Mohon tunggu...
MERISA RAHAYUNINGTYAS
MERISA RAHAYUNINGTYAS Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Pemuda dengan minat besar dalam kepenulisan

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Pentingnya Menggenggam Erat Kedaulatan Terhadap Ancaman Konflik Laut Cina Selatan

31 Mei 2024   18:30 Diperbarui: 31 Mei 2024   18:40 170
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: Center for Strategic and International Studies, Permanent Court of Arbitration, 2012

                     Laut Cina Selatan ialah serangkai kata yang mungkin sudah sedikit akrab di telinga masyarakat, mengingat konflik sering terjadi di wilayah ini dan tentunya santar diberitakan di jejaring internet maupun siaran televisi. Namun apakah sebenarnya Laut Cina Selatan itu? Dan apa yang terjadi di dalamnya? 

Melalui tulisan ini akan dijelaskan mengenai Laut Cina Selatan beserta konflik di dalamnya, dampaknya kepada Indonesia terutama dalam hal kedaulatan, kekhawatiran yang timbul akan adanya konflik, usaha yang telah dilakukan, dan usaha apa yang mungkin dilakukan untuk meredam kekhawatiran dan menghindari kemungkinan buruk yang akan terjadi pada Indonesia.

                       Laut Cina Selatan adalah kawasan persilangan antara beberapa negara berupa lautan dengan luas 3,5 juta kilometer persegi. Letaknya yang berada di persilangan inilah salah satu akar terbesar konflik yang terjadi. Dimana, pada intinya konflik terjadi karena perebutan wilayah. 

Secara geografis, Laut Cina Selatan berada di Pasifik Barat, dimana sebagian besar wilayahnya berbatasan langsung dengan negara-negara Asia Tenggara seperti Vietnam, Kamboja, Thailand, dan Malaysia di sebelah barat, Filipina di sebelah timur, Indonesia dan Malaysia Timur di sebelah selatan. Selain itu, terdapat dua negara di luar Asia Tenggara yang berbatasan dengan Laut Cina Selatan yaitu Republik Rakyat Cina (RRC) dan Taiwan di sebelah Utara.

                         Laut Cina Selatan  terbagi menjadi empat kelompok kepulauan, yakni Spratly, Paracel, Pratas, dan Macclesfield. Konflik yang paling kerap terjadi berada di kepulauan Spratly dan Paracel. Spartly banyak terjadi konflik karena diklim oleh enam negara sekaligus yaitu Malaysia, Filipina, Brunei Darussalam, Vietnam, Taiwan, dan RRC. Begitu juga dengan Paracel yang banyak mengalami konflik perebutan kekuasaan oleh beberapa negara seperti Cina dan Vietnam.

                                                                                      Gambar 1: Peta Klaim Sengketa di Laut China Selatan

                             Mengapa negara-negara ini begitu getol memperebutkan wilayah Laut Cina Selatan terutama Spratly dan Paracel? Hal ini tak lain dan tak bukan karena kekayaan Sumber Daya Alam yang sangat berlimpah. Telah banyak penelitian yang mengungkap dan memperkirakan kekayaan yang dimiliki oleh wilayah ini. Seperti ilmuan Amerika Serikat yang memprediksi bahwa terdapat sekitar 28 miliar barel minyak di kawasan Laut Cina Selatan. 

Lalu lembaga Informasi Energi Amerika (Energy Information Administration-EIA) milik RRC yang berspekulasi bahwa terdapat cadangan minyak sebesar 213 miliar barel, dimana angka ini bahkan 10 kali lipat dari cadangan nasional Amerika Serikat (AS). Selain itu EIA juga menginformasikan bahwa kekayaan alam di Laut Cina Selatan berasal dari gas alam, yang mencapai 900 triliun kaki kubik. Lebih dari itu kawasan Laut Cina Selatan ialah rute utama kapal perdagangan ke negara-negara besar seperti Amerika ke Asia dan Eropa ke Asia. 

Tak heran jika kawasan ini begitu diperebutkan oleh berbagai negara di Asia Tenggara maupun di luar Asia Tenggara. Kawasan Laut Cina Selatan juga kaya akan sumber daya laut berupa ikan yang dapat menjadi sumber kehidupan masyarakat. Keutungan yang di dapatkan jika berhasil menguasai, mengkalim, mendapatkan, serta memanfaatkan segala potensi alam serta ekonomi yang terkadung dalam kawasan Laut Cina Selatan tak main-main.

                            Lalu apa hubungan konflik ini dengan Indonesia yang tidak terlibat dan tidak ikut meng-klaim wilayah Laut Cina Selatan? Meskipun Indonesia tidak terlibat dalam kekeruhan konflik perebutan Laut Cina Selatan, namun Indonesia memiliki masalah dengan beberapa negara yang terlibat konflik tersebut, khususnya Cina dan Vietnam. Salah satu wilayah ZEE Indonesia yaitu kepulauan Natuna masuk dalam klaim wilayah Laut Cina Selatan oleh RRC. 

Sebenarnya batas wilayah perairan sudah diatur oleh UNCLOS (United Nations Convention on the Law Of the Sea) yang dibentuk langsung oleh PBB. Maka dari itu klaim sepihak yang dilakukan oleh Cina ialah tindakan yang mengancam kedaulatan negara Indonesia. Illegal fishing juga salah satu masalah yang perlu untuk digaris bawahi. 

Dimana Indonesia telah beberapa kali menemukan kasus illegal fishing di kepulauan Natuna yang merupakan kawasan rawan konflik karena berbatasan langsung dengan Laut Cina Selatan yang selama ini di perebutkan.Rentetan kasus illegal fisihing sudah berlangsung bertahun-tahun dilakukan oleh beberapa negara seperti Vietnam, Filipina, Tailand, Malaysia dan tak terkecuali Cina. 

Terkait dengan masalah ini, Indonesia juga tidak tinggal diam. Indonesia pada tahun 2014-2017 Indonesia bertindak tegas dengan menenggelamkan kapal-kapal asing yang mencoba mencuri kekayaan perairan Natuna. Dari segi diplomasi Kementerian Luar Negeri juga sudah beberapa kali mengirimkan nota protes kepada pemerintahan Tiongkok.

                                Konflik Laut Cina Selatan dan masalah kepulauan Natuan bukan masalah sepele. Jika Indonesia lengah dan lemah sehingga tidak mampu melindungi kedaulatan laut Natuna, maka Indonesia akan kehilangan wilayah yang kaya akan Sumber Daya Alam, dan sekaligus menjadi tumpuan ekonomi masyarakat sekitar.

Laut Natuna menyimpan berbagai biota laut, seperti ikan demersial, ikan pelagis kecil, ikan penaeid, ikan karang, udang, cumi-cumi, kepiting, rajungan, bahkan lobster. Menurut catatan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Blok Timur Natuna memiliki kandungan gas mencapai 222 triliun kaki kubik, serta cadangan sebesar 46 kaki kubik. Inilah alasan dibalik banyaknya pihak yang mengincar ZEE Indonesia khususnya wilayah kepulauan Natuna.

                              Apakah negara kita diam saja deangan fenomena ini? Tentu saja tidak. Indonesia secara tegas menolak klaim Cina terhadap kepulauan  Natuna. pada tahun 2017, pemerintah Indonesia merilis peta Negara Kesatuan Republik Indonesia versi baru yang ditandatangani oleh Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman beserta 21 kementerian dan lembaga terkait lainnya. 

Terdapat hal baru dalam peta tersebut yaitu penamaan Laut Natuna Utara yang diberikan untuk nama perairan di sebelah utara Pulau Natuna sehingga wilayah tersebut tidak lagi menggunakan nama Laut Cina Selatan. Lebih dari itu,  Indonesia juga mendorong agar nelayan dari Pulau Jawa berlayar di Laut Natuna. 

Sebanyak 470 nelayan telah bersedia untuk berlayar "meramaikan" perairan Natuna.44 Dengan adanya aktivitas di Laut Natuna Utara. Dengan ini diharapkan dapat meningkatkan perekonomian masyarakat sekitar dan juga menjadi titik peringatan yang menandai kehadiran Indonesia di wilayah tersebut serta menegaskan bahwa Natuna adalah bagian yang digenggam penuh dan tidak terpisahkan dari Indonesia.

Indonesia sudah melakukan berbagai cara untuk menjaga kedaulatan negara baik secara diplomatik maupun kekuatan militer. Beberapa usaha yang dilakukan ialah sebagai berikut:

Kerjasama Diplomasi dengan Negara Great Power

                               Bentuk kerjasama ini dilakukan dengan beberapa negara. yang pertama ialah Australia, dengan melakukan pratoli laut bersama dengan sebutan Patroli Jawline-Arafura. Kegiatan ini dilakukan untuk melindungi perbatasan wilayah laut Indonesia maupun Australia dari oknum-oknum yang sering mencuri kekayaan hayati yang ada di kedua negara ini. 

Yang kedua ialah kerjasama dengan Jepang melalui latihan bersama Passex (Passin Exercise) yang dilakukan oleh TNI AL dengan Pasukan Bela Diri Jepang di bagian barat daya Pulau Jemaja sampai kawasan Natuna Utara. Ini dilakukan untuk menarik minat negara lain untuk melakukan kerjasama diplomasi pertahanan maritim dengan Indonesia. Terkahir ialah kerja sama Indonesia dengan Amerika Serikat dengan latihan perang gabungan di perairan Natuna Utara dan perairan Batam.

Meningkatkan Kekuatan Militer

                             Dilihat dari kekuatan ekonomi Indonesia memang kalah jauh dengan Cina yang memiliki anggaran militer sebanyak USD 178,2 miliar, sedangkan Indonesia hanya memiliki anggaran militer USD 9,2 miliar. Hal inilah yang membuat Indonesia tidak bisa dengan mudah membeli alutsista yang baru ataupun sekedar memperbaiki alutsista yang ada. 

Berbeda dengan cina yang bisa dengan mudah meningkatkan alutsista negara dengan tank, pesawat tempur, kapal selam, dan masih banyak lagi. Fakta ini tidak semerta-merta mengatakan bahwa Indonesia tidak bisa melawan Cina atas klaim kepulauan Natuna. Indonesia bisa melakukan pertahanan dengan meningkatkan postur TNI yang bertugas di Natuna. Indonesia bisa memaksimalkan TNI AL dan TNI AU untuk menjaga kedaulatan wilayah Natuna. Usaha militer juga dilakukan dengan memaksimalkan anggran yang ada untuk meningkatkan alutsista.

                                 Lalu apa yang bisa dilakukan NKRI untuk tetap menjaga kedaulatan dengan usaha yang sudah dilakukan sebelumnya? Sebenarnya usaha yang telah dilakukan Indonesia untuk menjaga dan mempertahankan kedaulatan NKRI sudah cukup baik. Untuk langkah ke depan, Indonesia harus tetap menjaga hubungan diplomatik yang baik dengan Cina dan kekuatan Barat.  Hal ini perlu dilakukan karena dalam konflik Laut Cina Selatan bisa saja menyeret negara-negara berkekuatan besar seperti Amerika Serikat, Perancis, Jepang, Australia dan Inggris. 

Indonesia berasa di tengah-tengah negara besar tersebut, alasan inilah yang mendasari Cina dan aliansi Barat untuk melakukan berbagai manuver agar bisa berpengaruh di Indonesia. Jika Indonesia pandai menempatkan diri dan memanfaatkan peluang ini maka Indonesia akan mendapatkan bergaining power untuk mendapatkan akses kerjasama dengan Cina dan Barat. Selanjutnya ialah memaksimalkan proyeksi kekuatan militer dengan memaksimalkan anggaran militer dan kekuatan TNI.

                             Langkah terakhir yang tidak boleh dilupakan ialah, memupuk kesadaran masyarakat utamanya generasi muda tentang betapa berharganya wilayah kepulauan Natuna untuk Indonesia. Wawasan mengenai konflik Laut Cina Selatan juga harus tetap digemakan dan disosialisasikan agar masyarakat tahu ancaman yang sedang mengintai kedaulatan Indonesia, dan betapa pentingnya menjaga kedaulatan tersebut.

Pengetahuan mengenai betapa pentingnya kedaulatan Indonesia dan ancaman yang ada di kepulauan Natuna memang sudah seharusnya mengakar kuat di masyarakat khususnya kaum muda sebagai penerus bangsa agar urgensi untuk melakukan usaha-usaha mempertahankan kedaulatan Indonesia terus dilakukan di kemudian hari dan tidak berhenti di generasi ini.

Seluruh elemen, baik masyarakat, angkatan militer, maupuan pemerintahan harus bahu membahu untuk terus menggemakan rasa kecintaaan tanah air dan mempertahankan kedaulatan negara.

                              SUMBER REFERENSI

AFJ, M. F. (n.d.). Ancaman Konflik di Laut China Selatan terhadap kedaulatan Indonesia .

Nico Daniel Pasaribu, L. Y. (2023). STRATEGI PERTAHANAN MARITIM INDONESIA SEBAGAI RESPON TERHADAP SENGKETA DI WILAYAH LAUT CINA SELATAN. Jurnal Stategi Pertahanan Laut No. 9, 19-28.

Nuans Asa Septari B., G. H. (n.d.). RESPON INDONESIA MENGHADAPI ANCAMAN CINA DI LAUT NATUNA UTARA DI . Jurnal Lembaga Ketahanan Nasional Republik Indonesia Volume 10 No. 1.

Parandaru, I. (2024, April 17). Sengketa Laut China Selatan dan Ancaman Kedaulatan Indonesia. Retrieved from kompaspedia.kompas.id: https://kompaspedia.kompas.id/baca/paparan-topik/sengketa-laut-china-selatan-danancaman-kedaulatan-indonesia

Rizki Roza, P. P. (2013). KONFLIK LAUT CHINA SELATAN DAN. Jl. Seturan II CT XX/128 Yogyakarta : P3DI Setjen DPR Republik Indonesia.

Yuli Ari Sulistyani, A. C. (2021 ). Respons Indonesia Terhadap Sengketa Laut China Selatan Semasa Pemerintahan Joko Widodo . Politica Vol. 12 No. 1 Mei , 84-101.

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun