Julukan penulis secara pribadi buat tete adalah "si gembala orang Baliem". Julukan ini pantas disematkan kepada beliau karena dengan cara dan hidupnya ia sungguh-sungguh masuk dalam kebudayaan orang Baliem.Â
Bahkan ketika menjelaskan tentang budaya Baliem banyak generasi muda asli Baliem saat ini yang justru tidak mengetahuinya seperti pengetahuan tete Frans akan budaya mereka.Â
Dia sungguh menguasai budaya Baliem dan fasih berbicara bahasa daerah orang lembah.Â
Ketika ditanya sejumlah hal berkaitan dengan cara hidup, tradisi dan budaya orang Baliem  maka beliau akan menjelaskannya secara rinci dan sederhana dan muda dipahami. Cara beliau bercerita juga seperti membawa kita benar-benar masuk pada suasana hidup orang Baliem dan kebudayaannya.
Si gembala orang Baliem ini mengetahui secara detail budaya orang Baliem. Cara untuk mengetahui dan menguasai kebudayaan mereka dilakoninya dengan hidup bersama mereka.Â
Tinggal bersama mereka dan ada di tengah-tengah pergumulan hidup mereka. Tema-tema sentral dalam kebudayaan orang Baliem misalnya soal "Wam, Wen, Wene" diangkatnya menjadi gerak pastoral.Â
Juga hari-hari persaudaraan (HHP) menjadi wadah berkumpulnya semua "tiang-tiang gereja" perwakilan dari setiap paroki dan wilayah mereka duduk untuk membahas kehidupan berbudaya, kehidupan menggereja dan kehidupan bermasyarakat bagi orang Baliem sendiri.Â
Pergumulan dan perjuangan ini semua diangkatnya menjadi cara dan gaya hidup berpastoral di lembah Baliem. Para katekis diajarkan dan diberi pelatihan untuk sungguh-sungguh menerjemahkan renungan dan kotbah seturut teladan Injil yang benar-benar masuk dalam kehidupan dan kebudayaan orang Baliem.Â
Semua ini dilakukan tete Frans karena kecintaanya terhadap umat Baliem. Bahkan dalam isu yang beredar sebelum kematianya; ia meminta diperabukan secara adat orang Baliem. Tetapi hal itu tidak terjadi lantaran ia pulang ke negerinya dan meninggal dunia di sana karena penyakit yang dideritanya.
EpilogÂ
Terimakasih tete untuk semua cinta, ajaran dan pengalaman yang tete berikan kepada umat asli Baliem dan kepada saya secara khusus saat saya masih menjalani masa TOP di Wamena.Â