Mohon tunggu...
Cerpen

Diantara 2 Pilihan [ Berjuang dan Menyerah ]

22 Oktober 2016   12:03 Diperbarui: 22 Oktober 2016   12:31 3046
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Halo.

Mungkin tulisan ini akan tampak seperti curahan hati yangberwujud penggalan kisah tualang.

Walau sering muncul  isak tangis, saat terkenang. Tetapingin sekali rasanya jemari ini tuliskan dalam untaian kalimat.

Kembali.

Juang dan Menyerah.

Dua kata yang sangat melekat di otak saya hingga kini. Pernah saya berangan, menghapus kata menyerah. Menyisahkan kata juang. Menggantinya dengan kata sukses. Agar mereka tak lagi beriringan.

Iya, hanya juang. Juang dan sukses. Bukan juang dan menyerah. 

Namun, apa daya saya ? Hanya angan yang saya miliki. Tanpa tahu,cara untuk menggapainya.

Laksana bintang nan tinggi di langit malam, tak bisa saya petik.Hanya dapat saya pandangi, penuh harap. Andai, suatu saat dapat saya raih gemerlap cahayanya untuk menerangi hati yang gelap.

Seiring berjalannya waktu, bertambahnya usia dan berkembangnya zaman,  tak pernah henti saya dipertemukan dengan  dua untaian kata tersebut. Sekali, dua kali apakah ini hanya kebetulan yang tak sengaja menghampiri, pikir saya. Layaknya  remaja, sedang mencari tambatan hati dipertemukan oleh keadaan tanpa unsur kesengajaan.

Pernahkah anda di pertemukan dengan keadaan ? Keadaan apapunitu, muncul di pikiran anda dan memerintahkan untuk menyerah namun hati berkatatetap ingin berjuang. 

Tanya saya. 

Mungkin, cenderung dari anda akan menjawab pernah. Begitupun dengan saya. Manusia biasa yang terobsesi untuk selalu menyerah dengan keadaankarena hilang arah. Namun hati terus mendorong untuk berjuang mencari jalan keluar. Layaknya mobil yang sedang di dongkrak.

Teringat.

Iya, teringat akan kisah nyata perjalanan saya berjuang untuk berani.

Berani melangkah, keluar dari kegelapan, keluar dari ketakutan,keluar dari sebuah zona. Zona ternyaman. 

Berjuang menggapai angan.

Setapak demi setapak saya lalui,rintangan demi rintangan saya hadapi. Tak pernah berhenti, berbagai omongan  yang melukai uluh hati in iberdatangan. 

Tegar dan sabar. 

Dua kata tersisa untuk mengokohkan diri ini. 

Menjadi awal untuk saya belajar.Belajar menerima pengalaman pahit, yang mana mengingatkan saya akan sebuah pepatah. 

Berucap: ” berakit-rakit dahulu, berenang-renang kemudian. Bersakit-sakit dahulu, bersenang-senang kemudian. ”Sungguh ucapan inimenguatkan hati untuk tetap berjuang mengalahkan keadaan yang hendak memaksadiri untuk menyerah. Penuh harap akan ada keajaiban, kemudian.

Lalu, kapan kah kisah ini bermula ?

Kisah ini bermula kira-kira satu tahun silam. Satu tahun penuh dengan berbagai kenangan.

Ingin rasanya diri ini mengulang kembali kisah terdahulu dan mengatur kembali ceritanya seperti produser film. Namun, apa daya diri ini hanya pemeran biasa layaknya figuran.

Kala itu, saya setapak demi setapak keluar dari zona nyaman, yang mana dulu selalu diam. 

Diam, mengiyakan semua keinginan sang raja. Hingga tiba lah saya bersuara untuk pertama kalinya menentang keinginan raja dan ratu demi sebuah cita-cita yang ntah apakah itu bisa saya gapai atau tidak. Resah gelisah hatiini, awalnya. 

Pada akhirnya saya berhasil memenangkan hati mereka bermodalkan tekad baja, menghantarkan saya pada pintu gerbang perjuangan. Semangat membara mengiringi saya keluar melewati gerbang. Laksana pejuang yang hendak berperang, perasaan menggebuh gebuh, bersemangat pantang menyerah. 

Empat bulan berjalan, satu demi satuduri berceceran mencoba menghalangi saya untuk terus berjalan. Sempat terangantuk berhenti dan kembali, setengah jalan pun belum. 

Gunda gulana, silih berganti menghampiiri. Bagaimana tidak ? Setelah langkah pertama melewati gerbang perjuangan, sesungguh nyaperjuangan  baru di mulai. Tiupan angin dengan 

beragam level mulai berhembus berusaha menggoyangkan diri untuktumbang. Layaknya mendung yang menandakan akan turun hujan lebat, disertai tiupan angin kencang hendak  menggoyangkan kokohnya pohon kelapa. 

Akankah menyerah ? Akankah mundur dan kembali ? Tanya saya.

Tentu,  tidak. Ucap saya. 

Untuk berhasil melangkah  keluar melewati gerbang saja banyak yang di korbankan. Lantas, kenapa harus mundur ? Ini baru awal. Pikir saya.

Mungkin, tiupan angin ini dapat diisyaratkan  layaknya kicauan burung yang tak pernah berhenti untuk menarik perhatian. Layaknya artis mencari sensasi untuk meraih popularitas tak peduli positif atau negatif,perilaku tersebut akantetap menjadi buah bibir. Namun, itulah realita kehidupan. Anda di wajibkan untuk tegar, kokoh bagaikan baja.

Dua, tiga bulan berlalu. 

Gerbang satu berhasil terlewati dengan menyisakan sedikit pertanyaan.  Apakah cobaan selanjutnya akan bertambah berat ? Mungkin. Ucap saya dalam hati.

Kakipun mulai menapak kembali. 

Terlihat harmonis secara kasat mata. Terlena saya didalamnya. 

Kenyamanan yang amat mendalam saya rasakan.  Sungguh sangat di sayangkakn semua hanyalah keformalan semata. Sungguh, tersayat hati ini. 

Kecewa tiada henti. 

Luka,  kembali menyakiti uluh hati ini amat dalam. Penuh harap, ini hanyalah sebuah mimpi buruk.

Jujur, peristiwa tersebut membuat saya terkejut luar biasa. Seperti pertama kali hendak menaiki pesawat lepas landas untuk menanjak naik. Namun, apa daya saya ?  Hanyalah 

butiran debu di mata mereka. 

Bingung, adalah satu kata yang sangat melekat di otak saya kala itu. Apa yang harus saya lakukan ? Pikir saya.  

Kacau.

Sungguh kacau. Hati, pikiran, bahkan jiwa saya kacau. 

Hancur.

Sumber: gilangk15.blogspot.com
Sumber: gilangk15.blogspot.com
Hancur kepercayaan saya berkeping-keping layaknya dua insan manusia yang sedang patah hati.

Sontak tak punya arah yang jelas kemana kaki ini hendak melangkah.

Benar-benar ingin diri ini untuk pergi !

Meninggalkan segala kenangan. Melepaskan segala perjuangan.

Pergi dan tak ingin kembali, kemudian.

Dua bulan sudah, berlalu.

Pergi diri dan jiwa ini mencari ketentraman batin layaknya petapa.

Bahagia ku sebukit demi sebukit mulai muncul, seperti fajar yang pelan-pelan mulai menampakan dirinya. Lantas, terus berjuang atau menyerahkah pilihan saya ?

Ya. Keduanya adalah pilihan saya.

Manusia selalu di hantarkan pada pilihan. Sebab,hidup adalah pilihan. Namun, saya memilih keduanya.

Menyerah.

Saya menyerah untuk tetap bertahan, untuk tetap bersama dengan mereka yang menghempaskan saya, jauh.

Bukan nama dan tempat yang saya tinggalkan. Namun manusia yang berkecimpung di dalamnya, yang sungguh melukai uluh hati ini.

Hingga kini, luka ini masih tetap ada dan terasa sangatlah perih. Melebihi tersayat belati.

Sadar, akan perjuangan panjang telah saya upayakan demi mencapai tujuan.

Menelaah dunia luar, terlihat lebih menarik untuk diikuti.

Langkah kaki ini pun kembali terarah mencari peruntungan. Hingga pada akhirnya saya dipertemukan dengan dermaga baru untuk berlabuh.

Canggung. Iya. Takut akan kisah lama terulang untuk kedua kalinya.

Namun, pada akhirnya saya pun menemukan kenyamanan.

Kenyamanan yang mengajarkan arti kehidupan masa depan yang akan mengahampiri diri ini. Di mana tahap awal perjuangan kembali membara seperti lautan api.

Rindu.

Rindu untuk kembali ke masa itu sedikit menggelitik saya ketika kenyaman sudah berada pada genggaman.

Ingin hati ini memaafkan untuk kembali, walau sulit.

Mencoba mencairkan sedikit demi sedikit kebekuan hati ini, ternyata berbuah simalakama. Laksana dinding tak berjendela, tiada celah untuk masuk dan keluar.

Kembali terjebak dalam masa kelam terdahulu, bukan membuat saya untuk memilih kata menyerah. Melainkan, berjuang.

Berjuang untuk terus belajar artidari kehidupan yang akan saya temui di masa depan. Berjuang untuk menunjukan perubahan positif yang dapat menginspirasi banyak manusia di luar sana.

Seperti hari ini, pengalaman saya terdahulu dapat membuahkan inspirasi bagi mereka yang membutuhkan.

Senang rasanya hati ini.

Sejenak luka dan perih seakan-akansirna sekejap. Sungguh pengalaman dan hari yang tak dapat saya lupakan.

Sumber: nadyavaizal.blogspot.com/
Sumber: nadyavaizal.blogspot.com/
Terima kasih untuk segala rasa pahitdan manis yang telah mengizinkan saya untuk mengecap rasa itu.

Terima kasih untuk warna warni kehidupan yang sudah berkenan untuk mewarnai hari-hari saya.

Tiada penyesalan yang ingin saya sesali. Hanya ungkapan terima kasih yang dapat saya lontarkan.

Satu hal yang saya pelajari dari merenungi pengalaman ini, berjuang dan menyerah adalah dua kata yang selalu beriringan. Kadang kala menyerah lebih sering datang menghampiri ketimbang berjuang. Namun, kembali kepada manusia itu sendiri. Pada kata yang manadirinya hendak berpegang. Menyerah dan terjebak dalam kisah kelam masa lalu atau berjuang dan menunjukan perubahan positif yang jauh lebih baik.

*Terima kasih sudah membaca, semoga hari kalian menyenangkan*

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun