Mohon tunggu...
Yovinus
Yovinus Mohon Tunggu... Penulis - laki-laki

Hidup itu begitu indah, jadi jangan disia-siakan. Karena kehidupan adalah anugerah Tuhan yang paling sempurna bagi ciptaanNya

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Hubungan Terlarang Guru vs Murid di Gorontalo

29 September 2024   18:52 Diperbarui: 29 September 2024   18:56 205
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
youtube.com/TribunJatim Official

Hubungan antara guru dan murid di Indonesia selalu diwarnai oleh harapan moral yang tinggi, di mana seorang guru dipandang sebagai sosok pembimbing, pendidik, serta teladan bagi para siswa.

Namun, ketika relasi ini melampaui batas-batas profesionalisme dan etika, seperti terjadinya kasus hubungan terlarang antara guru dan murid, maka hal tersebut menimbulkan berbagai polemik di masyarakat.

Kasus yang baru-baru ini terjadi di Gorontalo, di mana seorang guru diduga terlibat dalam hubungan romantis dengan muridnya yang masih berusia 16 tahun, menjadi sorotan tajam dari berbagai sudut pandang, baik hukum, etika, maupun perlindungan anak.

Fenomena ini tidak hanya mencederai kepercayaan publik terhadap profesi guru, tetapi juga menuntut perhatian lebih dari pemerintah dan masyarakat luas. Dalam tulisan ini, akan dibahas secara mendalam hubungan terlarang tersebut dari perspektif hukum, etika, serta keterlibatan pemerintah, dilihat dari UUD 1945 dan aspek perlindungan anak.

Aspek Hukum dalam Kasus Hubungan Guru dan Murid

Dalam konteks hukum Indonesia, hubungan terlarang antara guru dan murid yang melibatkan anak di bawah umur, sebagaimana kasus yang terjadi di Gorontalo, sangat jelas bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.

Undang-Undang Perlindungan Anak No. 35 Tahun 2014 Pasal 76D menyebutkan bahwa setiap orang dilarang melakukan kekerasan atau ancaman kekerasan, memaksa, melakukan tipu muslihat, serangkaian kebohongan, atau membujuk anak untuk melakukan perbuatan cabul.

Sementara itu, Pasal 81 UU Perlindungan Anak mengatur bahwa setiap orang yang melakukan perbuatan cabul terhadap anak dapat diancam dengan hukuman penjara paling lama 15 tahun dan denda hingga 5 miliar rupiah.

Murid yang masih berusia 16 tahun dalam kasus ini jelas dikategorikan sebagai anak di bawah umur menurut hukum. Dengan demikian, meskipun hubungan tersebut mungkin tampak sukarela dari kedua belah pihak, secara hukum hubungan ini dapat dikategorikan sebagai bentuk kekerasan atau pemanfaatan anak, terutama karena adanya relasi kuasa yang timpang antara seorang guru dan murid.

Hubungan ini tidak hanya dapat dianggap sebagai pelanggaran pidana, tetapi juga sebagai pelanggaran terhadap kode etik profesi guru, yang menuntut setiap pendidik untuk menjaga integritas moralnya dan melindungi peserta didik.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun