Mohon tunggu...
Mentari ELart
Mentari ELart Mohon Tunggu... Administrasi - ..perempuan Indonesia

tinggal dan bekerja di Jerman.

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup

Walau Tidak Punya Duit, Tetap Jangan Pelit.

7 Oktober 2015   20:53 Diperbarui: 7 Oktober 2015   20:53 216
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

 

Teman sekantor saya baru pulang dari Indonesia, setelah delapan tahun tidak pulang ke Indonesia. Sebenarnya dia ingin pulang sebelum Lebaran, supaya bisa ikut berlebaran bersama keluarga yang hanya tinggal beberapa.

Menurut ceritanya, selama delapan tahun tidak pulang ke Indonesia sudah banyak teman, sahabat, dan kerabat yang meninggal. Jadi kalau bisa lebaran tahun ini ingin dirayakan di Indonesia, mumpung masih hidup. Kalau di tunda-tunda lagi, siapa tahu sudah terlambat, entah di sana yang meninggal, entah yang di sini. Demikian katanya.

Lalu, sejak sebelum puasa dimulailah masa pencarian tiket pesawat murah, Hamburg-Jakarta. Tiap hari memantau harga tiket pesawat. Kalau Hamburg-Jakarta terlalu mahal, Hamburg-Singapore juga tidak apa-apa, katanya. Nanti dari Singapore tinggal cari tiket Airasia ke Jakarta.

Dua hari sebelum Lebaran teman saya ini sudah tidak ke kantor, cuti. Pulang kampung kah? Wah, ikut senang.  

Eh tidak tahunya, pas Lebaran  teman saya ini datang ke kantor. Loh kok? Katanya mau pulang kampung? Katanya mau berlebaran bersama kerabat di Indonesia?

Ternyata, karena harga tiket pewatnya masih terlalu mahal, rencana pulang kampungnya ditunda sebentar sambil menunggu tiket pesawat agak murah. Waduh, kasihan.

Singkat cerita akhirnya teman kantor saya ini pulang kampung juga ke Indonesia, tapi setelah lebaran.

Ketika kembali lagi ke Jerman, ia tidak langsung ke rumahnya, tapi ke kantor. Kebetulan kantor kami dekat bandara.

Dan ketika tiba di kantor, salah satu yang langsung ditemuinya adalah saya, bukan apa-apa, karena saya punya titipan tertentu, hehehe.

„Bu,  maaf batiknya tidak sempat saya belikan, karena bagasi saya sudah overload, kelebihan muatan, seharusnya sekian kilogram, bagasi saya sampai sekian kilogram…bla..bla..bla…“ ceritanya panjang lebar.

„Iya, tak apa-apa, yang penting sudah kembali ke sini dengan selamat, semua sehat“ kata saya.

Tapi tak lama kemudian rekan kerja saya ini datang lagi ke ruangan saya sambil membawa kantong kain berisi oleh-oleh, dan bukan hanya diberikan kepada saya, tapi kepada seluruh pegawai di kantor ini.

Pantas saja jadi overload, pikir saya.

Mau tahu isi kantong oleh-olehnya apa? Isinya adalah tempe, mangga harum manis  dan kopi kapal api. Makanan dan minuman yang kelihatannya sederhana, tapi buat kami yang tinggal jauh dari tanah air sungguh membuat terharu..

Ketika pulang, saya berjalan bersamanya keluar dari kantor. Dengan ransel di pundak dan koper yang tampak ringan ditarik di belakangnya. Saya tanya, kopernya kok kelihatan ringan, ada isinya tidak sih? Jawabnya: tidak, sudah kosong. Isinya hanya oleh-oleh yang sudah habis dibagikan ke semua orang.

Ia tampak lelah, tapi bahagia.

Beberapa tahun yang lalu, ketika saya masih menjadi guru di Jakarta, Hal yang hampir mirip pernah terjadi. Tentang oleh-oleh juga.

Ketika menjadi guru saat itu, saya juga menjadi anggota pemerhati, salah satu tugas saya membuat kartu ucapan, atau menyiapkan kado, atau angpau, atau beli kue, atau apapun itu untuk berbagai kesempatan baik suka maupun duka.

Kebetulan saat itu menjelang hari raya juga, saya seperti biasanya berkeliling dari satu orang ke orang lain untuk meminta Persembahan Kasih, sumbangan sukarela demikian istilahnya, untuk diberikan kepada para petugas kebersihan dan satpam di sekolah yang kebetulan akan pulang kampung untuk merayakan Hari Raya.

Tapi beberapa orang mengeluh, mereka keberatan untuk memberikan  uang persembahan kasih itu. Dengan alasan para petugas kebersihan dan satpam sudah menerima THR dari Yayasan, jadi buat apa lagi kami harus mengumpulkan uang extra?

Sebenernya saya agak sebel juga sama teman saya yang satu ini. Padahal kalau untuk biaya salon, tas atau pakaian bisa menghambur-hamburkan gaji sebulan. Lah kok, memberi hanya sekian saja pelitnya bukan main.   

Selesai libur sekolah, selesai Hari Raya, petugas kebersihan dan satpam sudah kembali dari kampung halamannya. Kembali bekerja.

Dan masing-masing dari kami, termasuk teman saya yang suka complain itu, menerima kantong plastik besar berisi  berbagai macam krupuk, rempeyek, dan kue-kue khas hari raya. 

Penasaran, saya datang ke gudang tempat mereka tidur. Sebenarnya bukan gudang, ini kamar kecil tempat mereka tidur, tapi karena penuh dengan barang-barang maka saya anggap gudang.

Di gudang itu saya lihat ada dua karung besar penuh dengan oleh-oleh, ya oleh-oleh yang dibagikan untuk kami. Ketika saya tanya, habis berapa untuk beli oleh-olehnya, katanya tidak bayar. Semua gratis dari mbah dan saudara-saudara serta kerabatnya di kampung. Hanya untuk bawanya ke Jakarta yang agak repot, begitu katanya.

Luar biasa memang teman-teman saya ini, dengan gaji lebih kecil, mereka bisa belajar memberi lebih besar.  

Dan saya hanya bisa terharu. 

 

******

 

 

 

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun