Mohon tunggu...
Yovinus
Yovinus Mohon Tunggu... Penulis - laki-laki

Hidup itu begitu indah, jadi jangan disia-siakan. Karena kehidupan adalah anugerah Tuhan yang paling sempurna bagi ciptaanNya

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Drama Butut vs Buruk

25 Oktober 2024   16:10 Diperbarui: 25 Oktober 2024   16:11 50
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Pak Heri!" serunya keras, membuat seisi kantor melirik ke arah mereka. "Kenapa urusan KTP Bu Tuti ini diurus sama bapak? Dia kan bagian saya!"

Pak Heri menurunkan kopinya pelan-pelan, berusaha meredakan situasi. "Bu Rukmi, tadi Bu Tuti sudah menunggu cukup lama, dan ibu belum datang. Karena Dia juga butuh cepat, jadi saya bantu saja."

Namun, alih-alih menerima penjelasan Pak Heri, Bu Rukmi justru semakin emosi. Wajahnya yang memang sudah tegas berubah semakin menakutkan, dengan sorot mata penuh amarah.

Dia pun langsung menyerang Pak Heri dengan sumpah serapah yang tak ada habisnya, seolah Pak Heri telah melakukan kesalahan yang paling besar dalam hidupnya.

"Pak Heri, tahu nggak, kerjaan saya tuh nggak cuma duduk-duduk kayak bapak. Saya yang bagian KTP, dan yang berhak ngurus ya saya! Bapak tahu nggak, kalau semua orang lari ke bapak, gimana nasib saya? Saya ini punya peran, Pak! Pekerjaan di kantor ini nggak akan berjalan lancar tanpa saya!" katanya, suaranya terdengar keras dan menggema di seantero ruangan.

Pak Heri menahan diri untuk tidak tertawa. Semua orang di kantor tahu, sebagian besar tugas sehari-hari di bagian KTP sebenarnya dikerjakan oleh pegawai honorer yang rajin dan cekatan.

Bu Rukmi alias Buruk hanya memberikan instruksi dengan gaya bak ratu yang memerintah anak buahnya. Namun, Pak Heri tetap diam, menunggu sampai Bu Rukmi puas mengeluarkan unek-uneknya.

Selama dua jam penuh, Bu Rukmi mencurahkan kemarahan dan keangkuhannya kepada Pak Heri. Sekali-sekali ia memukul meja, dan beberapa kali ekspresinya berubah-ubah dari geram ke meradang.

Semua pegawai lain berusaha menahan tawa di balik meja masing-masing, dan beberapa bahkan sempat berbisik-bisik, bertaruh berapa lama lagi Bu Rukmi akan terus ngomel.

Akhirnya, ketika Bu Rukmi merasa cukup dengan amarahnya, Pak Heri menatapnya dengan tenang.

"Bu Rukmi," katanya perlahan, "saya tahu ibu merasa penting di sini. Tapi, jujur saja, ibu dipindah ke bagian ini bukan karena kemampuan khusus ibu dalam mengurus KTP, melainkan karena kebijakan bupati yang baru."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun