Mohon tunggu...
Yovinus
Yovinus Mohon Tunggu... Penulis - laki-laki

Hidup itu begitu indah, jadi jangan disia-siakan. Karena kehidupan adalah anugerah Tuhan yang paling sempurna bagi ciptaanNya

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Bu Tutik Sang Maha Benar

18 Oktober 2024   06:18 Diperbarui: 18 Oktober 2024   06:20 51
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Coba-coba? Ah, percuma!" cecar Bu Tutik, mengibaskan tangannya seperti sedang menyingkirkan lalat.

"Kalau nggak serius, mending nggak usah ngurus tanaman. Lihat aku, sibuk luar biasa, tapi lihat tuh taman depan rumahku! Hijau, subur, dan indah! Kamu di rumah terus, tapi kerjaanmu cuma nyiram tanaman yang setengah mati. Aduh, Bu Tati, kalau kamu butuh tips, bilang saja. Meskipun ya, entah kamu bisa paham atau nggak dengan penjelasan secerdas aku."

Bu Tati hanya bisa terdiam. Dia tahu bahwa melawan argumen Bu Tutik itu sama saja dengan mencoba menghentikan angin topan dengan payung. Tak ada gunanya. Jadi dia hanya mengangguk sambil terus menyiram tanamannya yang, entah kenapa, mendadak tampak semakin layu di hadapan Bu Tutik.

Suatu siang yang tenang, Pak Lurah yang sedang menikmati secangkir teh di kantornya mendadak dikagetkan oleh pintu yang dibuka lebar-lebar tanpa aba-aba. Siapa lagi kalau bukan Bu Tutik yang menerjang masuk, dengan langkah penuh percaya diri seperti sedang berjalan di atas karpet merah.

"Pak Lurah!" teriaknya tanpa basa-basi. "Ada sesuatu yang nggak beres di sini!"

Pak Lurah, yang sudah terlalu sering menghadapi warganya yang satu ini, mencoba tersenyum sabar. "Ada apa, Bu Tutik? Apa yang bisa saya bantu?"

Bu Tutik langsung duduk di kursi tamu, menyilangkan kaki, karena memakai celana panjang, tanpa aba-aba langsung melancarkan ceramahnya. "Saya baru lihat jadwal ronda, Pak Lurah, dan itu jelas-jelas nggak adil! Masa suami saya dapat giliran dua kali dalam sebulan? Padahal dia sibuk luar biasa! Mana sempat ronda-ronda di kampung?"

Pak Lurah mencoba menjelaskan, "Jadwal ronda ini sudah dibagi secara merata, Bu Tutik. Semua warga dapat giliran sesuai dengan jumlah penduduk..."

"Pak Lurah, kamu ini denger nggak sih? Suami aku beda dari warga yang lain! Kamu pikir suami Bu Tati ngapain aja? Cuma nongkrong di warung. Pak Udin? Ya ampun, kopinya aja salah terus. Tapi suami aku? Dia sibuk luar biasa! Dia itu, lho, orang penting. Kalau bukan dia, proyek pembanghunan jalan desa kemarin nggak bakal selesai. Dia tuh selalu punya ide brilian!"

Pak Lurah hanya bisa mengangguk-angguk, meskipun dalam hatinya ia ingin sekali melemparkan teh di cangkirnya ke arah Bu Tutik. Tapi ya, siapa yang bisa menghentikan Bu Tutik? Bahkan Sun Go Kong pun mungkin akan berpikir dua kali sebelum menantang logikanya.

Beberapa minggu kemudian, acara pernikahan anak tetangga, Bu Rani, menjadi momen paling ditunggu-tunggu di kota kecil itu. Namun, saat semua orang sibuk dengan persiapan, muncullah sosok Bu Tutik yang, tentu saja, siap mengatur segalanya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun