Mohon tunggu...
Merina Puspita Sari
Merina Puspita Sari Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswi Aktif

Saya Merina Puspita Sari seorang mahasiswi prodi Hukum, Universitas Islam Negeri Sunan Ampel. Saya juga aktif mengikuti beberapa organisasi dan UKM di kampus, yakni ( Himpunan Mahasiswa, Law debate comunnity, Lembaga Pers Mahasiswa). Saya juga menjadi kontributor tulisan terkait isu-isu hukum nasional pada laman website @pinterhukum, dan Ar-rissalah. Tulisan saya terkait hukum merupakan wujud dari ketertarikan saya terhadap hukum sejak SMA, sehingga kecintaaan saya pada hukum menjadi semnagat dan motivasi untuk berkerja sebagai aparatur sipil negara.

Selanjutnya

Tutup

Hukum

17 Pasal Bermasalah dalam KUHP Wajib Ditinjau Kembali!

25 Februari 2023   21:49 Diperbarui: 8 Mei 2023   09:41 499
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dalam KUHP, dilarang dengan dipidana penjara paling lama 6 (enam) bulan atau pidana denda paling banyak 10 juta, apabila pawai, unjuk rasa atau demonstrasi tanpa pemberitahuan dan dianggap mengganggu ketertiban umum. Pasal ini seharusnya memuat definisi yang lebih ketat terkait “kepentingan umum” karena frasa ini berpotensi menjadi pasal karet yang bisa mempidana masyarakat yang melakukan unjuk rasa untuk menagih haknya. 

9. Ancaman Pidana Bagi kerja-kerja Advokat dan Jurnalis dalam ruang sidang pengadilan (Pasal 280 KUHP)

Tidak ada penjelasan yang terang mengenai frasa “penegak hukum” sehingga pasal ini berpotensi mengkriminalisasi advokat yang melawan penguasa. Sebagaimana diketahui, terjadi banyak kasus di persidangan yang menunjukkan bahwa hakim berpihak kepada penguasa. Selain itu, pasal ini juga mengekang kebebasan pers karena larangan mempublikasi proses persidangan secara langsung. 

10. Pasal Kesusilaan dalam KUHP– Pasal Karet yang mengkriminalisasi semua orang (Pasal 406 KUHP)  

Pada pasal 406 KUHP penjelasan, yang dimaksud dengan "melanggar kesusilaan" adalah melakukan perbuatan yang mempertunjukkan ketelanjangan, alat kelamin, dan aktivitas seksual yang bertentangan dengan nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat di tempat dan waktu perbuatan tersebut dilakukan. Permasalahannya adalah pada frasa "aktivitas seksual". Frasa aktivitas seksual tidak memiliki batasan ataupun penjelasan definisi maupun awal mula suatu perbuatan dianggap sebagai aktivitas seksual. Jika bunyi pada penjelasan masih tetap perpatok pada aktivitas seksual maka bisa jadi pegangan tangan yang dilakukan oleh pasangan dalam perkawinan di depan publik dapat dianggap sebagai perbuatan melanggar kesusilaan. Pencantuman "aktivitas seksual" pada penjelasan pelanggaran kesusilaan dapat berpotensi menjadi pasal karet yang mempidana semua orang. Penjelasan ini tentunya akan berpotensi menjadi tindakan main hakim sendiri oleh masyarakat (eigenrichting) dan pelanggaran ruang privat warga negara. Maka dari itu kami mengusulkan perubahan redaksi penjelasan pasal kesusilaan yaitu menjadi “perbuatan mempertunjukkan ketelanjangan, alat kelamin dan aktivitas seksual yang melibatkan alat kelamin di tempat dan waktu perbuatan itu dilakukan”.

11. Pornografi: Pasal Kontroversi (407 KUHP)

Salah satu permasalahn yang terdapat di dalam KUHP adalah pasal yang berpotensi bisa dilakukan dan multitasfir, yakni Pasal mengenai Pornografi. Pornografi adalah gambar, sketsa, ilustrasi, foto, tulisan, suara, bunyi, gambar bergerak, animasi, kartun, percakapan, gerak tubuh, atau bentuk pesan lainnya melalui berbagai bentuk media komunikasi dan/atau pertunjukan di muka umum, yang memuat kecabulan atau eksploitasi seksual yang melanggar norma kesusilaan dalam masyarakat. Munculnya, pasal Pornografi dalam KUHP menimbulkan ambiguitas dan multitasfir. Terlebih, perbuatan tersebut tidak di pidana jika memenuhi unsur dari Pasal 407 ayat (2). Adanya, frasa “karya seni, budaya, olahraga, kesehatan/ilmu pengetahuan” merupakan frasa yang menimbulkan multitafsir serta kontroversi, dan seolah-olah tindakan pornografi diperbolehkan jika memenuhi unsur tersebut. Sebelumnya, tidak ada pembenaran dalam tindak pidana pornografi di regulasi atau peraturan perundang-undangan manapun. Akantetapi, hadirnya KUHP baru memberikan “peluang” bagi seseorang untuk melakukan aktivitas seksual, secara bebas dengan persyaratan dalam ayat (2). Tentunya, ketidakjelasan parameter yang konkret dalam pasal tersebut akan menimbulkan permasalahan baru di kemudian har 

12. Kriminalisasi Edukasi dan Promosi Alat Pencegahan Kehamilan termasuk Kontrasepsi (Pasal 412 KUHP)

Dalam KUHP mempromosikan alat pencegahan kehamilan akan dipidana dengan pidana denda. Lewat pasal ini, edukasi dan promosi hanya dapat dilakukan oleh petugas yang berwenang. Padahal berdasarkan Pasal 21 PP No 61 tahun 2014 pelayanan kontrasepsi salah satunya diselenggarakan oleh masyarakat. Pasal ini bahkan bisa mempidanakan orang tua apabila memberikan informasi alat pencegahan kehamilan sebagai bekal persiapan perencanaan pernikahan kepada anak. Pasal ini secara jelas akan menghambat banyak program pemerintah seperti program keluarga berencana, program edukasi kesehatan reproduksi dan program penanggulangan Infeksi Menular Seksual (IMS) dan HIV dan AIDS. Ketiga program ini dapat dipromosikan dan diedukasikan oleh setiap lapisan masyarakat, mulai dari guru, orang tua, jaringan ibu-ibu PKK, kader kesehatan, tokoh agama dan tokoh masyarakat. Pasal ini secara jelas akan mengkerdilkan upaya penanggulangan kesehatan yang hanya dapat dilakukan oleh petugas berwenang.

13. Perzinaan dalam KUHP: Semena-Mena Intervensi Ruang Privat (Pasal 411 KUHP)

Pasal 411 KUHP mengandung ancaman pidana bagi setiap orang yang melakukan persetubuhan dengan orang yang bukan suami atau istrinya. Pasal 411 KUHP juga berpotensi mengkriminalisasi korban kekerasan seksual. Mengingat sulitnya pembuktian dalam kasus kekerasan seksual, alih-alih mendapatkan keadilan, korban kekerasan seksual justru berpotensi untuk dituntut balik dengan Pasal 411 KUHP ketika dianggap melakukan perzinaa. Ketentuan ini berpotensi untuk meningkatkan pernikahan dini karena melegitimasi tindakan orang tua yang memilih untuk menikahkan anaknya, di mana sekiranya anak menolak untuk dinikahkan, orang tua dapat menggunakan dalih delik aduan dalam Pasal 411 KUHP untuk mengancam melaporkan anaknya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun