Mohon tunggu...
melisa emeraldina
melisa emeraldina Mohon Tunggu... Lainnya - Menulis untuk Berbagi Pengalaman

"Butuh sebuah keberanian untuk memulai sesuatu, dan butuh jiwa yang kuat untuk menyelesaikannya." - Jessica N.S. Yourko

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Moderasi Beragama dalam Bermedia Sosial

27 Desember 2022   14:20 Diperbarui: 27 Desember 2022   14:37 3596
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi penggunaan media sosial oleh muslimah.  (Sumber: Freepik/Tirachardz)

INDONESIA DENGAN ANUGERAH KEBERAGAMANNYA

Indonesia merupakan negara kaya yang dianugerahi dengan keberagamannya mulai dari keberagaman budaya, etnis, bahasa, sampai agama. Memang, keberagaman yang ada di Indonesia tidak selamanya menjadi sebuah anugerah karena keberagaman kerap menimbulkan konflik yang tidak diinginkan. Namun, terlepas dari itu semua, keberagaman lah yang membuat Indonesia semakin indah dan kaya. 

Saat ini, di Indonesia terdapat enam agama dengan penganut mayoritas, yaitu agama Islam, Kristen, Katholik, Budha, Hindu, dan Konghucu. Penganut keenam agama ini hidup berdampingan dalam beragama dan beribadah menurut agama dan kepercayaannya masing-masing. 

Memang, walaupun penganut keenam agama ini hidup berdampingan, masih banyak terjadi pelanggaran yang berakibat pada konflik yang disebabkan oleh kurangnya toleransi dan kurangnya empati. Bahkan, masalah ini bukan hanya pada penganut kepercayaan lain, tetapi juga saudara seiman yang berbeda pandangan atau berbeda tafsir. 

Jujur, menurut saya, konflik yang yang dilandasi oleh embel-embel agama adalah konflik yang paling melelahkan dan paling dapat memecah belah bangsa kita, terlebih jika konflik agama juga sudah ditunggangi dengan berbagai macam kepentingan di belakangnya.

Setara Institute mengungkap data tahun 2021 bahwa terdapat 171 peristiwa pelanggaran dan 318 tindakan Pelanggaran Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan di Indonesia. Bentuk pelanggaran ini beragam, termasuk intoleransi, penodaan agama, penolakan pembangunan tempat ibadah, pelarangan aktivitas ibadah, perusakan tempat ibadah, kekerasan, dan penolakan aktivitas kegiatan keagamaan.

Hal ini tentunya sangat memprihatinkan. Terlebih ketika kita tahu bahwa dalam ajaran agama Islam sendiri, terdapat istilah Hablum Minallah (hubungan baik dengan Allah SWT) dan Hablum Minannas (hubungan baik dengan sesama manusia). Agama lain pun demikian; semua agama bukan hanya mengajarkan ibadah kepada Tuhan saja, tetapi juga mengajarkan tentang kasih sayang, saling menghormati, menghargai, tolong menolong, dan berbuat kebaikan sesama manusia.

Rasanya tidak elok ketika Bangsa Indonesia yang dikenal sebagai bangsa yang toleran dan ramah, malah melakukan tindakan-tindakan intoleran yang sebenarnya sangat bisa dihindari. 

Maka dari itu, dengan banyaknya perbedaan yang ada di Indonesia, sudah saatnya dan sudah seharusnya kita sebagai masyarakat, belajar tentang Moderasi Beragama. 

APAKAH ARTI MODERASI BERAGAMA?

Moderasi merupakan jalan tengah. Moderasi beragama berarti cara beragama yang  selalu berupaya menggunakan jalan tengah, dengan saling menghormati, menghargai, dan toleransi, serta menghindari konflik atas perbedaan yang ada. 

Dengan moderasi beragama, seseorang akan terhindar dari perilaku ekstrem saat menjalankan ajaran agamanya. 

Moderasi tidak berarti mencampuradukkan agama. Moderasi beragama berarti memahami bahwa terdapat pandangan tafsir lain dan juga pandangan agama lain dalam menghadapi hal yang sama, sehingga kita tidak boleh lantas menghakimi orang lain sesuai dengan pandangan kita. 

MODERASI BERAGAMA DALAM BERMEDIA SOSIAL

Menurut saya, moderasi beragama dalam bermedia sosial adalah hal yang sangat penting untuk diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Indonesia. 

Mengapa?

Rata-rata penggunaan smartphone di Indonesia adalah sekitar 5.4 jam per hari. Menurut hasil penelitian "We are Social" pada Juli 2022, masyarakat Indonesia menempati peringkat ke 10, sebagai Negara dengan Durasi Penggunaan Media Sosial per Hari Tertinggi, yaitu rata-rata 196 menit. 

Ini berarti, rata-rata masyarakat Indonesia menghabiskan banyak sekali waktu untuk bermedia sosial. Hal ini pun tidak dapat dipisahkan dengan fakta bahwa tidak selamanya pengguna sosial akan menggunakan platform mereka untuk menebarkan kebaikan. Tidak jarang, konflik atau pelanggaran berlandaskan isu agama pun awalnya mencuat dari media sosial.

Banyaknya informasi yang beredar di media sosial, termasuk yang bersangkutan dengan agama -- baik yang positif maupun negatif -- membuat moderasi beragama dalam bermedia sosial sangat penting diterapkan di Indonesia. Kita tahu, banyak masyarakat yang lebih berani untuk membuat konten, memberikan komentar, atau bahkan menyerang orang atau publik figur yang sama sekali tidak dikenalnya karena mudah untuk menyembunyikan identitas aslinya ketika mereka bermedia sosial.  

"Jika setan tidak bisa membuatmu menjadi jahat,  maka setan akan membuat kamu merasa paling pintar dan paling benar". 


Sebuah konten media sosial ini telah viral. Kalimatnya sederhana tetapi terasa begitu menohok. Saya pikir, kalimat tersebut dapat menggambarkan sikap-sikap negatif yang kerap muncul di media sosial karena kita belum mengimplementasikan moderasi beragama.

Kalimat tersebut langsung mengingatkan pada saat kita dengan sadar atau tidak sadar mengkritik, bahkan mencecar orang lain karena kita tidak dapat menerima perbedaan pandangan beragama yang disuarakan mereka. Bahkan tidak jarang, kita pun berlindung di balik kata "hanya mengingatkan" untuk menghindarkan kita dari belenggu rasa bersalah karena telah mengkritik atau mencecar orang lain habis-habisan.

Padahal, perbedaan pandangan dan pendapat dalam konteks agama merupakan hal yang biasa. Apalagi kita tinggal di Indonesia, di mana perbedaan merupakan makanan kita sehari-hari.

Perbedaan pandangan dan pendapat yang disebabkan karena adanya perbedaan tafsir merupakan hal yang wajar karena hal ini bisa dipengaruhi oleh budaya, kebiasaan masyarakat, tingkat ilmu, dan pemahaman yang berbeda, ustad/pemuka agama yang berpengaruh, nilai-nilai yang diajarkan dalam keluarga, dan lain sebagainya. 

Dengan menghormati perbedaan, kita menempatkan rasa saling menghormati dan menyayangi di atas rasa paling benar karena pada dasarnya, setiap manusia pun pasti memiliki kekurangan dan pasti mengalami proses dalam menuju ibadah yang benar. 

Sebagaimana perintah Allah dalam Al Qur'an Surat Al-Hujurat 11:

"Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah suatu kaum mengolok-olok kaum yang lain, (karena) boleh jadi mereka (yang diolok-olokan) lebih baik dari mereka (yang mengolok-olok), dan jangan pula perempuan-perempuan (mengolok-olokan) perempuan lain, (karena) boleh jadi perempuan (yang diolok-olokan) lebih baik dari perempuan (yang mengolok-olok). Janganlah kamu saling mencela satu sama lain, dan janganlah saling memanggil dengan gelar-gelar yang buruk. Seburuk-buruk panggilan adalah (panggilan) yang buruk (fasik) setelah beriman. Dan barang siapa tidak bertobat, maka mereka itulah orang-orang yang zalim." 

Melalui ayat ini kita seharusnya paham, bahwa Islam pun melarang kita untuk berkomentar buruk, mencela, apalagi memanggil dengan sebutan yang buruk karena bisa jadi orang yang kita beri komentar lebih baik dari kita. Menjadi moderat adalah menggunakan empati yang besar, menerapkan toleransi beragama dan saling menghargai perbedaan pandangan, kepercayaan, dan cara beribadah orang lain. 

MENERAPKAN MODERASI BERAGAMA DALAM BERMEDIA SOSIAL

Lalu, bagaimana cara bijak menerapkan moderasi beragama dalam menggunakan media sosial?

1. TOLERANSI BERAGAMA

Toleransi beragama berarti menghargai dan menghormati agama yang dianut oleh orang lain. Kita tidak perlu menyerang ibadah orang lain, perayaan hari besar agama lain maupun memperdebatkan hal-hal yang berkaitan dengan ajaran agama orang lain. 

Misalnya dalam kepercayaan agama yang kita anut, diatur mengenai cara berpakaian yang dianjurkan. Tentu, tidak tepat bila kita memberi komentar cara berpakaian orang lain yang tidak memiliki keyakinan yang sama dengan  kita. 

Bila ingin mengingatkan dalam kebaikan, maka buatlah konten tentang ajaran agama yang kamu anut melalui akunmu sendiri. Namun, ingat untuk selalu mencari sumber dan dalil yang benar dan dapat dipertanggungjawabkan. Tentu kamu lebih bisa menebar manfaat daripada kebencian dan permusuhan. 

2. MENGHARGAI PERBEDAAN PANDANGAN

Al-Quran banyak menggunakan bahasa yang mengandung berbagai makna dan kias sehingga perbedaan pandangan Ulama dalam menafsirkannya tidak dapat dihindari. 

Kamu boleh saja mengikuti anjuran Ulama yang melarang perayaan ulang tahun karena itu merupakan hak kamu. Namun kamu juga perlu ingat, bahwa orang lain pun memiliki hak yang sama atas kebebasan tersebut. 

Maka, ketika kamu melihat umat Islam yang lain, yang ingin merayakan ulang tahunnya dan menganggap perayaan itu sebagai bentuk syukur atas berkah umur yang diberikan oleh Allah, tentu tak perlu kamu usik kebahagiaannya dengan berkomentar buruk. Hargailah pandangan orang lain meskipun berbeda dengan pandanganmu.

3. JANGAN MUDAH MEMPERCAYAI KONTEN MEDIA SOSIAL

Bila kamu melihat sebuah konten media sosial yang sangat berbeda dengan ajaran yang telah kamu dapatkan selama ini, atau cenderung mengundang tanya, maka lakukan verifikasi ke media lain yang lebih kompeten. Cari sumber dalilnya, apakah berasal dari Al-Quran atau Hadist. Apabila berdasarkan Hadist maka periksa kembali apakah Hadist itu sahih dan dapat dipertanggung jawabkan. 

Kamu juga bisa menanyakan perihal tersebut kepada Ustad atau Ulama yang lebih kompeten untuk dapat menjelaskan maksud dan kebenarannya. Contohnya yang banyak beredar adalah larangan untuk mengucapkan selamat atas perayaan hari raya umat agama lain. 

Sesungguhnya tidak ada dalil yang tegas mengucapkan selamat hari raya bagi agama lain itu  boleh atau tidak boleh. Namun, MUI telah menyatakan bahwa mengucapkan selamat atas perayaan hari raya umat agama lain, hukumnya "boleh" dan sifat dari ucapan ini adalah untuk saling menghargai, bukan turut meyakini ajaran agama lain. 

Namun, bila kamu berkeyakinan untuk tidak dapat memberikan ucapan pada hari raya umat agama lain, maka setidaknya, hargai orang lain yang masih menerapkannya. 

4. TIDAK MUDAH TERPROVOKASI HASUTAN DAN FRAMING MEDIA SOSIAL

Media sosial merupakan media yang paling mudah untuk menyebarkan provokasi. Siapa saja dapat menggunakannya, tak memerlukan biaya dan sangat mudah penyebarannya. Apalagi jika didukung kelompok kepentingan tertentu. 

Media sosial juga sering digunakan untuk menebar kebencian, menebar berita hoax, framing yang sengaja dibelokkan untuk memicu kemarahan dan perpecahan. Termasuk dalam hal yang berkaitan dengan agama dan kepercayaan. 

Untuk itu kita perlu bijak dalam bermedia sosial. Mencari sumber berita lain yang lebih kredibel dan dapat dipercaya, serta tidak terburu-buru berkomentar atau menyebarkan konten tersebut.

Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas dalam keynote speech-nya  pada acara International Conference On Religious Moderation (ICROM), (27/7/2022) mengatakan bahwa penularan ujaran kebencian bisa menjadi viral dalam hitungan detik. Satu kasus di desa terpencil, dalam hitungan detik bisa menyebar dan membakar emosi orang-orang di pelosok negeri. Oleh sebab itu, masyarakat perlu sadar bahwa dunia digital juga membutuhkan literasi digital yang baik.

5. MELAWAN PANDANGAN EKSTRIM DAN RADIKAL

Pandangan ekstrim dan radikal dapat mendorong pada banyak hal-hal negatif, termasuk perilaku anarkisme dan terorisme. Sementara, keduanya bukanlah bagian dari agama manapun. 

Untuk melawan pandangan ekstrim dan radikal ini, kamu dapat melaporkan setiap konten yang mengandung pandangan ekstrim agama, radikal, dan ujaran kebencian yang memicu perpecahan agar konten tersebut dapat ditindaklanjuti oleh penyelenggara media sosial dan tidak menyebar viral sebagai propaganda yang memicu perpecahan antar umat beragama. 

Ingat, jangan menuang bensin ke api yang sedang berkobar. Jangan sampai, kamu malah semakin menyulut perpecahan dengan berkomentar kasar pada konten yang mengandung pandangan ekstrim dan radikal.

MODERASI BERAGAMA UNTUK MERAWAT KERUKUNAN

Kita terlahir di Indonesia. Sebuah bangsa yang majemuk, terdiri dari banyak suku, agama, budaya, serta bahasa daerah yang sangat beragam. Saya pikir, segala perbedaan ini seharusnya dapat menggerakkan kita untuk menjadi manusia yang lebih moderat dalam menghadapi segala perbedaan, khususnya dalam hal beragama. 

Moderasi beragama khususnya dalam bermedia sosial sangat penting untuk merawat kerukunan antar umat beragama di Indonesia. Dengan menjaga kerukunan dan toleransi, tentu kita dapat menjaga Indonesia menjadi bangsa yang bersatu, maju, aman, dan kuat.

Sumber Data:

https://dataindonesia.id/digital/detail/daftar-negara-terbanyak-habiskan-waktu-di-medsos-ada-indonesia 

https://bandungbergerak.id/article/detail/2208/jawa-barat-terus-bergelut-dengan-masalah-kebebasan-beragama-dan-berkeyakinan

https://kemenag.go.id/read/menag-sebut-moderasi-beragama-salah-satu-solusi-terbaik-antisipasi-potensi-konflik#:~:text=Jakarta%20(Kemenag)%20%2D%2D%2D%20Menteri%20Agama,yang%20memiliki%20keragaman%20seperti%20Indonesia. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun