Pak Khairul dikenal sebagai sosok yang sangat dihormati di kampungnya. Setiap hari Minggu pagi, dia selalu memberikan nasihat-nasihat berharga kepada warga kampung seusai sembahyang.
Tidak jarang, petuahnya panjang lebar dan diselipkan dengan ayat-ayat suci serta cerita-cerita inspiratif dari kitab agama. Suaranya yang lantang dan penuh keyakinan selalu berhasil menarik perhatian, meskipun sering kali membuat orang-orang merasa bersalah karena merasa tak mampu menjalankan segala nasihat yang disampaikannya.
"Kita sebagai manusia ini harus peduli kepada segala makhluk Allah. Bukan cuma manusia, tapi juga binatang!" begitulah salah satu wejangan khasnya.
"Kalau kita menyayangi hewan, insya Allah kita akan disayangi oleh Allah. Jangan abaikan hewan-hewan itu, mereka juga makhluk yang butuh kasih sayang, makan, dan perhatian!"
Tapi, anehnya, nasihat-nasihat itu kadang terdengar sangat ironis di telinga para tetangganya. Mengapa? Karena semua orang di kampung tahu bahwa ayam-ayam milik Pak Khairul adalah salah satu gangguan terbesar di kampung.
Setiap hari, ayam-ayam Pak Khairul berkeliaran tanpa kendali. Dari pagi buta hingga menjelang maghrib, mereka bebas berkeliaran, masuk ke kebun tetangga, mengais-ngais tanah, dan lebih parahnya lagi, sering meninggalkan "jejak" yang tak sedap di beranda rumah-rumah orang.
Bu Sumi, tetangga sebelah rumah Pak Khairul, adalah korban paling sering dari ulah ayam-ayam itu. Setiap pagi, sebelum sempat menyeruput kopi hangatnya, ia sudah mendapati pemandangan tidak mengenakkan: kotoran ayam yang berserakan di teras rumahnya.
Pernah suatu hari, ia bangun tidur dengan semangat untuk menyiram tanaman hias kesayangannya, hanya untuk menemukan tanahnya sudah diacak-acak habis oleh ayam-ayam itu. Ia pun menggerutu sendirian.
"Yah, ini ayam-ayam Pak Khairul lagi! Padahal, tiap pagi dia itu ceramah panjang lebar tentang peduli terhadap hewan, tapi ayam-ayamnya sendiri dibiarkan kelaparan sampai keluyuran ke sini!"
Pak Dullah, tetangga lainnya, juga tidak luput dari gangguan si ayam. Suatu pagi, ia melihat seekor ayam Pak Khairul dengan tenangnya duduk di atas atap mobilnya. Ayam itu tampak santai, seperti sedang menikmati pemandangan, namun tiba-tiba... plep!---ayam itu meninggalkan "oleh-oleh" di kaca depan mobil.