Belajar itu ibarat makan.Â
Tidak bisa langsung makan dalam jumlah besar karena pasti kekenyangan dan perut akan merasa begah. Juga, tidak cukup makan sekali untuk kenyang sehari, dua hari, seminggu, atau sebulan.Â
Karena keterbatasan inilah, kita perlu mengatur pola makan kita atau ber-"diet".
Begitu pula dengan belajar, kita pasti mengalami kejenuhan bila kita melakukan sistem kebut semalam (SKS). Dan, bila kita hanya belajar sekali saja, tanpa pengulangan, maka akan besar resikonya kita akan melupakan apa yang telah kita pelajari. Oleh karena itu, kita perlu menyusun "diet" belajar kita.
Kata "diet" sendiri menurut kamus besar Bahasa Indonesia (KBBI) memiliki arti "aturan makanan khusus untuk kesehatan dan sebagainya".
Menerapkan "diet" belajar yang sesuai ini penting, agar belajar menjadi lebih efektif, efisien, dan memberikan hasil yang maksimal. Alias, nilainya bagus.
Berdasarkan pengalaman saya sendiri, orang yang pintar biasanya adalah orang yang mampu memahami dirinya sendiri dan mampu menyusun "diet" belajar berdasarkan kemampuan mereka tersebut.
Tau dari mana?
Sewaktu kalian belajar, pernah nggak sih kalian merasa iri kepada teman kalian yang jarang belajar tapi selalu dapat nilai yang bagus-bagus?
Lalu kalian pasti berpikir, "Ah, enak ya jadi orang pintar. Belajar sebentar, belajar sedikit, pasti dapat nilai bagus."
Hmm... Kelihatannya keren, kan? Tapi salah besar kalau kalian berpikir seperti ini.Â
Soalnya, banyak sekali teman saya yang punya hobi "berlomba-lomba terlihat malas, tapi dapat nilai bagus". Dibalik itu, kita kan tidak tahu bagaimana sebenarnya dia belajar.
Mengakunya belajar SKS tapi dapat nilai 100, ini malah sepatutnya dicurigai. Apa jangan-jangan dia nyontek? Kalau bukan, apa rahasianya?
Yang berani, boleh saja coba meniru. Dijamin tidak akan pernah dapat nilai lebih tinggi dari teman kalian itu.
Saya pernah coba sekali, meniru gaya belajar teman. Bukan meniru belajar SKS ya!Â
Saya amati teman saya waktu datang ke kosannya untuk belajar bersama. Tapi hasilnya, saya cuma dapat 80 dan teman saya dapat nilai lebih tinggi, 85.
Dengan demikian, bukannya kita tidak boleh meniru, melainkan kita tidak bisa meniru "diet" belajar teman secara mentah-mentah.Â
Ada 3 alasan yang mendasar, yaitu 3KÂ (Kemampuan, Kesukaan, dan Kebiasaan).
1. Kemampuan
Porsi makan setiap orang berbeda-beda, ada yang besar, ada yang kecil. Kecepatan setiap orang makan juga berbeda, ada yang cepat dan ada yang perlahan-lahan. Belum lagi, kemampuan tubuh setiap orang untuk menyerap nutrisi dari makanan yang dimakan juga sangatlah berbeda.
Belajar pun sama. Kemampuan belajar setiap orang berbeda-beda.
Ada yang lebih baik belajar dengan porsi sedikit dan ada yang mampu belajar dalam porsi besar.Â
Ada yang tingkat konsentrasinya rendah, sehingga butuh waktu untuk belajar lebih lama, dan ada pula yang memiliki tingkat konsentrasi yang tinggi, sehingga cukup belajar dalam waktu yang lebih singkat.
Selain itu, daya ingat setiap orang berbeda-beda. Bagi orang yang memiliki ingatan fotografis, mungkin bisa saja dia berhasil mengingat seluruh pelajaran dalam sekali baca. Namun nyatanya, berapa banyak orang di luar sana yang memiliki ingatan fotografis?
Oleh karena itu, belajar menjadi sebuah proses yang tidak bisa dilakukan hanya satu kali saja. Seperti halnya, makan yang tidak bisa dilakukan satu kali saja untuk seumur hidup.
2. Kesukaan
Ada orang yang lebih suka makan daging, dia akan lebih nafsu makan untuk makanan yang ada dagingnya. Ada pula orang yang lebih suka makan sayur, sehingga memilih untuk menjadi vegetarian.
Ada orang yang lebih suka belajar hitungan karena tidak suka menghafal. Sebaliknya, ada orang yang lebih suka hafalan karena tidak suka berhitung.Â
Namun, dalam hal ini, masalah belajar tidak bisa se-fleksibel masalah makan. Kita tidak bisa memilih untuk belajar hafalan saja atau berhitung saja dan menghindari pelajaran yang tidak disukai.
Bila seseorang hanya makan daging saja atau sayur saja dalam seumur hidupnya, akan ada konsekuensi yang harus ia tanggung. Entah itu, kolesterol karena kelebihan lemak atau menjadi kurang gizi karena kekurangan asupan nutrisi tertentu.
Pada pelajaran, tentu dampak ini akan menjadi berkali-kali lebih besar.
Bayangkan, jika kita tidak pernah belajar hitungan. Kita akan mudah ditipu orang. Contoh, mau bayar angkot/mikrolet Rp 2.000,- malah membayar dengan uang Rp 20.000,-. Atau mungkin saat ke pasar dan membayar Rp 26.000,- untuk 14-16 butir telur (1 kg), tapi hanya diberi 10 butir.
Meskipun, kita tidak mungkin untuk menyukai semua mata pelajaran yang ada, kita harus tetap belajar. Ketidaksukaan kita terhadap pelajaran dapat memperlambat proses belajar. Sehingga, ada perkataan, kita tidak boleh membenci suatu pelajaran!
3. Kebiasaan
Karena belajar adalah suatu proses yang dilakukan terus menerus, bukan sesuatu yang instan. Maka, agar bisa sukses, kuncinya terletak pada kebiasaan belajar kita. KONSISTENSI.
James Clear, dalam bukunya Atomic Habits, mengatakan bahwa setiap hal kecil yang kita lakukan dalam hidup kita bisa memberikan perubahan yang luar biasa.Â
Sehingga, jika kita terus konsisten untuk belajar sesuatu 1% setiap harinya, maka dalam jangka panjang ilmu yang terkumpul akan meningkat secara drastis, menjadi 1000%, seperti efek bola salju. Pelajaran yang terasa berat, lama-kelamaan akan terasa ringan.
Masalahnya, bagaimana jika kamu adalah seorang "prokrastinator" atau penunda? Apakah kita akan menjadi gagal?
Belum tentu juga.
Seorang youtuber, Elizabeth Filips, dalam videonya menyanggah teori James Clear, bahwa kebiasaan atau konsistensi bukanlah satu-satunya jalan menuju kesuksesan.Â
Menurut Elizabeth, ia tidak mampu untuk menjaga konsistensi tersebut. Karena dalam satu hari, dapat terjadi hal-hal yang tidak terduga.Â
Mempertahankan jadwal untuk membangun kebiasaan membuat kita menjadi seseorang yang egois. Dan lagi, tidak belajar satu atau dua hari tidak menghalanginya untuk menjadi seseorang yang berprestasi.
Elizabeth mengatakan, lebih baik kita membangun minat kita terhadap sesuatu pelajaran itu sedikit demi sedikit. Di sela-sela waktu, bacalah informasi terkait dengan pelajaran tersebut. Lalu, setelah banyak informasi dan ide terkumpul, gunakan satu hari untuk fokus belajar dan mengejar ketinggalan.
Dari perkataan Elizabeth, saya tetap menarik kesimpulan bahwa konsistensi belajar tetap menjadi kunci sukses dalam belajar.Â
Yang berbeda hanyalah intensitas belajarnya. Tidak harus setiap hari dalam seminggu, tapi boleh saja 3 kali dalam seminggu.
Kalau begitu, bagaimana kita menyusun "diet" yang sesuai untuk diri kita?
1. Kita harus memahami diri sendiri
Seperti yang saya katakan sebelumnya, bahwa orang yang pintar adalah orang yang memahami dirinya sendiri. Dia bisa mengukur kemampuannya, sehingga tahu batasan kapan belajar dan kapan waktunya bermain.Â
Bagi yang tidak bisa, lanjut ke poin berikutnya.
2. Yang penting mulai terlebih dahulu
Kita bisa mulai belajar, seperti yang Elizabeth lakukan, mulai belajar dengan membaca hal-hal yang ringan. Bila studi kasus dapat meningkatkan ketertarikanmu, silakan membaca contoh-contoh studi kasus terkait.Â
Dengan mengubah pandangan kita terhadap belajar, bukan sebagai beban, melainkan sebagai "kekepoan", kita justru semangat, penasaran, dan tertarik untuk mengetahui lebih. Dalam prosesnya, kita belajar karena kita menambah pengetahuan.
3. Menentukan waktu belajar yang paling nyaman
Pilih waktu terbaik untuk belajar, jadi kita bisa fokus.
Lebih baik belajar di pagi hari. Kalau belajar malam, sekitar jam 7-9 malam saja. Lebih dari itu, daya otak sudah menurun, lebih sulit untuk konsentrasi.Â
Yang sayang, kalau malam harinya sudah capek belajar, terus dibawa tidur. Besok paginya, malah lupa semua.
4. Membuat komposisi belajar yang disukai
Tidak semua orang suka dan hobi belajar. Sehingga, pintar-pintarlah membuat pelajaran jadi sesuatu yang disukai.Â
Ibarat, kalau kita tidak suka makan brokoli, brokolinya bisa kita potong kecil-kecil, lalu dicampur dalam patty burger, sehingga brokolinya tidak terasa dan kita tetap bisa makan brokoli.
Jadi, belajarnya tidak harus selalu dengan membaca, bisa lewat menonton, cerita komik, dan lain-lain.Â
Sedangkan untuk pelajaran hitungan, tidak ada cara lain selain giat berlatih. Kita bisa memberikan kompensasi kepada diri sendiri sebagai bentuk apresiasi.Â
Boleh menonton 1 episode drama yang sedang tayang. Atau mungkin bermain game 1 babak. Yang jelas kompensasinya juga harus memiliki batasan. Kalau kebablasan, malah gawat.
Wasana Kata
Belajar dan makan itu beti, beda-beda tipis.
Meskipun kismis itu enak, tidak bisa menyamaratakan semua orang untuk suka makan kismis. Setiap orang memiliki preferensi dan kemampuan makannya tersendiri.
Begitu pula dengan belajar, masing-masing orang punya kemampuan, kesukaan dan kebiasaan belajarnya tersendiri. Kalau dipaksakan malah eneg dan muntah.Â
Jadi, pintar-pintarnya kita mengakali, menyusun "diet" belajar kita sendiri agar belajar bisa lebih optimal.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H