Murad mengangguk-angguk mendengar perdebatan itu. “Tapi kalau ketuanya tahu, kenapa mereka masih bisa bilang partainya bersih?”
“Bersih di depan, kotor di belakang,” jawab Pak Bedul sambil tertawa. “Politik itu seperti orang jualan ikan asin, Rad. Dari jauh kelihatan bagus, dekat-dekat bau busuknya.”
Rumor itu terus berkembang. Malamnya, Udin datang ke rumah Murad dengan berita baru.
“Rad, kamu tahu nggak? Ada video rekaman yang bocor. Isinya obrolan anak buah partai calon bodoh soal duit tiga puluh milyar itu!”
Murad langsung bangkit dari kursi. “Rekaman? Di mana?”
“Di grup WA warga. Tadi ada yang nyebarin. Katanya, anak buah calon bodoh itu ngaku duitnya memang buat ‘sewa perahu.’”
“Gila!” Murad menggeleng-geleng. “Sewa perahu tiga puluh milyar? Itu bukan perahu lagi, itu kapal pesiar!”
Udin tertawa kecil. “Tapi ini makin bikin orang-orang bingung, Rad. Kalau duit segitu bisa bikin calon bodoh maju, apa gunanya visi-misi?”
“Visi-misi itu cuma pajangan, Din,” jawab Murad. “Yang penting adalah duit. Dan sekarang aku makin yakin: ketua partainya juga pasti main.”
“Jadi mereka semua sama aja, ya?” tanya Udin, terdengar agak kecewa.
Murad menepuk bahu Udin. “Sama, Din. Sama-sama bikin kita pusing.”