"Rupanya sembilan puluh persen anggota Dewan kabupaten ini berjualan BBM, meskipun banyak yang bukan atas nama mereka." Jelas Jonathan sambil tertawa.
"Tapi bagaimana para pekerja kios BBM itu bisa tahu jika kamu yang mengkritik keras?"
"Inikan kota kecil kawan, tinggal mereka tempel saja poto saya di kios mereka." Jelas Jonathan sambil tertawa.
Robert pun ikut tertawa. "Lucu juga, ya. Tapi kamu tidak sakit hati?"
"Sakit hati? Jelas dong. Tapi apa yang bisa saya lakukan. Saya seorang diri, mana mungkin saya melawan tirani itu sendirian?"
Robert kembali menggeleng-gelengkan kepala. Dia heran juga sepertinya semua kemalangan harus dihadapi oleh kawannya ini.
"Sebenarnya, aku baru enam tahun pindah ke sini. Dulunya aku tinggal di pusat kota kecil ini." Sambung Jonathan lagi membuyarkan lamunan Robert.
"Oh ya. Lalu rumah itu masih di sana?"
"Masih. Tapi pemiliknya sudah orang lain?"
"Ya?" Desah Robert menunggu lanjutannya.
"Kujual murah. Bahkan sangat murah. Ceritanya, ketika itu disekitar tempat tinggal kami banyak yang memelihara babi dan ayam ras. Para tetangga pada komplain dengan baunya. Akhirnya kami sepakat untuk melaporkan hal itu kepada pemerintah. Dan lagi-lagi saya yang dipercayakan untuk memimpin."