“Ya ampun, Tuc. Kecilkan suaramu. Mengapa Putri Shya memangilku? Apakah ada sesuatu yang penting?” tanya Palipap heran.
“Rhu dan Qyo. Mereka bertengkar tentang siapa yang akan menjadi seorang Penabur Serbuk Sari.” jelas Tuc.
“Apa? Mereka..”
“Sudahlah, Palipap. Kita harus bergegas. Kau tidak mau membuat Putri Shya kecewa karena terlalu lama menunggumu kan?” ujar Tuc memotong.
“Baiklah. Ayo kita berangkat.”
Tuc mengangguk. Bersamanya Palipap melesat. Mereka terbang.
Selamat datang di dunia peri. Dunia yang selama ini dianggap tidak pernah ada. Sebuah dunia yang tersembunyi dan penuh misteri. Bahkan bagi mereka yang percaya, mereka tidak akan pernah menemukan bukti yang menyatakan bahwa kami benar-benar nyata.Bagaimana kami lahir adalah rahasia Tuhan dan seberapa lama kami hidup adalah rahasia yang lain lagi.
Peri bisa hidup dimana saja. Di atas gunung, di dalam kelopak bunga-bunga di taman, di ranting-ranting kecil sebuah pohon besar atau dimana saja. Dan sebagaimana manusia, kami pun hidup rukun dalam kelompok-kelompok kecil. Oiya, jika kalian bertanya mengapa kami tidak telihat, itu karena peri mengenakan pakaian yang sangat berkilau.
Palipap dan Tuc berhenti di sebuah pohon besar dengan akar-akar yang menyembul dari tanah bagai ular besar yang meliuk-liuk. Pohon tua berusia lebih dari tujuh ratus abad. Istana Putri Shya. Dua orang pengawal dengan tombak hitam mengkilat tersenyum saat mereka tiba di pintu gerbang.
“Selamat datang, Palipap. Masuklah, Putri Shya telah menunggumu.” ujar salah satu pengawal.
Palipap memasuki aula istana Putri Shya yang luas dan megah. Lampion bunga terompet menggantung di sepanjang mata memandang. Seorang perempuan muda dan cantik duduk menunggu di atas singgasana dengan cahaya yang berpendar-pendar. Di belakang, Tuc berjalan mengikutinya dengan mulut terbuka.