja ada perasaan takut dalam hati karena ada tatwanya bila sarana banten dimakan/disentuh anjing tidak boleh dipakai.

Atas dasar kejadian itu saya curiga tidak boleh melakukannya.

Simbol-simbol mimpi di atas; berada di kuburan pertanda kaletehan, ulama meninggal pertanda dewa hendak meninggalkan keluarga saya. Lebih-lebih dalam mimpi ulama disebut Sunan sehingga maknanya Sesuunan (dewata). Untungnya ulama yang meninggal masih di perjalanan. Kalau sampai dikubur, bisa celaka keluarga saya, karena bermakna dewa sudah meninggalkan kita.

Roh gentayangan maknanya keletehan di kamulan itu menimbulkan roh kita dan roh leluhur luntang-lantung. Menggali kuburan ulama di dekat pohon kopi artinya keluarga saya dibilang pahit terhadap Sesuunan. Hanya daksina linggih saja kok susah?

Menginjak makam ini maknanya cukup menarik. Saya terjemahkan bahwa bila yadnya yang biasa seperti menghaturkan persembahan canang sari, masih boleh saya melakukannya. Akan tetapi bila yadnya utama maka orang tua yang melakukannya (makna hulu). Dalam susastra Hindu memang dinyatakan bahwa nangun yadnya utama hanya boleh dilakukan oleh mereka yang sudah menikah.

Seminggu kemudian akhirnya ibu saya sakit parah hampir seminggu. Selain karena mengabaikan ngadegang daksina linggih, juga sekitar enam bulan sebelumnya diberi petunjuk untuk melukat namun tak dilakukan juga. Setelah sakit parah begitu, diperiksakan ke dokter tak kunjung sembuh. Namun setelah dibuatkan banten ngulapin dan panglukatan, akhirnya sembuh.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun