Perlu diketahui bersama, bahwa tugas Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia (MKRI) adalah berwenang menguji undang-undang terhadap UUD 1945, menyelesaikan sengketa lembaga negara, memutuskan pembubaran partai politik, menyelesaikan sengketa Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU), dan memberikan pendapat apabila MPR beranggapan bahwa Presiden/Wakil Presiden melakukan pelanggaran (impeachment).
Hingga awal tahun 2023, terdapat beberapa catatan khusus dari masyarakat terkait Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia(MKRI) di Indonesia. Berikut adalah beberapa catatan yang sering dibahas:
Penanganan Sengketa Pemilu: Salah satu tugas utama MKRI adalah menangani sengketa hasil pemilihan umum, termasuk pemilihan presiden, gubernur, dan legislatif. Beberapa sengketa pemilu yang diajukan ke MKRI pada tahun 2019, misalnya, menimbulkan kontroversi dan memicu reaksi dari berbagai pihak. Masyarakat mengawasi keputusan MKRI terkait sengketa pemilu dengan sangat cermat.
Meskipun sebenarnya sengketa ini bukan di lakukan oleh satu pihak saja, tetapi semua pihak bermain. Akhirnya maling teriak maling dan merasa menjadi korban, tetapi sebenarnya di bawah dia bermain juga hanya saja menuduh orang lain yang bermain.
Putusan yang Kontroversial: MKRI terkadang mengeluarkan putusan yang kontroversial dan memicu perdebatan di masyarakat. Misalnya, pada tahun 2017, MKRI mengeluarkan putusan yang membatasi kegiatan Masyarakat Anti Korupsi (MAKI) dalam mengajukan gugatan ke MKRI terkait korupsi. Putusan ini menuai kritik dari beberapa pihak yang berpendapat bahwa pembatasan ini dapat mempengaruhi upaya pemberantasan korupsi.
Karena dengan adanya pembatasan ini, maka mengurangi masyarakat melaporkan kegiatan yang dianggapnya korupsi sementara keputusan pihak berwenang di bawah MKRI kurang memuaskan atau di sinyalir sudah adanya campur tangan.
Kredibilitas dan Independensi: Masyarakat memperhatikan kredibilitas dan independensi MKRI dalam menjalankan fungsi konstitusionalnya. Pemilihan hakim MKRI yang dilakukan oleh lembaga eksekutif dan legislatif terkadang memicu kekhawatiran tentang independensi MKRI. Beberapa kritikus berpendapat bahwa pengaruh politik dapat mempengaruhi keputusan MKRI.
Sebaiknya di bentuk dewan pakar yang akan memilih Hakim MKRI, agar dia betul-betul berkompeten tetapi berintegritas. Lepas dari pengaruh-pengaruh karena rasa terima kasih sebab telah di pilih.
Perluasan Wewenang: Beberapa catatan masyarakat juga berkaitan dengan perluasan wewenang MKRI. MKRI telah menerima tugas tambahan dalam beberapa tahun terakhir, termasuk penyelesaian sengketa kepemilikan tanah adat dan sengketa antara lembaga negara. Beberapa pihak berpendapat bahwa perluasan ini dapat membebani MKRI dan mempengaruhi kinerjanya.
Seharusnya MKRI Kembali kepada fitrahnya, agar dia bisa fokus. Biarlah urusan lain menjadi urusan Lembaga lainnya.
Transparansi dan Aksesibilitas: Masyarakat juga mengharapkan MKRI untuk menjadi lebih transparan dan aksesibel. Beberapa proses di MKRI masih terbatas dalam hal publikasi putusan, informasi tentang proses pengambilan keputusan, dan aksesibilitas bagi masyarakat umum.
Catatan yang paling mengerikan adalah dalam Kasus Akil Mochtar merupakan salah satu kasus yang melibatkan mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia(MKRI) Indonesia. Akil Mochtar adalah hakim MKRI yang ditangkap pada tahun 2013 atas dugaan kasus suap terkait dengan pengaturan hasil sengketa Pilkada.
Kasus ini mencuat ketika Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan operasi tangkap tangan terhadap Akil Mochtar di sebuah hotel di Jakarta. Dalam operasi tersebut, KPK menemukan sejumlah bukti dan uang suap yang diduga diterima oleh Akil Mochtar dalam pertukaran janji pengaturan hasil sengketa Pilkada di MKRI.
Setelah penangkapan, Akil Mochtar menjalani proses hukum yang melibatkan penyidikan, penuntutan, dan persidangan. Dia dinyatakan bersalah atas tindak pidana korupsi oleh Pengadilan Tipikor pada tahun 2014. Akil Mochtar kemudian divonis dengan hukuman penjara selama enam tahun dan denda sebesar satu miliar rupiah.
Kasus Akil Mochtar menjadi sorotan publik yang mengguncang dunia peradilan di Indonesia. Kasus tersebut menyoroti pentingnya menjaga independensi dan integritas lembaga peradilan, serta perlunya pemberantasan korupsi dalam sistem peradilan.
Kasus ini penulis ingat betul, karena beliau merupakan salah satu tokoh yang di undang oleh KPU Provinsi Kalimantan Barat untuk memberikan kami anggota KPU Kabupaten pembekalan di kala menjadi anggota KPU Kab-Kota Periode kedua sebelum kami menjalankan tugas.
Penting untuk dicatat bahwa catatan ini mewakili pandangan umum dari masyarakat, dan terdapat variasi pendapat di antara berbagai kelompok dan individu terkait dengan MKRI. Selain itu, catatan ini juga mencakup hingga awal tahun 2023, dan perubahan atau perkembangan selanjutnya mungkin telah terjadi setelahnya.
Masyarakat memiliki beragam harapan terhadap Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia(MKRI) ke depannya. Beberapa harapan yang umum diungkapkan adalah sebagai berikut:
Independensi yang Tinggi: Masyarakat menginginkan MKRI tetap menjaga independensinya sebagai lembaga peradilan yang bebas dari pengaruh politik dan tekanan eksternal. Harapannya adalah agar MKRI dapat mengambil keputusan yang benar-benar adil berdasarkan hukum dan konstitusi tanpa adanya intervensi atau tekanan dari pihak manapun juga meskipun katakanlah itu adalah tekanan ayahnya.
Transparansi dan Akuntabilitas: Masyarakat berharap MKRI menjadi lebih transparan dalam proses pengambilan keputusan dan publikasi putusan. Proses yang lebih terbuka dan akuntabel akan memperkuat kepercayaan masyarakat terhadap MKRI serta memungkinkan pemahaman yang lebih baik tentang pertimbangan hukum yang digunakan dalam setiap keputusan.
Kualitas Keputusan yang Konsisten: Masyarakat mengharapkan MKRI untuk menghasilkan keputusan yang konsisten dan dapat diprediksi. Keputusan yang konsisten akan memberikan kepastian hukum bagi masyarakat, pengambil kebijakan, dan pelaku bisnis. Masyarakat ingin melihat penegakan hukum yang adil dan merata dalam semua perkara yang diajukan ke MKRI.
Perlindungan Hak Asasi Manusia: MKRI memiliki peran penting dalam melindungi hak-hak asasi manusia yang dijamin oleh konstitusi. Masyarakat berharap MKRI secara aktif memperhatikan dan memastikan perlindungan hak-hak asasi manusia dalam putusan-putusannya, termasuk hak-hak minoritas, hak-hak perempuan, hak-hak LGBT+, dan hak-hak individu lainnya.
Efisiensi dan Cepatnya Penyelesaian Sengketa: Masyarakat mengharapkan MKRI untuk dapat menyelesaikan sengketa dengan cepat dan efisien. Proses yang lambat dapat menghambat keadilan dan mempengaruhi kepercayaan masyarakat terhadap lembaga peradilan. MKRI perlu menjaga efisiensi dan melakukan upaya untuk mempercepat penyelesaian perkara.
Aksesibilitas dan Pemberdayaan Masyarakat: Masyarakat berharap agar MKRI menjadi lebih aksesibel bagi masyarakat umum. Informasi tentang proses pengajuan gugatan, tata cara berperkara, dan mekanisme penyelesaian sengketa di MKRI perlu dipermudah dan dijelaskan secara terbuka agar masyarakat dapat memahami dan mengaksesnya. Pemberdayaan masyarakat dalam memahami hak-hak konstitusional mereka juga menjadi harapan penting.
Penting untuk dicatat bahwa harapan-harapan ini mencerminkan aspirasi umum masyarakat terhadap MKRI, namun mungkin terdapat perbedaan dalam hal prioritas dan penekanan dari berbagai kelompok atau individu dalam masyarakat.
Keputusan MKRI bersifat final dan mengikat dan juga di anggap keputusan Tuhan, karena tingkatnya sangat tinggi dan sudah terakhir. Jadi setelah diputuskan oleh MKRI maka tidak ada gugatan lagi di persidangan lain, yang merupakan Lembaga di bawahnya dalam bidang hukum.
Sehingga diharapkan para hakim yang duduk di MKRI betul-betul berintegritas dan tidak pandang bulu, tetapi memberikan keputusan hanya berdasarkan perundang-undangan dan hukum yang berlaku untuk umum.
Karena kalau para hakim MKRI yang dianggap harapan terakhir masyarakat dalam hal kewenangannya lalu berbuat yang tidak adil, lalu ke mana lagi masyarakat mau berharap akan keadilan?
Sedikit saran, dalam hal ini MKRI perlu hati-hati dengan para pengusaha yang tidak pernah peduli akan kerusakan alam dan kepentingan masyarakat kecil, diharapkan keputusan MKRI betul-betul adil dan berintegritas.
Selain itu juga, sebaiknya khusus kepada orang yang menuntut dan di tuntut di halaman MKRI tempatnya di pisahkan, karena hal ini untuk menghindari hal-hal yang tidak di inginkan. Jangan disatukan seperti yang pernah saya alami, karena sungguh berbahaya.
***
Penulis: Drs. Yovinus, M. Pd.
Pernah bekerja di PT. BRU Group, PT. Lyman Group, NGO Dayakology, Anggota KPU Kabupaten Melawi Dua Periode, serta sekarang sebagai dosen Bahasa Inggris di UT Indonesia khusus Kabupaten Melawi.
***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H