Alasan kedua adalah untuk membina rumah tangga yang mandiri. Bagi saya setelah seseorang memiliki keluarga maka, sebaiknya memisahkan diri dari rumah tangga orangtua.
Alasan ketiga adalah untuk kenyamanan hari tua. Karena saat usia seseorang tidak produktif lagi, maka dia tidak akan mampu untuk menyewa rumah lagi. Syukur-syukur kalau ada yang beruntung mendapat warisan. Itu bonus, tapi tidak bisa diharapkan.Â
Memiliki hunian sendiri ketika usia sudah tidak produktif juga menyelamatkan keturunan kita menjadi Sandwich Generation yang harus membayar sewa rumah kita (Baca: Sandwich Generation, Bagaimana Mengakhiri?).Â
Sementara bagi usia lanjut, berat bila harus berpindah-pindah rumah bila ternyata ada kemungkinan buruk sewa tidak bisa diperpanjang.
Pada tulisan kali ini, saya akan membahas 5 tantangan dan 3 kemudahan bagi milenial untuk memiliki rumah.
Tantangan Memiliki Rumah Bagi Generasi Milenial
1. Tingginya Harga Rumah
Menurut Indeks Harga Properti Residensial (IHPR) Bank Indonesia, dalam satu dekade kenaikan harga hunian mencapai 39,7 persen. Sedangkan kenaikan Upah Minimum Regional (UMR) di seluruh Indonesia per tahun lebih dipengaruhi kenaikan inflasi. (sumber : pu.go.id).
Harga rumah di kota besar tidak terjangkau bagi kalangan milenial yang gajinya UMR. Di atas UMR pun, saya rasa masih susah bila ingin memiliki rumah. Tapi kalau menunda membeli rumah, apakah kalian yakin jumlah kenaikan tabungan kalian bisa menandingi kenaikan harga rumah?
2. Tidak Memiliki Pendapatan Tetap
Salah satu syarat untuk mengajukan Kredit Pemilikan Rumah (KPR), yang saya intip dari website sebuah Bank Nasional adalah "Memiliki pekerjaan dan penghasilan tetap, dengan masa kerja/usaha minimal 1 (satu) tahun (pegawai) atau 2 (dua) tahun (profesional/wiraswasta)."
Syarat tersebut berat bagi milenial. Mengapa? Banyak perusahaan saat ini yang membatasi jumlah pegawai tetap. Pegawai yang ada sebagian besar merupakan tenaga kontrak yang kontraknya diperbarui setiap tahun.