*Nina berusia 9 tahun waktu dia divonis dukun terkena gangguan mental yang disebabkan oleh makhluk halus*
Nina Kasmidi berusia 9 tahun waktu dia divonis dukun terkena gangguan mental yang disebabkan oleh makhluk halus. Semua berawal di suatu pagi di desa Tajug. Nina bangun dari tidurnya pada jam 4 pagi, dia mengendap-mengendap untuk keluar dari pintu belakang rumah sambil membawa sarung yang kemudian ia gunakan untuk menutupi dirinya dari dinginnya udara subuh. Dia berjalan pelan menuju kebon salak di belakang rumah. Setelah masuk ke dalam kebon salak yang luasnya tidak seberapa itu, dia mencari spot terbaik untuk duduk. Kemudian dia sembunyi di balik pohon-pohon salak itu sambil menatap bintang-bintang di langit bertemankan sarung dan bau tinja dari got samping kebon.
Dua jam kemudian, terdengar teriakan dari dalam rumah yang berasal dari mulut Meylani, Ibu Nina yang teriak-teriak memanggil putri bungsunya di segala penjuru rumah. Tak ketinggalan Neno, ikut mencari adiknya di kolong-kolong tempat tidur, meja, dan kursi. Neno yang sudah kesiangan enggan melanjutkan pencarian adiknya, ia kemudian memakai sepatu dan berpamitan untuk berangkat sekolah.
"Udah ya ma, nanti juga balik. Neno udah kesingan nih, palingan juga dia lagi boker di kali," katanya. "Nanti aku tengok dia di kali ma, aku suruh dia cepet pulang."
Sampailah Neno di kali dimana dia dan keluarganya biasa boker, maklum, kebanyakan dari orang-orang di desa Tajug tidak punya wc, tidak terkecuali Nina dan keluarganya. Kali adalah solusi terbaik untuk membuang isi perut mereka yang beraneka tekstur dan warna itu. Pagi itu Neno tidak melihat adiknya di kali, dia hanya melihat emak-emak yang sedang marah-marah sambil memegang gayung. Setelah di selidiki lebih lanjut oleh Neno, ternyata mereka sedang kesal karena banyak tinja berseliweran saat mereka sedang asyik mencuci baju. Sadar sudah kesiangan, Neno melanjutkan jalan kaki ke sekolah tanpa memperdulikan soal adiknya.
Satu jam berikutnya, Nina masih belum pulang. Kali ini paman, uwak, dan anak-anaknya yang tinggal disamping rumah mereka ikutan mencari. Kasmidi, Bapak Nina sudah mulai kesal, gara-gara anak bungsunya itu dia jadi terlambat bekerja sebagai kuli di pasar.
"Kemana si anak ini?" katanya. "Apa kamu omelin dia semalam sampai kabur begini?" Tuduh Kasmidi kepada Meylani.
"Jangan sembarangan kamu kalau ngomong, aku nggak apa apain itu anak." kata Meylani tidak terima.
Beberapa saat kemudian, Solihin, sepupu Nina berteriak dari kebon salak.
"Uwak, wak ini Nina disini wak!"
Semua datang ke kebon salak. Disana, Nina tertidur pulas beralaskan pelepah pisang, dengan badan terbungkus sarung sambil mengigau "aku gak mau sekolah....aku gak mau sekolah.... aku gak mau sekolah."
Mereka membaringkan Nina di kasur, Meylani langsung panik melihat putrinya yang nampak pucat dan kedinginan. Dengan telaten dia mengompres dahi anaknya dengan air hangat sambil memijit-mijit kaki dan tangannya. Saat ditanya kenapa dia bisa tidur di kebon salak, Nina hanya menjawab kalau dia tidak mau sekolah.
Setelah kejadian hari itu, Nina jatuh sakit. Badannya panas dan menggigil. Disamping itu dia juga terus mengigau siang dan malam.
 "Aku gak mau sekolah.... aku gak mau sekolah."
Kasmidi dan Meylani tidak begitu menghiraukan igauan anaknya. Bagi mereka itu hal biasa karena Nina memang sering mengigau saat tidur. Dan urusan dia bisa tidur di kebon, mereka menyimpulkan bahwa hal itu terjadi karena Nina tidur sambil berjalan.
Suatu malam, di hari kedua Nina sakit, Meylani datang ke kamarnya untuk mengecek apakah Nina sudah baikan apa belum.
"Sudah turun rupanya panas kamu, besok sekolah ya Nin," katanya sambil bolak-balik menempelkan telapak tangan di dahi anaknya. "Udah dua hari kamu gak masuk, nanti kamu ketinggalan pelajaran."
Nina terkejut mendengar perkataan ibunya. Bagaimana ini, batinnya. Malam itupun dia memikirkan seribu satu cara supaya besok dia tidak sekolah. Yang pasti dia tidak akan sembunyi di balik pohon-pohon salak lagi karena sudah ketahuan.
Esoknya, pukul 5 pagi Nina mengendap-endap keluar dari kamarnya sambil membawa sarung kesayangannya. Seperti biasa dia membuka pintu belakang dengan pelan dan berjalan menuju kebon. Kali ini yang jadi sasarannya adalah kebon pisang, letaknya tidak jauh dari kebon salak. Namun sayang, misinya kali ini ketahuan sama Uwak Lastri yang sedang mengambil air wudlu di sumur belakang rumahnya. Uwak Lastri sampai harus mengambil senter untuk memastikan bahwa yang dilihatnya itu benar si Nina. Dilihatnya si anak itu berjalan menjauh sampai akhirnya menghilang di antara pohon-pohon pisang. Tanpa pikir panjang, Uwak Lastri langsung menerobos masuk ke rumah Kasmidi.
 "Kas, Mel, bangun, bangun Kas, bangun."
"Lastri!, ngapain kamu disini?," Kasmidi terkejut bukan main melihat adiknya ada di kamar.
"Lastri!, ngapain kamu?" Meylani juga tak kalah terkejut.
"Itu loh anakmu."
"Anakmu, anakmu siapa si Las?" Ucap Kasmidi kesal.
"Itu anakmu si Nina, ada di kebon pisang."
"Ah ngarang kamu nih. Wes toh pergi sana lah, ganggu orang tidur saja."
"Heh, gak percaya kamu nih, aku gak bohong, sumpah aku liat anakmu itu jalan pake sarung ke kebon pisang belakang. Ayok kita lihat kesana kalau gak percaya," Lastri mencoba meyakinkan.
Meylani langsung beranjak dari kasur dan pergi mengecek ke kamar Nina. Benar, dia tidak ada disana.
"Mas, Nina gak ada di kamar mas," Meylani panik.
Barulah saat itu Kasmidi bangun dari ranjangnya, langsung mengenakan sarung. Jadilah mereka bertiga pergi ke kebon pisang. Tak ketinggalan si Solihin, anak Wak Lastri yang sedang asyik kencing, akhirnya termotivasi untuk ikut dalam misi mencari Nina ke kebon pisang.
Nina yang pada saat itu sedang asyik duduk sambil bersender di pohon pisang mendadak terkejut dengan kedatangan empat orang itu.
"Nina, ngapain kamu disini?," Kasmidi yang kesal mulai menarik tangan Nina dengan kasar. "Ayok pulang, ngapain kamu planga plongo di kebon sendirian, hah?" Kasmidi memukul pantat Nina berulang kali sampai dia menangis.
"Tuh kan apa aku bilang, coba kalau kita tadi gak cepet-cepet kesini, bisa dibawa lelembut lah nih anak." ceplos Lastri.
Di dalam rumah, Nina bak penjahat yang sedang diinterogasi oleh aparat. Dia ditanya ini itu sambil dipukul dan dicubit oleh Bapaknya. Sial bagi Nina dia punya seorang Bapak yang berperangai kasar dan suka main tangan seperti Kasmidi. Sepanjang interogasi berlangsung, Nina tidak juga buka suara perihal apa yang membuat dia dua kali lari dan sembunyi di kebon. Meylani mendorong Kasmidi sampai jatuh ke tanah, tak tahan dia melihat kelakuan suaminya yang kasar terhadap anaknya.
"Sudah sinting kamu ya, bisanya main pukul saja sama anak," Meylani menarik Nina ke pelukannya.
"Kau juga nggak becus, manjain dia terus sampai-sampai kelakuannya kayak gini. Kabur-kaburan, sembunyi di kebon. Gak habis pikir aku ini."
"Kan kau bisa tanya dia baik-baik, gak perlu asal main pukul pukul aja."
"Terserah kamu lah."
Uwak Lastri yang merasa ikut terseret dalam kasus inipun mulai memberi saran kepada saudaranya, Kasmidi.
"Kas, apa gak sebaiknya kamu datangin itu si Ki Jarwo ke rumah," kata Lastri sambil bisik-bisik takut Meylani dengar. "Habis aku punya perasaan gak enak sama anakmu ini, dia kok kayaknya ketempelan sesuatu Kas." katanya kemudian. "Soalnya, perangainya itu agak aneh kalau aku perhatikan, masa kamu gak ngerasa si Kas. Wong tadi saja di kebon pisang aku lihat ada pocong nyender di belakang anakmu." lanjut Lastri sambil bergidik ngeri.
"Ah yang bener kamu nih, masa anakku ketempelan setan. Ngaco kamu!"
"Heh, mana ada anak normal tiba-tiba kabur-kaburan dan sembunyi di kebon?, aneh toh, wong bocah 9 tahun kok bisa punya pikiran kayak gitu, apa menurutmu dia itu baik-baik aja? Buatku sih ini aneh Kas, aneh ini."
Kasmidi hanya mendengarkan perkataan si Lastri.
Keesokan harinya, Bapak, Ibu, dan Neno sengaja bangun pagi sekali untuk berjaga-jaga dan memastikan jikalau Nina berniat kabur lagi, mereka bisa langsung mencegatnya. Ternyata benar, tepat pukul 5 pagi, Nina keluar dari kamarnya. Namun kali ini dia tidak pergi lewat pintu belakang melainkan pintu depan. Dia sudah tidak bisa lagi sembunyi di kebon salak maupun kebon pisang. Opsi terakhir adalah pergi ke rumah Uwak Sumin yang tinggal di desa Karangasem, yang jaraknya lumayan jauh jika ditempuh dengan berjalan kaki. Namun dia tidak perduli, yang ada di otak Nina saat itu adalah dia harus pergi dari rumah, dan sembunyi di rumah Uwak Sumin, Uwak yang dirasa paling baik diantara Uwak-uwak yang ia punya.
Baru saja Nina berhasil keluar dari rumah, terdengar teriakan dari dalam. Ibu Nina berteriak sambil membuka pintu, diikuti oleh Bapak dan Neno.
"Nina!, mau kemana kamu nak?" Meylani yang perasa tak bisa menahan tangis, dengan cepat dia merangkul Nina. "Kamu kenapa? Mau kemana?, cerita sama mama kamu kenapa? Apa yang dirasa?" kata Meylani sambil memeluk dan menepuk-nepuk pipi Nina supaya dia sadar.
Tak lama kemudian, Nina ikut menangis.
"Aku gak mau sekolah, gak mau sekolah ma," kata Nina sambil terisak.
Kali ini Kasmidi yakin memang ada yang tidak beres dengan anak bungsunya itu. Benar kata Lastri pasti ada yang tidak beres sama anaknya, ucapnya dalam hati.
Tak lama kemudian, pagi itu juga Ki Jarwo datang ke rumah dengan membawa kemenyan, sesajen, dan segala rupa ritual yang ia butuhkan untuk mengusir makhlus halus yang bersarang di tubuh Nina.
 "Anakmu ini ada yang ngikutin, ketempelan kalau aku bilang. Pesenku cuma satu, malam ini siapin saja sesajen berupa nasi, lauk pauk, kembang tujuh rupa, sama kopi item di kamar anakmu sama di kebon belakang rumah. Abis itu tak jamin anakmu gak bakal diganggu lagi." kata Ki Jarwo sambil mengelus-elus brewoknya.
"Jadi bener Ki, anakku ini ketempelan makhluk halus?" Kasmidi masih belum percaya.
"Iya, jin penunggu kebon belakang. Tapi gak usah khawatir, ikutin saja pesenku tadi." kata Ki Jarwo. "Oh iya satu lagi, kalau sesajen di kamar anakmu itu sudah dimakan sama si penunggu, cepat-cepat kau mandikan si Nina ini sama kembang tujuh rupa." katanya kemudian.
Tak butuh waktu lama, Kasmidi menyiapkan sesejan berupa nasi, lauk pauk, kembang, dan kopi item sesuai pesan Ki Jarwo.
Malamnya, Nina terbangun dengan mata sembab, badan lemas, dan perut keroncongan. Energinya terasa terkuras akibat menangis sepanjang hari. Melihat ada nasi beserta lauk pauk di meja kamarnya, tanpa pikir panjang dia langsung memakannya. Ini pasti makanan yang ditaruh mama karena tadi sore aku nggak mau makan, ucapnya dalam hati. Sesudah melahap makanan sampai bersih tak tersisa, Nina langsung meminum kopi hitamnya. Kenyang sudah perutnya, diapun kembali tidur.
Paginya, Kasmidi dan Meylina mengecek ke kamar Nina. Betapa terkejutnya mereka melihat sesajen itu sudah ludes dan hanya menyisakan kembang tujuh rupa saja.
"Tuh, bener kan Ma, anak kita ini ketempelan. Sesajennya udah ludes dimakan sama jin," kata Kasmidi mencoba meyakinkan isterinya yang tidak percaya kalau anaknya ketempelan makhluk halus.
"Udah, sekarang kamu siapin itu bak mandi sama kembang tujuh rupa buat mandi Nina. Biar sembuh nih anak, cepetan."
Meylani merasa bingung, namun dia merasa antara percaya dan tidak percaya kalau anaknya benar ketempelan. Tetap saja untuk jaga-jaga dia mengikuti perintah Kasmidi.
Sesudah dimandikan dengan air kembang tujuh rupa, Nina nampak lebih segar dari biasanya. Kasmidi semakin yakin kalau jin yang mengganggu anaknya sudah pergi. Namun untuk memulihkan kesehatan jiwa anaknya, mereka memberi waktu Nina sendiri dulu sampai Nina benar-benar kembali normal.
Beberapa saat kemudian, Neno diam-diam masuk ke kamar adiknya. Gadis berusia 6 tahun lebih tua dari adiknya itu duduk diatas ranjang sambil menatap Nina dengan seksama.
"Nin, cerita deh sama mba, kamu tuh kenapa si sebenernya? tanya Neno serius. "Jujur mba nggak percaya kalau kamu tuh ketempelan setan. Malah menurut mba, yang ketempelan setan itu si Bapak bukan kamu. Kamu liat aja kalau Bapak lagi marah, kayak orang ketempelan setan itu."
Nina bangun dan duduk menatap kakaknya. Tak lama kemudian, dia menangis sambil berkata, "Aku gak mau sekolah, takut."
"Kamu kenapa si nggak mau sekolah?, ada apa emangnya di sekolah?"
"Pokoknya aku gak mau sekolah mba."
"Iya, tapi kenapa?, atau jangan-jangan kamu dinakalin di sekolah?" tanya Neno curiga. "Siapa yang nakalin kamu Nin?"
"Yoto," kata Nina sambil menangis.
"Yoto?, Yoto anak kampung sini, yang tinggal deket kali itu?"
"Iya."
"Dia ngapain kamu emangnya?"
"Dia ngatain aku," kata Nina sambil mengusap ingus yang keluar dari hidungnya. "Yoto sama temen-temen yang lain pada ngatain aku, kata mereka ..... aku ini bule masuk kampung." Katanya kemudian. "Gara-gara mereka, gak ada yang mau temenan sama aku."
"Jadi itu masalahnya?" Nina terkejut sekaligus kesal. "Ya ampun Nin, udah udah cep cep, nanti aku kasih tahu mama sama bapak, udah diem." Kata Neno sambil memeluk adiknya.
Pada hari itu juga, sepulang dari rumah Ki Jarwo untuk memberikan imbalan berupa uang dan beras, Kasmidi dan Meylina langsung di ajak rapat mendadak oleh Neno. Neno menjelaskan semua duduk perkaranya, persis seperti yang dibilang Nina. Sementara itu Nina yang duduk di samping Neno masih terisak dan hanya bisa mengangguk setiap kali orangtuanya meminta klarifikasi dari Neno.
Dengan rasa iba dan tak tega melihat anaknya dizalimi oleh teman laki-laki yang tidak tahu tata krama itu, akhirnya keesokan harinya Kasmidi berdandan rapi untuk datang ke sekolah dengan sepeda onthel tuanya. Dia mengayuh sepeda dengan kecepatan penuh sekaligus dipacu oleh emosi terhadap anak-anak ingusan yang menyebabkan dia harus membayar mahal Ki Jarwo atas vonis ketempelan makhluk halus terhadap putrinya. Sesampainya di sekolah, dia melempar sepeda tua itu ke tanah, dan langsung berjalan cepat ke dalam kantor guru.
"Bu Nanik! Bu Nanik!" seru Kasmidi.
Tak lama kemudian, Bu Nanik, wali kelas 4 datang menghampiri Kasmidi di luar pintu.
Tanpa basa-basi, Kasmidi langsung menjelaskan ke Bu Nanik alasan puterinya tidak mau sekolah selama hampir seminggu ini. Kasmidi tidak mau tahu, bagaimanapun caranya Nina harus mau masuk sekolah lagi. Kasmidi juga menyuruh Bu Nanik untuk menindak tegas teman-teman Nina di kelas yang ngata-ngatain anaknya sebagai bule kampung.
Mendengar penjelasan dan tuntutan Kasmidi, Bu Nanik langsung menyanggupinya.
"Ohalah, jadi itu sebabnya Nina gak masuk-masuk sekolah, saya kira lagi sakit pak," kata Bu Nanik terkejut. "Yo wes Pak, hari ini juga saya datang ke rumah Bapak, saya bujuk Nina biar mau sekolah lagi. Urusan si Yoto sama temen-temennya, Bapak gak usah khawatir, biar saya yang urus mereka."
Hari itu juga Bu Nanik langsung mengumpulkan anak-anak kelas 4 di dalam kelas dan menanyai satu-persatu dari mereka, siapa yang menganggu Nina, dan ngata-ngatain dia Bule masuk kampung.
Takut dengan kemarahan wali kelas mereka, satu persatu dari anak-anak itu mengaku kepada Bu Nanik. Salah satunya tidak lain dan tidak bukan adalah Yoto, si provokator.
"Kenapa kalian ngatain si Nina bule masuk kampung?" tanya Bu Nanik ke Yoto dan teman-temannya.
"saya Cuma ikut-ikutan Bu."
"saya juga Bu, disuruh sama Yoto."
"saya diajakin Yoto Bu."
"Kenapa kamu diam saja Yoto?, jawab Ibu, kenapa kamu ngata-ngatain Nina Bule masuk kampung?"
"A...a.. anu Bu, kita cuma ikut-ikutan sinetron bu, itu....sinetron Bule Masuk Kampung bu," jawab Yoto dengan entengnya.
"Sinetron?! Terus, apa hubungannya sama Nina?"
"Itu....apa....em....Nina, Nina putih Bu, kayak bule.... mirip sama yang ada di sinteron itu Bu."
 Bu Nanik hanya bisa geleng-geleng mendengar alasan si Yoto dan teman-temannya.
Sepulang sekolah, Bu Nanik datang ke rumah Nina dengan ditemani Yoto, dan lima anak lainnya yang menyebabkan anak orang tidak mau sekolah. Satu persatu meminta maaf ke Nina dan meminta dia untuk kembali sekolah besok pagi.
Nina memang berkulit putih, benar-benar putih. Dia mengalami kelainan kulit yang biasa disebut albinisme sejak lahir.Ya, Nina adalah seorang gadis albino. Dokter bilang kulitnya hanya menghasilkan sedikit melanin pigmen yang membuat kulit dan rambutnya seputih susu dengan mata kebiru-biruan. Ibunya selalu percaya, lambat laun Nina bisa diterima dengan baik oleh teman-teman sekolahnya. Ninapun demikian, dengan semangat yang diberikan oleh ibunya, hari demi hari, tahun demi tahun dia melenggang percaya diri ke sekolah. Sampai suatu hari, sinetron Bule Kampung itu datang ke dalam kehidupannya. Lagu Bule Masuk Kampung yang menjadi soundtrack sinetron tersebut sering dikumandangkan oleh orang-orang sekampung, tidak terkecuali oleh Yoto dan teman-temannya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H