Mohon tunggu...
Memei Landak
Memei Landak Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Tombol di Kepala

12 Oktober 2015   10:56 Diperbarui: 12 Oktober 2015   10:56 77
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Fiksiana. Sumber ilustrasi: PEXELS/Dzenina Lukac

CUPING berasap, kepala pening diomeli Simbok seharian. Haram hukumnya bermain dengan Mbak Ropi, anak tertua Pakdhe Marjo yang menurut Simbok kelewat bandel, susah diatur, pemalas, dan pelupa akut.

Iya, Mbak Ropi memang pelupa kelas kakap, pikun menyaingi simbah-simbah. Karena itu  seabrek aturan, omelan, dan sindiran berbumbu cacian dari Simbok mudah saja dilupakannya. Mungkin itu semacam taktik bertahan hidup, apa jadinya kalau Mbak Ropi mendengar semua ocehan Simbok, bisa-bisa tekanan batin; kalau tidak jadi gila, ya, mati gantung diri.

Bak makan buah simalakama, itulah keadaan Mbak Ropi. Kalaupun bersikap nun inggih sendiko dawuh—mengiyakan—setiap yang diperintahkan, ia tetap disalahkan. Tidak perlu melakukan kesalahan untuk disalah-salahkan, karena ia hidup saja sudah salah.

Kata Simbok :

 Mbak Ropi kalau cuci piring lama, menghabiskan banyak sabun, tidak bersih, perabot banyak yang hilang, pecah. Mbak Ropi berlagak macam priyayi tidak mau menggosok soblok, ketel, wajan, panci dan perabot hitam lain. Kalaupun mau menggosok hanya setengah hati, tidak kinclong.  

Kalau masak di dapur, Mbak Ropi menghabiskan banyak kayu bakar, bumbu dan sayuran cepat habis, nasi kurang tanek—matang, tapi bagian bawah ketel sudah gosong, dan masakannya tidak enak.

Oiya, Mbak Ropi kalau nyapu berisik, belang-belang tidak bersih, nyuci baju juga begitu, lama, menghabiskan banyak sabun dan sudah pasti tidak bersih. Soal kayu bakar, Mbak Ropi hanya mau mencari di pekarangan dekat rumah, padahal seharusnya mengambil yang jauh dulu di dekat sawah. Ya, memang begitulah Mbak Ropi.

Itu kata Simbok.

Kondisi yang membingungkan, kalau terlalu menurut tentu akan dilecehkan dan diperlakukan semau jidat sedangkan membangkang sudah pasti akan dipermalukan di depan keluarga besar, tetangga dan masyarakat. Apa yang lebih menghancurkan dan menyakitkan selain dibully keluarga sendiri ? Ya, begitulah kondisinya. Mbak Ropi dibunuh perlahan, karakternya.

Sebenarnya tidak ada kesalahan berarti yang pernah diperbuat Mbak Ropi, sekolahnya bagus, ia selalu menduduki peringkat satu, tidak ndugal—kurang ajar, nakal, urakan. Mbak Ropi tergolong anak rumahan, tumbuh menjadi pribadi pemalu dan minder—tidak percaya diri, orang  satu dusun saja tidak banyak dikenalnya.

Bagaimana tidak minder saban hari selalu diolok-olok, dipermalukan. Satu-satunya kesalahan Mbak Ropi adalah  terlahir sebagai anak Pakdhe Marjo dan hidup menumpang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun