Ladoe menerangkan, direksi Pertamina secara proaktif telah bersilaturahmi secara virtual dengan pimpinan dan anggota Ombudsman pada 19 Mei 2020 dan secara khusus menyampaikan sejumlah alasan mengapa harga BBM tidak diturunkan.
"Pertamina juga menerangkan beberapa opsi, termasuk rencana peniadaan penggunaan BBM premium di Pulau Jawa pada tahun 2020 ini," katanya.
Â
Secara sederhana, Laode menerangkan kembali penjelasan dari Pertamina. Setidaknya ada tiga alasan pokok mengapa harga BBM dalam negeri ini saat tidak mudah diturunkan.
Pertama, bahwa harga pokok BBM yang dijual di Indonesia sekarang ini adalah harga sebelum turunnya harga BBM dunia. Jadi kalau dijual dengan harga murah, sudah pasti Pertamina akan mengalami kerugian besar. Sebagai BUMN, niscaya hal itu tidak mungkin dilakukan.
Kedua, harga BBM dunia terus berfluktuasi. Pada hari tatkala Direksi Pertamina memberikan penjelasan secara virtual pada ombudsman harga BBM dunia menanjak naik di atas angka US $ 30 an per barel. Ketika aktivitas sosial ekonomi masyatakat dunia berangsur normal, niscaya harga BBM akan berangsur naik.
Ketiga, jika harga BBM diturunkan dan terjadi kerugian besar di pihak Pertamina, mau tidak mau akan terjadi pengurangan tenaga kerja atau PHK. Tentu hal ini tidak dikehendaki.
"Kami mengapresiasi Pertamina yang hingga sekarang tidak melakukan PHK. Karena jika Pertamina mengalami kerugian dengan menurunkan harga BBM, maka akan semakin menambah barisan warga bangsa ini yang terkena PHK akibat wabah Corona, Sekarang aja PHK akibat Pandemi sudah di atas angka 2 juta orang," kata Laode Ida.
Laode justru menyorot pentingnya rencana kebijakan PT Pertamina yang akan meniadakan penggunaan BBM jenis premium di Pulau Jawa di tahun 2020 ini.