Informasi terakhir yang diperolehnya, di kota kecil inilah kawan baiknya berdomisili. Semenjak di pecat dari LSM tempat mereka bekerja, dia pulang ke kota ini. Sementara Robert berangkat study ke Hawaii sampai meraih gelar Ph.D. Robert perlu sobatnya ini, karena sangat ahli mendengarkan nuansa bahasa daerah. Bahkan dia digelari bertelinga emas, karena sering menambah acuan baru bagi International Phonetich Alphabet.
Setelah bertanya ke sana-kemari tentang alamat kawannya, akhirnya Robert tahu akan keberadaannya. Dia lalu menitipkan mobilnya di Wisma Prona dan naik Ojek kurang lebih 15 menit dan setelah itu si pengendara Ojek yang kebetulan sangat mengenal Jonathan kawannya itu, mengantarnya berjalan kaki lagi selama 45 menit ke arah tepian hutan.
 "Mimpi apa kamu jauh-jauh datang ke pondok ku ini?" Tanya Jonathan, seraya mengulurkan tangannya menyalami Robert. Kedua kawan karib yang sudah sepuluh tahun tak pernah bertemu ini berjabatan tangan begitu erat sampai bergoyang-goyang,
Pada saat itu seorang wanita paruh baya keluar dan melemparkan senyum ke arah tamu Jonathan. "Wah, kami kedatangan tamu agung rupanya. "Pasti S-3 nya sudah selesai, ya?" Celetuk isteri Jonathan.
"Aah. Itu hanya gelar doang. Tapi kawan saya ini biarpun cuma S- 1 tetapi otaknya melebihi S-3." Â Seloroh Robert tak kalah seru.
Jonathan hanya tersenyum saja mendengar percakapan isterinya dan kawannya. "Mau duduk di luar atau di dalam?" Tawar Jonathan.
"Aku mau masuk saja..." Jawab Robert. "Delapan jam menjalani bekas perang dunia kedua, cukup capek juga rasanya. Katanya melukiskan beratnya perjalanan melewati jalan yang sangat rusak.
Jonathan hanya tersenyum saja. Sikap kawannya ini membuat Robert keheranan, karena itu bukan kebiasaannya. Biasanya dia langsung berkomentar dengan keras dan melontarkan kritikan di sana-sini.Â
Robert juga semakin keheranan, karena di setiap sisi dinding rumah kawannya terdapat tulisan; "Jaga mulutmu. Mulutmu adalah harimaumu!"
"Tulisan itu bukan untuk tamu...!" Jelas Jonathan tanpa di tanya, ketika melihat kawannya terpaku di situ. "Aku berani menulisnya di dinding, karena hampir tak ada tamu ke sini."
Isteri Jonathan segera menyiapkan teh hangat untuk mereka dan sekaleng kue kering. Cukup lama mereka ngalur ngidul sana-sini, akhirnya percakapan mereka terfokus pada tulisan di dinding.