Selain faktor ketidakmampuan beradaptasi, kesombongan juga menjadi alasan mengapa perusahaan-perusahaan besar bisa jatuh. Banyak perusahaan yang merasa sudah terlalu besar dan dominan, sehingga mereka tidak melihat perlunya untuk berubah atau merespons ancaman baru.
Rasa aman ini seringkali menciptakan resistensi terhadap perubahan, bahkan ketika perubahan tersebut sangat diperlukan.
Kodak: Kesombongan dalam Keberhasilan
Selain masalah adaptasi teknologi, Kodak juga terjebak dalam rasa aman yang dihasilkan dari dominasi pasar mereka. Pada puncak kejayaan mereka, Kodak sangat yakin bahwa film akan tetap menjadi standar dalam fotografi selama beberapa dekade mendatang.
Kesombongan ini membuat mereka lamban dalam mengadopsi teknologi digital, bahkan ketika pasar mulai beralih ke sana. Kodak merasa bahwa posisi dominan mereka akan selalu melindungi mereka dari disrupsi teknologi.
Sikap ini terbukti salah, dan ketika mereka akhirnya berusaha masuk ke pasar digital, kompetitor sudah terlalu jauh di depan.
Sony: Gagal Membaca Tren Pasar
Sony, yang terkenal dengan inovasi seperti Walkman, adalah pemimpin dalam teknologi konsumen pada akhir abad ke-20. Namun, kesombongan dalam keberhasilan juga menjadi bumerang bagi mereka.
Ketika teknologi musik beralih ke format digital, Sony, yang memiliki posisi kuat di industri musik dengan perusahaan rekaman mereka, Sony Music, gagal mengantisipasi tren ini dengan cepat.
iPod dan iTunes, yang diluncurkan oleh Apple, merubah cara orang mengonsumsi musik secara global, tetapi Sony tetap terpaku pada model lama mereka, dengan fokus pada media fisik dan penjualan album. Ini adalah contoh lain di mana kesombongan terhadap keberhasilan masa lalu menahan perusahaan untuk maju.
Nokia: Terlalu Percaya Diri dengan Symbian