Mohon tunggu...
Yovinus
Yovinus Mohon Tunggu... Penulis - laki-laki

Hidup itu begitu indah, jadi jangan disia-siakan. Karena kehidupan adalah anugerah Tuhan yang paling sempurna bagi ciptaanNya

Selanjutnya

Tutup

Bahasa Pilihan

Wacana Penghapusan Huruf V

3 September 2024   07:23 Diperbarui: 3 September 2024   07:31 23
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Suku-suku ini memiliki beberapa kata yang jelas mengandung bunyi "V", dan mereka mengucapkannya dengan sangat mirip dengan cara pengucapan di negara-negara Barat.

Misalnya, dalam bahasa Uut Danum, kata "bavik" berarti perempuan. Dalam kata ini, "v" diucapkan dengan getaran lembut pada pita suara, persis seperti pengucapan "v" dalam bahasa Inggris.

Kata "muvuh," yang berarti pionir, juga menunjukkan pengucapan "v" yang sangat berbeda dengan "f." Lebih lanjut, kata "lovosch," yang berarti meredup, dan "kavusch," yang berarti panu, juga memiliki karakteristik fonetik yang sama, menunjukkan keberadaan dan pentingnya huruf "V" dalam bahasa mereka.

Keunikan ini menandakan bahwa sebenarnya huruf "V" bukanlah sesuatu yang asing dalam konteks fonetik Asia, khususnya Indonesia. Suku-suku Dayak seperti Uut Danum dan Apo Kayaan, dengan keahlian mereka dalam pengucapan yang sangat tepat, menunjukkan bahwa huruf "V" memiliki tempat yang sah dalam keragaman linguistik Indonesia.

Mereka tidak hanya mempertahankan bunyi ini dalam bahasa sehari-hari mereka, tetapi juga menunjukkan bahwa pengucapan mereka terhadap huruf "V" sama baiknya dengan pengucapan di negara-negara Barat.

Jika kita melihat lebih jauh, keberadaan bunyi "V" dalam bahasa-bahasa suku Dayak ini bisa jadi menunjukkan jejak-jejak sejarah dan interaksi budaya yang sangat tua. Ada kemungkinan bahwa bunyi ini adalah warisan dari interaksi antara nenek moyang mereka dengan pedagang atau penjelajah dari belahan dunia lain yang menggunakan bahasa dengan bunyi "V" yang dominan.

Misalnya, perdagangan maritim kuno yang melibatkan pedagang dari India, Persia, atau bahkan Romawi, bisa jadi menjadi alasan mengapa bunyi ini ada dan tetap lestari di sebagian wilayah Kalimantan.

Lebih lanjut, kemampuan masyarakat Uut Danum dan Apo Kayaan dalam melafalkan "V" juga mengingatkan kita bahwa bahasa tidak pernah statis; ia senantiasa berkembang dan dipengaruhi oleh banyak faktor, baik internal maupun eksternal.

Seiring dengan itu, penting untuk diingat bahwa meskipun ada upaya dari beberapa pihak untuk menyeragamkan bahasa, kita tidak boleh mengabaikan keragaman dan keunikan lokal yang ada. Bahasa adalah refleksi dari masyarakat yang menggunakannya, dan oleh karena itu, ia harus dibiarkan berkembang sesuai dengan dinamika masyarakat tersebut.

Namun, di luar alasan-alasan sejarah dan budaya, keberadaan bunyi "V" ini juga menantang asumsi yang mungkin terlalu simplistis bahwa pengucapan tertentu tidak mungkin ada di Asia, khususnya di Indonesia.

Pandangan ini memperlihatkan kecenderungan untuk meremehkan keragaman linguistik di wilayah ini. Justru dengan mengakui adanya variasi ini, kita dapat lebih menghargai kekayaan budaya dan bahasa Indonesia, serta lebih terbuka terhadap perbedaan yang ada.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun