Kekhawatiran Terhadap Kenaikan Kelas dan Kelulusan Otomatis
Namun, di balik niat baik kebijakan ini, muncul kekhawatiran yang dirasakan oleh banyak orang tua dan pendidik.
Seperti yang digambarkan dalam kisah seorang orang tua yang mengikuti pertemuan sekolah anaknya, terdapat kepala sekolah yang dengan bangga menyatakan bahwa semua siswa akan naik kelas dan lulus, terlepas dari kemampuan akademis mereka.
Pernyataan semacam ini tentu memicu kekhawatiran bahwa tidak adanya standar kelulusan yang ketat dapat menyebabkan penurunan kualitas pendidikan. Sehingga siswa dan siswi tidak terpacu untuk belajar, hasilnya mereka tidak tahu apa-apa.
Sehingga ketika di tanya pulau apa yang terbsar di Indonesia, mereka kebanyakan kalau tidak Jawa ya bali. Kan sungguh lucu sekali, pengetahuan sangat sederhana begitu saja level SMA pun tidak tahu.
Salah satu kritik utama terhadap kebijakan ini adalah bahwa sistem pendidikan yang tidak membedakan prestasi siswa dapat menurunkan motivasi belajar. Dalam dunia kompetitif, penghargaan terhadap prestasi merupakan salah satu pendorong penting bagi siswa untuk terus meningkatkan kemampuan dan pengetahuannya.
Masalah tidak semuanya biasa juara satu, itu memang lumrah. Toh kita tahu semua, bahwa peringkat pertama itu biasanya hanya satu orang. Kan mustahil semua anak satu kelas itu peringkat satu semua?
Ketika semua siswa diperlakukan sama, tanpa memandang seberapa baik mereka dalam pelajaran, ada risiko bahwa semangat belajar akan menurun. Dalam sebuah kompetisi olahraga seperti sepak bola, MotoGP, atau bulu tangkis, hasil akhir berupa penentuan pemenang adalah bagian yang esensial dari permainan.
Tanpa adanya pemenang, kompetisi kehilangan esensinya, dan para atlet tidak memiliki motivasi untuk terus memperbaiki diri dan mencapai tujuan. Dalam konteks pendidikan, tanpa adanya standar penilaian yang jelas, siswa-siswi mungkin kehilangan orientasi tentang pentingnya kerja keras dan pencapaian akademis.
Fenomena Buta Aksara di Tingkat SMP
Lebih lanjut, ada kekhawatiran nyata bahwa kebijakan kelulusan otomatis dapat menghasilkan siswa yang tidak siap secara akademis untuk jenjang pendidikan yang lebih tinggi.