"Tak perlu meninggalkan kota ini kawan. Bahannya beserta apa yang harus kamu lakukan kukirimkan kesini. Bagaimana?"
"Bagaimana ya?" Desah Jonathan masih ragu.
"Jangan khawatirkan bayarannya. Tanda tangani perjanjiannya, dan dua ratus juta untukmu. Bagaimana?"
Jonathan terdiam. Dia bekerja tanpa meninggalkan kotanya. Dan bayarannya dua ratus juta. Dari mana dapat uang sebesar itu? Lebih dari cukup untuk menyekolahkan anak-anaknya sampai tamat SLTA dan bahkan untuk kuliah di universitas negeri.
"OK lah. Asalkan bukan angin surga saja." Desisnya lemah. Karena tawaran itu sungguh menarik.
"Ha. Ha. Ha. Itu baru kawan." Seru Robert seraya mengulurkan tangan menyalami kawannya ini. "Persekot sepuluh persen bisa kuberikan sekarang." Katanya seraya meraih tas hitam yang dibawanya tadi. Dia lalu mengeluarkan dua kelompok uang angka seratusan ribu rupiah dan beberapa lembar kertas bertulis.
"Dua puluh juta kamu terima dulu. Baca perjanjiannya dan kalau  OK, tanda tangani itu dan juga kwitansinya." Kata Robert seraya menyerahkan lembaran-lembaran kertas perjanjian, kwitansi dan dua tumpuk uang nominal dua puluh juta rupiah di atas meja.
Jonathan lalu membaca Surat Perjanjiannya. Aman. Lalu menanda tanganinya serta kwitansinya. Uang itu di hitung dan lalu menyerahkannya kepada isterinya. Robert memasukan surat-surat dan kwitansi yang sudah ditanda oleh Jonathan. Dan copynya diberikan kepada Jonathan.
"Saya harus pulang malam ini juga." Jelas Robert. "Nih, Notebook ini kupinjamkan. Apakah masih ingat cara memakainya?" Goda Robert sambil menyerahkan sebuah Notebook Acer Ferrari kepada Jonathan.
"Sialan kamu." Balas Jonathan seraya menggelitik kawannya.
"Oh, ya. Aku pulang malam ini juga."