Mohon tunggu...
Yovinus
Yovinus Mohon Tunggu... Penulis - laki-laki

Hidup itu begitu indah, jadi jangan disia-siakan. Karena kehidupan adalah anugerah Tuhan yang paling sempurna bagi ciptaanNya

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Hubungan Terlarang Guru vs Murid di Gorontalo

29 September 2024   18:52 Diperbarui: 29 September 2024   18:56 229
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
youtube.com/TribunJatim Official

Relasi yang terjadi antara guru dan murid seharusnya didasarkan pada rasa hormat, bimbingan, serta profesionalisme. Ketika seorang guru terlibat dalam hubungan romantis atau seksual dengan muridnya, terjadi pelanggaran serius terhadap kepercayaan yang telah diberikan oleh murid, orang tua, serta masyarakat.

Etika profesi mengharuskan seorang guru untuk senantiasa menjaga integritas moral dan profesional dalam menjalankan tugasnya. Dalam kasus ini, hubungan terlarang yang terjadi menunjukkan adanya penyalahgunaan posisi otoritas, di mana guru menggunakan kekuasaan dan pengaruhnya untuk memanfaatkan murid yang masih berada dalam fase pencarian jati diri.

Hubungan semacam ini sangat rentan terhadap manipulasi, di mana murid, yang mungkin belum matang secara emosional, tidak mampu melihat dinamika relasi kuasa yang tidak setara tersebut.

Selain itu, dari perspektif psikologis, hubungan ini dapat menimbulkan dampak negatif bagi perkembangan mental dan emosional murid. Murid yang terlibat dalam hubungan semacam ini dapat mengalami kebingungan identitas, tekanan emosional, dan trauma yang mendalam.

Pada usia 16 tahun, seorang anak masih dalam tahap perkembangan, baik secara fisik maupun psikologis, sehingga hubungan semacam ini sangat rentan menimbulkan gangguan emosional jangka panjang.

Perlindungan Anak dalam Konteks Hukum

Undang-Undang Perlindungan Anak sangat jelas melarang segala bentuk kekerasan atau eksploitasi terhadap anak di bawah umur, termasuk dalam konteks hubungan romantis atau seksual.

Anak di bawah usia 18 tahun, seperti murid yang berusia 16 tahun dalam kasus ini, dianggap belum matang secara hukum untuk memberikan persetujuan yang sah terhadap hubungan semacam itu.

Ini berarti bahwa hubungan tersebut secara otomatis masuk dalam kategori pelanggaran hukum, meskipun mungkin terdapat kesan adanya persetujuan dari pihak anak.

Pengadilan dan lembaga hukum di Indonesia menempatkan perlindungan anak sebagai prioritas utama dalam menilai kasus-kasus seperti ini. Guru sebagai orang dewasa yang memiliki tanggung jawab moral dan hukum atas kesejahteraan murid, tidak dapat berlindung di balik alasan persetujuan dari pihak anak.

Dalam konteks ini, hukum memandang bahwa anak berada dalam posisi yang rentan dan perlu dilindungi dari tindakan yang dapat merugikan masa depannya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun