Siswa tidak lagi diharuskan mengikuti satu pendekatan yang seragam, tetapi dapat memilih dan mengembangkan keterampilan berdasarkan minat dan kebutuhan mereka.
P5 juga berperan penting dalam penguatan karakter siswa. Di tengah tantangan globalisasi dan perkembangan teknologi, pembelajaran yang berorientasi pada karakter menjadi sangat penting.
Dengan mengintegrasikan nilai-nilai Pancasila, P5 membantu siswa untuk lebih memahami identitas nasional mereka, memupuk semangat toleransi, gotong royong, dan tanggung jawab sosial.
Pendekatan berbasis proyek ini juga memungkinkan siswa untuk belajar secara lebih praktis dan kontekstual, yang pada akhirnya dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis dan kreatif.
Meskipun pada praktiknya siswa-siswi justru merasa terbebani, karena ada waktu tambahan dan biaya tambahan yang harus mereka siapkan untuk menjalani program ini, belum lagi keselamatan mereka selama bepergian keluar.
Kekurangan P5 dan Merdeka Belajar
Namun, di balik kelebihannya, P5 dan Merdeka Belajar juga menghadapi sejumlah tantangan. Salah satu kelemahan terbesar adalah ketidaksiapan infrastruktur dan sumber daya manusia di banyak sekolah.
Tidak semua sekolah memiliki sumber daya yang memadai untuk menerapkan pendekatan berbasis proyek yang memerlukan perencanaan dan dukungan logistik yang baik.
Banyak guru yang juga belum mendapatkan pelatihan yang cukup dalam menerapkan pendekatan ini, sehingga implementasinya menjadi kurang optimal.
Selain itu, evaluasi terhadap pencapaian siswa dalam P5 yang bersifat kualitatif seringkali sulit diukur secara objektif. Berbeda dengan penilaian akademis yang terukur melalui angka, penilaian karakter dan kompetensi memerlukan pendekatan yang lebih holistik, yang belum sepenuhnya matang dalam sistem pendidikan Indonesia.
Keterbatasan waktu dan kurikulum yang padat juga menjadi tantangan lain, karena tidak semua sekolah dapat mengalokasikan waktu yang cukup untuk kegiatan proyek tanpa mengorbankan pembelajaran akademis.