Haiii...Â
Apa kabar dunia pendidikan di masa pandemi?
Jawabannya tentu bervariasi
Tergantung dimana kita mengabdi,Â
Bagaimana latar belakang sosial ekonomi,
Bagaimana kita menghadapi kondisi.
Dalam suasana akhir semester dan pembagian laporan hasil belajar di semester ganjil, saya ingin membagikan tulisan lama tentang pendidikan yang sudah dinarasikan juga secara lisan di Siniar Semut Merah Kaizen. Oya, menggarisbawahi dulu, tulisan ini berdasarkan sudut pandang dan pengalaman pribadi ya, bukan mewakili keseluruhan pendidikan di Indonesia, karena lagi-lagi, pengalaman setiap orang bervariasi, tergantung di sekolah mana kita mengabdi, latar belakang sosial ekonomi peserta didik, dan bagaimana cara kita merespon kondisi.
Pandemi Covid-19 di Indonesia memaksa sekolah menyediakan layanan belajar dari rumah bagi semua peserta didik sejak pertengahan bulan Maret 2020 hingga saat ini.Â
Sejak awal pelaksanaan, pembelajaran dari rumah ini penuh dengan keluhan dan kesulitan yang dihadapi oleh orang tua, peserta didik, guru, sekolah, bahkan pemerintah, yang semuanya terpaksa harus terus belajar dan bergerak dalam keterbatasan.Â
Kemampuan adaptasi, perubahan pola kebiasaan dan perubahan pola pikir menjadi hal yang esensial.
Perubahan itu tidak mudah, karena pendidikan itu hal yang kompleks
Ada unsur pemerintah tentu saja, sementara di sekolah ada unsur guru yang perlu mengubah cara pandang dan metode mengajarnya, ada peserta didik yang perlu mengubah cara belajarnya, dan ada orang tua dengan segala ekspektasinya, belum lagi target kurikulum yang tetap harus dipenuhi meskipun masih terseok-seok mempelajari pola baru.
Bicara soal tantangan kurikulum,Â
selama masa pandemi ini, kita sedang berada di penerapan kurikulum 2013, salah satu kurikulum yang di awal penerapannya juga banyak kontroversi, banyak upaya perubahan yang diajarkan dan dilakukan, namun dalam praktiknya tidak banyak yang berhasil menerapkan kurikulum ini sebagaimana yang diamanatkan.Â
Mengapa demikian?Â
Hmm... menurut saya pribadi, kesulitan perubahan ini terjadi karena banyak sekolah dan guru yang menikmati berada dalam zona nyaman dan berpegang teguh pada pola kebiasaan yang sebelumnya, dan enggan atau mengalami kesulitan untuk berubah.