Pelaksanaan Shiwaratri jika dilaksanakan dengan baik akan membuahkan hasil yang berlimpah. Hari suci ini dinyatakan sebagai hari yang sangat baik untuk melebur dosa, baik karena tidak sengaja maupun sengaja. Tuhan membuka pintu pertaubatan bagi umat-Nya, dan diharapkan dosa yang disengaja tidak berulang dilakukan.
Kisah Pemburu
Terdapat berbagai kisah yang dikenal masyarakat Hindu yang berhubungan dengan perayaan Maha Shiwaratri. Di Nusantara cerita yang terkenal yaitu kisah Lubdaka, seorang pemburu yang bertumpuk dosa, karya Mpu Tanakung dalam kitab Siwaratrikalpa. Diperkirakan ditulis pada masa akhir Majapahit.
Dikisahkan seorang pemburu bernama Lubdaka, pada suatu hari (pada hari Shiwaratri) Ia berburu ke tengah hutan, akan tetapi hingga malam tiba Lubdaka tak pula menemukan satu pun ekor buruan. Lubdaka tak kembali ke rumahnya, ia memanjat pohon Bilva, pohon kesayangan dewa Shiwa. Karena takut ada binatang buas, Lubdaka memetik daun bilva satu per satu dan menjatuhkannya ke tanah, dan tepat di bawah pohon itu terdapat Lingga (simbol Shiwa), dan daun bilva itu selalu mengenai Lingga. Lubdaka kemudian pulang setelah pagi datang.
Setelah beberapa waktu, Lubdaka meninggal. Arwahnya diseret Cakrabala, pasukan dewa Yama, dewa Kematian. Ia disiksa karena selalu berbuat dosa dengan membunuh binatang tanpa dosa yang diburunya. Tak lama kemudian, pasukan dewa Shiwa datang menyerang pasukan dewa Yama untuk menjemput arwah Lubdaka. Lalu, Lubdaka dikirim ke Siwaloka, kahyangan dewa Siwa. Ia tinggal bersama dewa Shiwa. Hal itu terjadi karena Lubdaka dalam hidupnya pernah melakukan pemujaan kepada dewa Shiwa pada hari Shiwaratri meski dilakukan dengan tidak sengaja.
Bila dicermati alur ceritanya, ternyata kisah tersebut serupa dengan kisah seorang pemburu dalam kitab Garuda Purana. Kisahnya sebagai berikut (diterjemahkan seadanya dari wikipedia english):
Suatu ketika Raja Chitrabhanu dari dinasti Ikshvaku, yang berkuasa atas seluruh Jambudvipa (India), mencermati hari dengan seksama bersama istrinya, hari itu bertepatan dengan hari Maha Shivaratri (ia merayakan Siwaratri dengan puasa). Yang bijak Rsi Ashtavakra datang berkunjung ke istananya.
Sang Rsi bertanya pada raja tujuannya berpuasa. Raja Chitrabhanu menjelaskan bahwa ia memiliki karunia mengingat kejadian kelahiran masa lalu, dan dalam kehidupan sebelumnya ia telah menjadi pemburu di Varanasi dan bernama Suswara. Hanya mata pencahariannya adalah untuk membunuh dan menjual burung dan hewan. Sehari sebelum bulan baru, saat perjalan melalui hutan mencari hewan, ia melihat rusa, tapi sebelum panahnya terbang ia melihat keluarga rusa dan mereka sedih pada saat kematian akan datang. Jadi dia membiarkannya hidup.
Dia masih belum berhasil menangkap buruan apapun hingga malam tiba, kemudian dia memanjat pohon Bilva untuk beristirahat. Tempat airnya bocor, jadilah dia lapar dan haus. Keadaan lapar dan haus membuatnya terjaga sepanjang malam, memikirkan istri dan anak-anak yang kelaparan, dan cemas menunggu kedatangannya. Untuk mengisi waktu, ia menyibukan diri memetik daun Bilva dan menjatuhnya ke tanah.
Keesokan harinya ia kembali ke rumah dan membeli beberapa makanan untuk dirinya dan keluarganya. Saat ia hendak berbuka, orang datang kepadanya, meminta makanan. Ia pertama memberikan makanan kepada orang asing itu dan hanya makan sesudahnya.
Pada saat kematiannya, ia melihat dua utusan Dewa Siwa, dikirim untuk menjemput rohnya untuk dibawa ke Siwaloka, kahyangan dewa Siwa. Dia belajar untuk pertama kalinya dari jasa besar yang telah diterima dalam ibadah kepada dewa Siwa tanpa sadar pada malam Maha Shivaratri. Para utusan mengatakan kepadanya bahwa telah terjadi pemujaan lingam ( simbol untuk pemujaan Siwa ) di bagian bawah pohon. Daun yang jatuh dari pohon Bilva telah jatuh mengenai lingam, terjadi seperti ibadah ritual pemujaan untuk dewa Siwa. Air dari kendi yang bocor telah mencuci linggam (juga tindakan ritual), dan dia telah berpuasa sepanjang hari dan sepanjang malam. Dengan demikian, ia tidak sadar telah melakukan pemujaan kepada Dewa Siwa.
Pada akhir kisahnya, Raja mengatakan bahwa ia telah tinggal di tempat tinggal dewa Siwa dan menikmati kebahagiaan ilahi untuk waktu yang lama sebelum dilahirkan kembali sebagai Chitrabhanu.