dulu, Tuhan kenapa bisa sehancur ini ya?". Sambil sesenggukan menangis sembari menahan
rasa sakitnya, di kamar tidurnya yang menjadi tempat paling menenangkan baginya untuk
mengadu segala keluh-kesah dengan tuhannya. Memang sedari awal orang tuanya tak pernah
mengizinkan untuk berkuliah, namun tekad mimpinya yang membawa ia hingga menduduki
bangku kuliah.
Putus asa dan berhenti tidak akan pernah ada dalam kamus hidupnya, sekuat itu ia
menjalani hidupnya, dengan penuh semangat untuk membuktikan kepada orang tuanya, bahwa
kuliah itu bukanlah pilihan yang salah. Tekad ia berkuliah selain untuk menjadi seorang sarjana
juga untuk menghilangkan stereotype khalayak umum terutama di kampungnya sendiri tentang
" buat apa perempuan berpendidikan tinggi, toh perempuan ujung-ujungnya juga hanya di
sumur-kasur dan dapur". Ia selalu berfikiran bahwa menjadi seorang perempuan yang berperan