Nama : Melinda RahmawatiÂ
Nim. Â : 222121163
Kelas : HKI 4E
TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP TANGGUNG JAWAB AYAH MEMBERI NAFKAH ANAK PASCAPERCERAIAN Oleh Mochamad Arif Sholeh HidayatÂ
I.Pendahuluan
Sripsi ini mengangkat tema tersebut sebab memiliki alasan mendasar yang membuatnya relevan dan penting dimana perceraian adalah fenomena yang semakin umum di banyak masyarakat. Memastikan bahwa anak-anak dari keluarga yang bercerai tetap mendapatkan nafkah yang memadai adalah isu sosial yang signifika.Â
Dalam Islam, memberikan nafkah kepada anak adalah kewajiban yang jelas diatur. Meneliti tanggung jawab ini dalam konteks pascaperceraian membantu memperjelas dan memperkuat komitmen agama terhadap pemenuhan hak anak. Anak-anak merupakan pihak yang rentan dalam perceraian. Penelitian ini bertujuan untuk memastikan bahwa hak-hak anak untuk mendapatkan nafkah terlindungi sesuai dengan prinsip-prinsip hukum Islam.
II.Alasan saya memilih judul  skripsi iniÂ
penelitian ini layak untuk dikaji karena banyak yang sesuai kondisi di masyarakat. Bahwa dalam perceraian seseorang anak hanyalan korban dari orang tua mereka yang tidak tau apa apa tetapi ikut menanggung kepedihan yang diperbuat oleh orang tuannya, dimana tidak mendapatkan nafkah dari ayahnya sehingga kebutuhannya tidak tercukupi seperti anak-anak yang lainnya.Â
Pemberian nafkah oleh ayah kepada anak setelah terjadi perceraian sangatlah penting bagi kelangsungan hidup anak tersebut. Pendidikan dan perawatan anak masih menjadi tanggung jawab sang ayah sampai sang anak bisa mencari uang sendiri. Yang mana isu hukum yang dibahas  tersebut sejalan dengan prodi saya.yaitu hukum keluarga islam.
III.PembahasanÂ
Informasi Skripsi yang direview
Judul : TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP TANGGUNG JAWAB AYAH MEMBERI NAFKAH ANAK PASCAPERCERAIAN Oleh Mochamad Arif Sholeh HidayatÂ
Instansi : UIN Raden Mas Said SurakartaÂ
Nama penyusun : Mochamad Arif Sholeh Hidayat
Fakultas : Syariah
Program Studi : Hukum Keluarga Islam
Tahun : 2023
REVIEW SKRIPSI
A.Judul
TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP TANGGUNG JAWAB AYAH MEMBERI NAFKAH ANAK PASCAPERCERAIAN
B. Latar belakangÂ
Dampak perceraian orang tua juga berdampak pada anak. Ketika orang tua bertengkar atau bercerai, anaklah yang menjadi korbannya. Takut dan kehilangan kasih sayang ayah atau ibu, takut kehilangan kasih sayang orang tua yang tidak tinggal serumah. Hal tersebut memberikan dampak negatif terhadap anak yang sedang tumbuh dan berkembang baik secara fisik maupun mental.Â
Akibat kasus perceraian, banyak anak yang menjadi korban tindakan orang tua seperti kenakalan remaja, penggunaan obat-obatan terlarang, dan depresi. Perceraian orang tua mempengaruhi prestasi akademik anak baik dalam pelajaran agama maupun pelajaran agama. bidang lainnya. Anak-anak dengan gangguan emosional dan psikologis. Anak-anak yang terkena dampak perceraian sering kali mengalami masalah perilaku yang  berdampak negatif pada prestasi akademis mereka.Â
Berdasarkan Pasal 41 ayat (3) Undang-Undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974, pengadilan dapat mewajibkan mantan suami untuk membayar nafkah dan/atau membebankan kewajiban kepada mantan istri, dan Pasal 156 (d) Kitab Undang-undang Hukum Perkawinan. pada.Â
Hukum Islam juga menyatakan bahwa ayah bertanggung jawab atas segala biaya hadana dan membesarkan anak, tergantung pada kemampuan ayah, paling tidak sampai anak tersebut menjadi dewasa (21 tahun) yang dapat mengurus dirinya sendiri . Ayat 223 Kewajiban menafkahi keluarga dijelaskan sebagai kewajiban ayah.
Pada hakikatnya  Islam menyatakan bahwa kewajiban memberi rezeki adalah kewajiban ayah. Berdasarkan  observasi penulis di  Desa Bintoyo Kecamatan Padas Kabupaten Ngawi,  ayah wajib memberikan nafkah anak meskipun menceraikan istrinya. Penerapan hak-hak anak setelah perceraian berarti anak tidak mempunyai hak. Setelah orang tuamu bercerai, kamu tidak akan menerima hak apa pun.Â
Kewajiban seorang ayah untuk menafkahi anaknya  erat kaitannya dengan keadaan anak yang memerlukan bantuan ayah. Oleh karena itu, tugas untuk membantu anak-anak yang membutuhkan tidak hanya terbatas pada anak kecil saja. Seorang anak yang sakit-sakitan saat dewasa dan berjuang mencari nafkah harus merawat ayahnya yang miskin. Berdasarkan undang-undang di atas, berbeda dengan kejadian  di Desa Bintoyo, Kecamatan Padas, Kabupaten Ngawi.Â
Penulis mewawancarai seorang ayah yang tidak menghidupi anak-anaknya setelah  mantan istrinya menceraikannya. Rata-rata mereka dikaruniai 1 hingga 3 orang anak. Berdasarkan data yang dihimpun sejak 2019 hingga 2022, jumlah perceraian di Desa Bintoyo, Kecamatan Padas, Kabupaten Ngawi mencapai  101 kasus.Â
Tahun 2019 terdapat 19 perceraian,  tahun 2020 bertambah sebanyak 25 perceraian,  tahun 2021 bertambah 26 perceraian dan  tahun 2022 sebanyak 31  perceraian. Alasan perceraian  adalah alasan ekonomi yang menjadi dasar pengambilan keputusan perceraian.Â
C.Rumusan masalahÂ
1.Apa Faktor-faktor yang menyebabkan ayah tidak memberi nafkah anak pascaperceraian di Desa Bintoyo, Kecamatan Padas, Kabupaten Ngawi?
2.Bagaimana Tinjauan Hukum Islam terhadap ayah yang tidak memberikan nafkah anak pascaperceraian di Desa Bintoyo, Kecamatan Padas, Kabupaten Ngawi?
D.Tujuan
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui penyebab ayah tidak mengasuh anaknya setelah perceraian dan menganalisis survei hukum Islam terhadap ayah yang meninggal tanpa mengasuh anaknya setelah perceraian di Desa Bintoyo Kecamatan Padas Kabupaten Ngawi.
E.Manfaat
Penelitian penulis menunjukkan adanya manfaat teoritis yaitu dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan, dan bahwa perceraian dapat memberikan dampak negatif terhadap  perkembangan intelektual serta tumbuh kembang anak. Penelitian ini juga mempunyai manfaat praktis. Dapat memberikan informasi yang nyata dan  menambah wawasan.Â
F.Kerangka TeoriÂ
Dalam karya ini landasan hukum atau landasan teorinya adalah ketentuan pasal bahwa suamilah yang menanggung beban keuangan keluarga. Suami wajib menafkahi istri dan anak-anaknya sesuai dengan kelayakan dan tingkat kemampuannya, dan mazhab Fuqaha berpendapat bahwa  kecuali seorang istri melakukan nuyuzu, maka suami secara hukum wajib menafkahi istrinya setelah istri mencapai usia dewasa diharuskan untuk melakukannya.Â
Kerangka teori yang digunakan penulis sudah cukup bagus karena dengan adanya dasar hukum dapat dijadikan dasar yang kuat dalam sebuah penelitian.
G.Tinjauan pustakaÂ
   Penulis menggunakan  hasil lima penelitian sebelumnya. Penelitian ini mempunyai perbedaan yang sangat signifikan dengan  penelitian sebelumnya mengenai perceraian. Oleh karena itu, perlu dijelaskan dan mempertimbangkan secara matang hasil penelitian-penelitian terdahulu agar lebih mudah menemukan perbedaan penelitian-penelitian terdahulu dengan hasil penelitian yang diperoleh  penulis
   Penelitian sebelumnya berbeda dengan penelitian saya karena penelitian sebelumnya menggunakan teori studi pemikiran Madzab Syafi'i dan relefansinya dengan hokum keluarga Indonesia, sedangkan penelitian saya menggunakan teori hukum islam. Penelitian ini menggunakan penelitian lapangan, sementara penelitian sebelumnya menggunakan penelitian pustaka (library research). Skripsi Rohadi dan rencana skripsi penulis sama-sama membahas tanggung jawab orang tua terhadap anak-anak yang ditinggal bercerai.
H.Metode Penelitian
  Jenis penelitian yang dilakukan adalah berupa penelitian lapangan.  Survei dilakukan di Desa Bintoyo Kecamatan Padas Kabupaten Ngawi dengan cara terjun langsung ke lokasi penelitian dan perolehan data  menggunakan metode deskriptif kualitatif.Â
   Teknik yang digunakan dalam metode penelitian menggunakan teknik  snowball sampling. Sampel yang digunakan berjumlah tujuh orang dan topik penelitiannya adalah faktor keuangan yang menyebabkan ayah tidak menafkahi anaknya setelah perceraian.Â
    Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan gabungan antara data primer yang diperoleh melalui wawancara dan diskusi langsung dengan pelaku, ayah yang memberikan tunjangan anak, perangkat desa, dll, dan  data sekunder yang diperoleh dari perangkat desa yang saya gunakan. Berbagai sumber informasi seperti dokumen, buku, laporan.
IV. Laporan PenelitianÂ
A.Hak Nafkah Anak PascaperceraianÂ
1.Nafkah Menurut Tinjauan Hukum IslamÂ
Nafkah merupakan  hak dan kewajiban yang harus dipenuhi  seorang suami terhadap istrinya.   Pemeliharaan dibagi dalam berbagai cara dan mencakup makanan, tempat tinggal, pendidikan, dan bentuk perhatian. Ayat-ayat Al-Quran yang menunjukkan kewajiban menyokong kepada orang-orang yang bertanggung jawab antara lain: Surat Al-Baqarah Ayat : 233, Surat al-Thalaq Ayat : 6-7, Hadits tentang kewajiban suami terhadap istrinya, dan kewajiban suami terhadap nafkah istrinya, Pasal 80, Ayat 4 (a), (b ) dari KHI. ), (c) juga mengatur bahwa  ayah harus memberikan nafkah kepada anak.Â
Dijelaskan dalam  Q.S. Talaq ayat 7, Allah menunjukkan kasih  dan harapan-Nya yang tiada habisnya kepada orang-orang yang beriman. Dari pengertian di atas jelaslah bahwa penghidupan adalah  sesuatu yang bernilai manfaat atau materiil yang dapat diberikan oleh seorang suami kepada isterinya, anak-anaknya, dan anggota-anggota keluarga yang lain sebagai suatu tanggung jawab untuk memenuhi kebutuhan orang-orang yang menjadi tanggung jawabnya.Â
2. Dasar HukumÂ
      Surah Al-Baqarah ayat 233  menjelaskan bahwa setiap ayah wajib memenuhi kebutuhan  ibu dengan baik dalam hal sandang dan pangan. Ibu adalah wadah bagi anak, dan ayah adalah wadahnya. Oleh karena itu, sudah menjadi kewajiban seorang ayah untuk menjaga orang-orang yang bertanggung jawab terhadapnya, merawat dan merawatnya. Oleh karena itu, seorang suami mempunyai kewajiban untuk mencari nafkah  sesuai dengan taraf hidup istrinya, dan seorang suami  tidak boleh pelit terhadap nafkah istrinya sehingga istrinya menderita.
    Ayat 6 dan 7 Surat at-talaq menunjukkan bahwa suami adalah pemimpin dan oleh karena itu bertanggung jawab menafkahi anak dan istrinya. Merupakan kewajiban laki-laki untuk memberi istrinya tempat tinggal sesuai kemampuannya. Jangan pernah melakukan apa pun yang dapat mencekik dan membingungkan istri Anda dengan menempatkannya di tempat yang tidak pantas atau  tinggal bersama orang lain.Â
Dalam tafsir al-Misbah, ayat ini menggambarkan kewajiban-kewajiban seorang suami seperti nafkah anak, dan  bahwa laki-laki yang mampu akan mampu memperoleh nafkah yang cukup untuk menafkahi istri dan anak-anaknya . Oleh karena itu, dengan segenap kemampuannya, ia harus berkontribusi agar anak-anak istrinya dapat membelanjakan uang tersebut dengan leluasa. Kewajiban suami di sini maksudnya adalah kewajiban memberikan nafkah, kiswah, dan tempat tinggal isterinya.Â
     Hadits tersebut menjelaskan bahwa kewajiban suami terhadap istrinya adalah memberikan rasa aman berupa:Â
1) Mencari nafkah melalui makanan, pakaian, dan tempat tinggal.Â
2) Jangan menyakiti istrimu. Misal Jangan pukul wajahnya.Â
3) Memberikan dukungan emosional, seperti tidak meninggalkan istri. Â Â Â Â
    Kewajiban suami untuk menafkahi diatur dalam KHI  Pasal 80, Ayat 4  (a), (b) dan Kitab Undang-undang Islam. Hukum Islam menyatakan bahwa  ayah wajib menafkahi anak-anaknya. Besaran santunan yang diberikan dapat disesuaikan dengan kemampuan ayah dalam membayar. Oleh karena itu, jika sang ayah mempunyai kapasitas untuk memberikan ganti rugi tetapi dengan sengaja tidak melakukannya. Maka tindakannya tidak adil dan haram.
     Para ulama sepakat bahwa ketika seorang suami mencapai usia remaja, istri secara hukum wajib menafkahinya, kecuali jika istri melakukan gangguan. Menurut Hanafiyah, tidak ada dukungan bagi remaja putri yang belum siap menikah. Beberapa ilmuwan mengatakan bahwa  laki-laki dan perempuan memiliki hak yang sama dalam hal pendapatan.Â
Dengan kata lain, perkawinan juga menjadi salah satu alasan mengapa tunjangan harus dibayarkan. Dalam perkawinan yang sah, istri dan anak mempunyai hak untuk mencari nafkah. Namun jika seorang wanita masih kecil dan hanya bisa mencintai dan mesra, maka wanita tersebut tidak berhak untuk mempertahankannya.Â
3. Macam Macam Pemberian NafkahÂ
Seorang anak berhak atas tunjangan anak dari ayahnya dengan ketentuan sebagai berikut:Â
1. Seorang ayah yang mampu mencari nafkah atau bekerja untuk mendapat upah mempunyai kewajiban untuk menafkahi anak-anaknya.
 2. Ayah tidak wajib memberikan nafkah kepada anak yang mempunyai penghasilan atau mempunyai pekerjaan tetap.Â
3. Menurut mazhab Hanbali, anak yang seagama bapaknya harus dipelihara. Meski demikian, Dzumhur menjelaskan perbedaan agama bukan menjadi penghalang dalam menafkahi anak. Kebanyakan ahli hukum sepakat bahwa tunjangan anak ditentukan oleh tingkat kecukupan roti, suplemen, minuman, pakaian, dan tempat tinggal yang sesuai dengan kondisi ayah. Â
4.Sebab Wajib Memberi Nafkah
1. Berdasarkan perkawinan, isteri yang telah menikah  berhak mendapat nafkah dari suaminyaÂ
2. Berdasarkan garis keturunan, ayah wajib menafkahi keturunannya. Kedua orang tua wajib menafkahi anak jika anak dalam hal ini  masih kecil dan miskin, atau jika anak sudah dewasa tetapi tidak bekerja keras dan miskin. Begitu pula  sebaliknya, anak wajib menafkahi orang tuanya bila ia sudah tidak sanggup lagi bekerja atau mempunyai harta benda.Â
 3. Berdasarkan kekayaannya, pemilik budak wajib memberinya makan dan pakaian, merawatnya, dan tidak membebaninya melebihi batas kemampuannya.
5.Batas Usia Pemberian Nafkah Anak
   Tunjangan anak mengacu pada pengeluaran yang harus dibayar seorang ayah untuk makanan, pakaian, tempat tinggal, dan pendidikan untuk anak-anaknya. Baik menikah atau bercerai,  orang tua bertanggung jawab terhadap anak-anaknya. Kompilasi Al-Qur'an, Hadits, hukum, dan hukum Islam menyatakan bahwa ayah bertanggung jawab membesarkan anak, sehingga meskipun mantan istrinya atau ibu dari anak tersebut tidak kaya, dia tetaplah ayah. Adalah wajar untuk berdiam diri dan tidak melakukan apa pun serta melepaskan tanggung jawab. Namun berbeda jika sang ayah sebenarnya memiliki cacat fisik seperti sakit atau cacat.Â
   Menurut Imam Hanafi dan Maliki, sistem pemeliharaan anak berakhir pada saat anak mencapai kedewasaan dan kesehatan, namun bagi anak perempuan, sampai menikah dan diganggu oleh suaminya, dan menurut Imam Syafi'i, bagi anak laki-laki Bagi anak perempuan, menurut Imam Hanbali, apabila anak tersebut tidak mempunyai harta dan pekerjaan, maka nafkah anak menjadi tanggungan bapaknya, sedangkan bagi anak perempuan sampai datangnya haid. Menurut mayoritas ulama di atas, balik hanya digunakan sebagai batasan tunjangan anak dan tidak membatasi tunjangan anak secara ketat berdasarkan usia anak.Â
Kewajiban ayah dalam mencari nafkah diatur dalam hukum perkawinan dan selanjutnya diperketat dengan kompilasi hukum Islam. Menurut UU Perkawinan, Pasal 45(1) dan (2) mengatur bahwa setiap orang tua wajib memberikan pengasuhan dan pendidikan yang sebaik-baiknya kepada anaknya.Tanggung jawab orang tua kemudian berlaku sampai anak tersebut menikah  atau menjadi mandiri. Kewajiban ini tetap ada meskipun perkawinan antara  orang tua putus.Â
   Demikian pula Pasal 156A Kompilasi Hukum Islam mengatur tentang tanggung jawab hukum terhadap ayah apabila terjadi perceraian, antara lain segala hadiah, hadiah, dan nafkah harus diberikan sesuai dengan kesanggupan ayah. Termasuk tanggung jawab. Setidaknya sampai anak-anak tumbuh besar dan bisa mengurus dirinya sendiri (21 tahun).Â
Kesimpulan penulis, tunjangan anak merupakan pengeluaran yang harus ditanggung oleh seorang ayah bagi anaknya berupa pangan, sandang, papan, dan pendidikan. Baik menikah atau bercerai, orang tua bertanggung jawab terhadap anak-anaknya. Al-Qur'an, Hadits, undang-undang, dan kitab-kitab hukum Islam menjelaskan bahwa ayah bertanggung jawab membesarkan anak, sehingga meskipun mantan istrinya atau ibu dari anak tersebut tidak kaya, ayah tetaplah ayah. Wajar jika kita berdiam diri dan tidak melakukan apa pun serta melepaskan tanggung jawab. Namun berbeda jika sang ayah sebenarnya memiliki cacat fisik seperti sakit atau cacat.Â
6.Nafkah Anak Pasca Perceraian
Kewajiban orang tua setelah perceraian diatur dalam Pasal 149  d Kompilasi Hukum Islam: Apabila putusnya perkawinan  karena perceraian, maka bekas suami wajib menanggung biaya anak yang belum bercerai. Selama 21 tahun. Kewajiban orang tua terhadap anak-anaknya adalah mengasuh dan mendidiknya semaksimal mungkin, yang berarti juga menafkahi dan memenuhi kebutuhannya baik materil maupun nonmateri, dan kewajiban ini berlaku sejak anak mencapai usia dewasa sampai dewasa. Kewajiban ini  berlaku meskipun  orang tuanya bercerai.Â
Ayah mempunyai kewajiban untuk membesarkan anak-anaknya. Kesehatan, pendidikan, dan kebutuhan lainnya merupakan hak anak dan harus dipenuhi oleh orang tua apapun perceraiannya. Artinya, perceraian tidak boleh mengakibatkan  seorang ayah kehilangan tanggung jawab membesarkan anak-anaknya hingga mereka mencapai usia dewasa atau mandiri.Â
Pasal 106(1) Republik Islam juga menyatakan bahwa  ayah atau orang tua dari seorang anak mempunyai tugas dan tanggung jawab untuk menjamin pemeliharaan dan pengembangan harta benda anak yang belum mencapai usia dewasa atau yang belum mencapai usia dewasa. belum mencapai usia dewasa mengatakan.Â
Perawatan usia dewasa. Setelah putusnya perkawinan karena perceraian, seorang wali dapat mengajukan permohonan perwalian atas anak jika ayah atau orang tuanya tidak memenuhi tanggung jawabnya atas hak asuh dan pengasuhan anak tersebut. Agar pengadilan memberi Anda hak asuh atas anak Anda, Anda akan bertanggung jawab untuk merawat anak tersebut sampai dia mencapai usia dewasa atau mampu hidup sendiri. Tanggung jawab orang tua terhadap anaknya tidak berakhir dengan perceraian.Â
B.GAMBARAN TANGGUNG JAWAB AYAH MEMBERI NAFKAH ANAK PASCA PERCERAIAN
1.Profil Desa Bintoyo, Kecamatan Padas, Kabupaten Ngawi
Asal Usul Desa BintoyoÂ
Desa ini awalnya merupakan hutan tempat tinggal para pengungsi Kerajaan Majapahit pada masa runtuhnya Kerajaan Majapahit. Pada tahun 1475, Kesultanan Demak menyerang sisa kekuatan Majapahit di Jawa Timur. Banyak bangsawan Majapahit yang enggan diperintah oleh Kesultanan Demak yang berbeda keyakinan.Â
Akhirnya mereka lari ke berbagai arah, salah satunya  Desa Bifeng. Oleh karena itu, beberapa tempat di kawasan desa Toshitoyo dianggap keramat, dan orang-orang yang baru pertama kali mengunjungi desa tersebut dan menetap di sana menggunakannya sebagai pedoman. Alkisah ada sebuah pohon sambi yang  mengeluarkan air bersih di sela-sela batangnya.Â
Seiring berjalannya waktu, air tersebut menjadi melimpah dan tersedia untuk minum, memasak, dan kebutuhan sehari-hari, namun karena tidak ada habisnya maka air tersebut dinamakan mata air, atau mata air disana. Saat itu ada sebuah pohon di sana. Nama Desa Bintoyo  sendiri berasal dari kata "BI" yang merupakan singkatan dari pohon sambi dan "TOYO" (Toyo dalam bahasa Jawa) yang berarti "air". Banyak yang mengatakan, saat itu Jumat Kriwon dan Jumat Regi sudah menjadi kebiasaan untuk mengadakan bersih desa atau Sadranan.
Gambaran Umum Desa BintoyoÂ
Desa Bintoyo, Kecamatan Padas, Kabupaten Ngawi, merupakan salah satu dari 12 desa yang ada di Kecamatan Padas, terletak kurang lebih 6 km sebelah timur  Kecamatan Padas.  Desa Bintoyo memiliki luas kurang lebih  248 hektar dan terdiri dari tiga pemukiman: 4.444 Dusun Bintoyo I, Dusun Bintoyo II, dan Dusun Bintoyo III (Nguleri). Bagian Utara berbatasan dengan Desa Skowijono I, Bagian Timur berbatasan dengan Sungai Kanprasuri, Bagian Selatan berbatasan dengan Desa Pankuru, Bagian Barat berbatasan dengan Desa Skowijono IV.
Kondisi DemografisÂ
Menurut statistik demografi berdasarkan laporan penduduk bulanan, jumlah penduduk Desa Bintoyo Kecamatan Padas Kabupaten Ngawi sebanyak 4.444 jiwa, laki-laki: .857 jiwa, perempuan: .837 jiwa, jumlah akhir tahun 2022: .1694 jiwa. .Â
Kondisi EkonomiÂ
Daerah Bintoyo merupakan daerah dataran rendah. Penduduknya sebagian berprofesi sebagai petani (47,90%), pekerja (28,03%), pedagang (14,15%), TKI (2,10%), ABRI/POLRI (1,80%), dan sisanya 6,02% (PNS). . Pasar tradisional menunjang aktivitas perekonomian. Lembaga Keuangan Desa atau BUMDes. Pasar lain yang menunjang kegiatan perekonomian adalah pasar tradisional yang disebut pasar Kedungpurahu. Lembaga Keuangan Desa BUMDes.Â
Kondisi SosialÂ
Kondisi masyarakat Bintoyo bisa dikatakan masyarakat yang Agamis dan dinamis. Hal ini dapat dilihat dari banyaknya kelompok Yasinan dan Tahlil, Arisan, adanya kelompok Sinoman Organisasi Pemuda, Karang Taruna, Tim Olahraga, Kesenian dan Kelompok Tani serta Rukun Tetangga (RT) yang kuat dan mandiri. Untuk sosial keagamaan, penduduk Desa Bintoyo mayoritas beragama Islam, meskipun ada juga masyarakat yang non muslim. Adanya perbedaan agama ini merupakan tuntutan bagi mereka dalam membina kehidupan keberagamaan.Â
2.Nafkah Ayah Kepada Anak Pasca Perceraian di Desa Bintoyo,Kecamatan Padas, Kabupaten Ngawi
     Angka perceraian di Desa Bintoyo sebanyak jiwa. Menurut data tahun 2019, jumlah perceraian di Desa Bintoyo Kecamatan Padas Kabupaten Ngawi akan mencapai 101 kasus pada tahun 2022. Di Desa Bintoyo Kecamatan Padas Ngawi, angka perceraian pada awalnya sangat rendah pada tahun 2019 yaitu sebesar 19 kasus, namun pada tahun 2020 meningkat menjadi 25 kasus, pada tahun 2021 meningkat menjadi 26 kasus, dan pada tahun 2022 jumlah kasus meningkat pesat menjadi 31 kasus. . Desa Bintoyo merupakan salah satu desa dengan angka perceraian tertinggi di Kabupaten Padas dan  Ngawi.Â
  Tanggung jawab seorang ayah terhadap anak-anaknya setelah perceraian. Hal ini berdasarkan penelitian yang dilakukan penulis berdasarkan wawancara terhadap masyarakat yang terkena dampak perceraian orang tuanya. Ada  yang berpendapat bahwa ketika anak meninggalkan ibunya dan hidup terpisah dari ayahnya, maka ayah merasa tidak lagi mempunyai tanggung jawab terhadap anak-anaknya.Â
Ada pula ayah yang tidak bertanggung jawab terhadap anak mantan istrinya karena sudah mempunyai keluarga baru dan istrinya saat ini tidak mengizinkannya. Dan sang ayah tidak bertanggung jawab dan tidak mampu memikul tanggung jawab atas anak tersebut karena situasi keuangannya yang buruk dan pekerjaan yang tidak teratur serta pekerjaan serabutan.Â
Selain itu, karena ibu dari anak tersebut bekerja di luar negeri, maka ayah mempunyai hak asuh atas anak tersebut, namun ayah tidak bertanggung jawab jika anak tersebut meminta uang, namun kenyataannya anak tersebut meminta uang kepada nenek dari pihak ibu.Â
ANALISIS TANGGUNG JAWAB AYAH MEMBERI NAFKAH ANAK PASCAPERCERAIAN DI TINJAU DARI HUKUM ISLAM
A.Analisis Faktor-faktor yang menyebabkan Ayah tidak memberikan nafkah Anak pascaperceraianÂ
Seorang ayah wajib memberikan jaminan nafkah kepada anaknya, baik dalam bidang kesehatan, pendidikan, dan kebutuhan-kebutuhan lain yang berhak, meskipun perkawinan antara ayah dan ibu  berakhir karena perceraian  anak yang sudah dewasa. Di usia 21 tahun, ia wajib menghidupi ayahnya. Data  wawancara di Desa Bintoyo Kecamatan Padas Kabupaten Ngawi diperoleh dari 101 kasus perceraian dalam kurun waktu tiga tahun dimana peneliti mewawancarai enam orang ayah.Â
Mengenai tanggung jawab ayah dalam mengasuh anak pasca perceraian di Desa Bifeng, rata-rata seluruh anak yang orangtuanya bercerai di Desa Bifeng tinggal bersama ibunya. Sejak saat itu, sang ayah  merasa tidak mempunyai tanggung jawab untuk menafkahi anaknya, karena anak tersebut lebih banyak menuruti ibunya.Â
Selain faktor-faktor tersebut, ada pula faktor yang bermula dari  kurangnya pemahaman ayah terhadap permasalahan agama seputar tunjangan anak. Faktor lainnya adalah ekonomi. Artinya ibu dapat memberikan pengasuhan yang lebih baik terhadap anaknya dibandingkan ayah.Â
Dalam hal ini, kewajiban  ayah untuk menafkahi anak sangatlah penting. Namun dalam hal ini ayah tidak bertanggung jawab untuk menafkahi anak setelah perceraian, sehingga anak tidak menerima hak-hak  yang menjadi hak ayah. Sang ayah tidak memberikan pengasuhan apapun kepada anaknya melalui kunjungan atau pengasuhan. Dalam situasi seperti ini, anak-anak mungkin menjadi korban karena sang ayah tidak memenuhi perannya sebagai orang tua secara memadai berdasarkan hukum Islam.Â
B.Analisa Tinjauan Hukum Islam Terhadap Ayah yang tidak Memberikan Nafkah Anak pasca Perceraian.
Anak-anak yang lahir melalui perkawinan sah tunduk pada tunjangan anak dari ibunya setelah perceraian di Desa Binttoyo, dan sebagian besar biaya tunjangan anak ditanggung sepenuhnya oleh ibunya. Pada dasarnya, orang tua tidak boleh mengabaikan kebutuhan anak, sehingga tidak ada celah atau ruang bagi ayah untuk mengelak dari kewajibannya mengasuh anak dan tanggung jawabnya sebagai orang tua terhadap  anaknya.Â
Hal ini berdasarkan data kinerja ayah yang tidak mengasuh anaknya dan tidak melaksanakan tugasnya karena berbagai alasan seperti mengikuti ibu, alasan keuangan, dan kurangnya pemahaman di Desa Bintoyo Kecamatan Padas Kabupaten Ngawi. . Tunjangan anak untuk ayah setelah perceraian.Â
Ketidaktahuan  orang tua (ayah) tentang hukum Islam (Qur'an dan Hadits) dan adanya undang-undang perlindungan anak yang mengarahkan orang tua untuk tidak melalaikan nafkah dan hak-hak lain anaknya, sehingga menghambat orang tua (ayah) dalam memenuhi hak-hak anaknya .
Ini mengarah pada banyak hal. tanggung jawab. Dalam kehidupan berkeluarga, kita sering dihadapkan pada berbagai perbedaan pendapat dan pandangan hidup. Hal ini menyebabkan hubungan yang terasing dalam keluarga dan berujung pada perceraian. Setelah perceraian, mantan suami (ayah) tidak lagi mempunyai kewajiban apapun. Oleh karena itu, tanggung jawab menghidupi anak setelah perceraian tidak pernah terwujud. Bab 156 d Kompilasi Hukum Islam (KHI) Â menjelaskan bahwa seorang ayah wajib menafkahi anaknya sampai ia mencapai usia 21 tahun.Â
Namun di Desa Bintoyo, Kecamatan Padas, Kabupaten Ngawi, setelah perceraian, sang ayah  tidak lagi bertanggung jawab atas tunjangan anak dan biaya pendidikan karena alasan yang tidak diketahui. Oleh karena anak tersebut belum menikah  (perempuan), belum mencapai usia dewasa dan belum mempunyai penghasilan sendiri, maka dapat disimpulkan bahwa menurut hukum Islam, ia tidak memenuhi ketentuan yang diatur dalam Kitab Undang-undang Islam. . Sekalipun ada perceraian.Â
Kesimpulan
Ada beberapa alasan mengapa seorang ayah tidak dapat memenuhi tanggung jawabnya untuk memberikan tunjangan anak setelah perceraian. Unsur pertama adalah pemahaman dan pengetahuan tentang kaidah agama Islam. Kurangnya pemahaman para ayah mengenai tunjangan anak yang diberikan setelah perceraian dari sudut pandang agama membuat mereka percaya bahwa mereka tidak lagi mempunyai kewajiban untuk menafkahi anak mereka.Â
Selain itu, karena faktor ekonomi, sang ayah  tidak mampu memberikan bantuan karena sang ibu yakin bahwa ia mampu mengurus dirinya sendiri. Faktor selanjutnya adalah sang ayah sudah memiliki keluarga baru dan tidak  lagi bertanggung jawab menghidupi anak  mantan istrinya.Â
Hukum Islam tidak mentoleransi seorang ayah yang gagal memenuhi kewajibannya terhadap anak-anaknya setelah  perceraian.  Kompilasi Hukum Islam (KHI), Bagian 3, Pasal 156(d) menyatakan: Ini untuk diriku sendiri dan aku belum berusia 21 tahun. Pengertian hadana menurut Pasal 1(g) Kodifikasi Hukum Islam adalah pengasuhan anak, yaitu kegiatan mengasuh, memberi nutrisi, dan mendidik anak hingga mencapai usia dewasa atau mampu menghidupi dirinya sendiri.Â
V. Rencana SkripsiÂ
Rencana yang saya tulis adalah apakah bisa dalam rumah tangga seorang istri ap yang pendapatannya lebih tinggi daripada pendapatan suami yang ditinjau dari keharmonisan. Walaupun seorang istri memiliki pendapatan yang lebih tinggi daripada pendapatan suami di dalam rumah tangga tetap istri harus patuh kepada suaminya bukan malah semena mena, wajib menjaga diri agar tidak sombong. Istri harus tetap menjaga rasa hormat dan bakti ke suami dan jangan merasa lebih dari suaminya itu di dalam islam tidak diperbolehkan.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H