Misalnya, Australia dan Selandia Baru sering disebut sebagai tempat terbaik untuk hidup karena lingkungan yang ramah keluarga, udara bersih, dan standar hidup tinggi.
2. Fenomena Degradasi Profesi: Pilihan Realistis atau Pengorbanan?
Cerita tentang orang-orang yang beralih dari pekerjaan bergengsi di Indonesia ke pekerjaan yang dianggap sederhana di luar negeri telah menjadi perbincangan menarik.
Contohnya, seorang bintang film dan iklan di Indonesia yang rela menjadi tukang las di Kanada, atau dokter yang bekerja sebagai pembersih kloset di Australia. Fenomena ini sering kali dipandang dari dua sisi: sebagai pengorbanan besar atau sebagai pilihan pragmatis.
a. Realitas Nilai Tukar Upah
Di balik cerita-cerita ini, realitas nilai tukar upah menjadi faktor kunci. Profesi seperti tukang las di Kanada atau pemetik tomat di Australia dihargai dengan upah yang jauh lebih tinggi dibandingkan profesi dengan status sosial tinggi di Indonesia.
Di negara-negara maju, pekerjaan manual atau keterampilan teknis sering kali dihargai dengan baik karena permintaan tinggi dan tenaga kerja yang terbatas.
b. Tantangan dan Stigma Sosial
Meskipun dari sisi ekonomi pilihan ini menguntungkan, banyak migran menghadapi tantangan berupa stigma sosial. Beberapa individu mungkin merasa malu atau mendapatkan penilaian negatif dari masyarakat di tanah air karena pekerjaan mereka dianggap tidak sebanding dengan status sosial sebelumnya.
Namun, bagi sebagian besar migran, keputusan ini bukan hanya tentang uang, tetapi juga tentang memberikan peluang lebih baik bagi keluarga mereka di masa depan. Gaji tinggi memungkinkan mereka menabung, mengirim uang ke keluarga di Indonesia, atau berinvestasi dalam pendidikan anak-anak mereka.
3. Dampak Positif dan Negatif Migrasi