“Baiklah, Qyo. Sesuai dengan pendapat Palipap, dengan ini kuserahkan tugas menaburkan serbuksari kepadamu. Semoga kau dapat menjalankan tugas ini dengan baik.”
“Terima kasih Putri Shya, akan kujalankan tugas ini dengan baik dan dengan sepenuh hatiku.” Qyo mohon ijin undur diri lalu melesat pergi.
Di salah satu sudut, Rhu, peri muda itu memandang Palipap dan Putri Shya dengan wajah kecewa. Dia pergi diam-diam dalam kesunyian yang janggal. Palipap bergegas mengejarnya.
- - - - -
“Rhu!” seru Palipap.
Peri muda itu duduk di sebuah batu di pinggiran sungai. Udara terasa dingin menggigit tapi Rhu tidak menghiraukannya. Sebulir mutiara bening menyembul di sudut matanya. Dadanya terasa sesak.
“Apa kau kecewa dengan keputusanku, Rhu?” Palipap meremas bahu peri muda itu.
Rhu mendengus.
“Aku tahu kau bisa melakukannya. Menjadi Penabur Serbuk Sari. Aku tahu kau menginginkannya lebih dari apapun. Tapi aku tidak memberikan jawaban yang kau inginkan, bukan? Apa kau tahu apa alasanku?” suara gemerisik dedaun disapa angin seakan merentang jarak antara Palipap dan Rhu.
“Qyo, peri tua itu..”
“Aku ingin menjadi sepertimu, Palipap...” Rhu berkata lirih, “Aku ingin menjadi Penabur Serbuk Sari seperti dirimu. Aku..” Rhu tidak melanjutkan kalimatnya.