"Nah. Waktu itu kita hanya mendapat uang gaji saja, sementara ongkos perjalanan dan fasilitas pun kita harus bertengkar untuk memintanya. Dan setelah setahun meneliti keluar masuk hutan, kita pulang dan kamu masuk rumah sakit sementara saya terkena malaria. Lalu apa yang diperoleh mereka yang hanya duduk di kantor? Masing-masing mereka mampu membeli mobil dan bahkan direktur kita mampu mendirikan rumah dengan budget miliran rupiah. Aku mengkritik keras. Dan kamu tahu akibatnya? Aku diberhentikan tidak dengan hormat, dengan alasan kita kelebihan orang sementara volume kerja sedikit."
Robert manggut-manggut. Dia juga ingat betul bagaimana kerasnya kritikan Jonathan waktu itu. Tetapi mereka semua tidak ada yang berani mendukungnya, karena mereka takut kehilangan pekerjaan. Tidak ada mereka yang berani menjadi pahlawan kesiangan. Sehingga Jonathan berjuang sendiri, padahal apa yang dia sampaikan sesungguhnya aspirasi mereka semua. Ada terlintas rasa bersalah dalam benak Robert, tapi toh semuanya sudah jadi bubur.
"Lalu aku pulang ke sini, ke kota tempat pertama kali aku mengenal mantan pacarku ini." Kata Jonathan seraya melirik isterinya. "Aku memulai hidup di sini, tanpa tabungan, tanpa pekerjaan, tanpa harta benda. Sementara isteriku sedang berbadan dua. Untungnya aku masih punya sebuah sepeda motor, meskipun masih kreditan. Aku lalu keluar masuk kampung disekitar sini, mengumpulkan karet, menjual bawang putih dan bahkan terkadang sebagai pengojek, hanya untuk sekedar menyambung hidup."
"Tapi yang pentingkan semuanya sudah lewat." Celetuk Robert terharu. Tak disangkanya begitu berat derita dan perjuangan kawannya ini.
Jonathan tersenyum, sepertinya rasa sedihnya yang sempat muncul kepermukaan tadi sudah menguap. "Untuk sekarang ya. Tapi sampai ke situasi sekarang ini, sangat panjang jalan yang kulalui."
"Oh, ya?"
"Betul. Bahkan cukup menyakitkan. Banyak cerita, tapi kutambahkan beberapa saja." Lanjut Jonathan.. "Pernah saya ikut diundang menghadiri rapat tentang minyak tanah yang sering lenyap dari pasaran. Kalaupun ada maka harganya bisa dua puluh kali lipat."
"Lalu bagaimana hasilnya?"
"Saya adalah yang paling keras berbicara. Kebetulan ada beberapa anggota dewan juga yang menghadirinya. Sebagai rakyat yang mengharapkan mereka menyerap aspirasi kita, saya berbicara habis-habisan. Kamu bisa menduga apa yang terjadi?" Tanya Jonathan sambil menjemput beberapa potong kue kering. Robert hanya menggelengkan kepalanya.
"Satu tahun sejak itu saya tidak bisa membeli minyak tanah, jawabannya minyak tanah kosong. Jadi selama setahun itu saya terpaksa memasak dengan kayu bakar"
"Walah-walah. Mengapa sampai begitu?"