Mohon tunggu...
Melina
Melina Mohon Tunggu... Lainnya - Teknisi Pangan

Menulis untuk sharing, karena sharing is caring.

Selanjutnya

Tutup

Financial Artikel Utama

Merencanakan Keuangan dan Masa Depan Anak Berkebutuhan Khusus

26 Juli 2022   06:54 Diperbarui: 27 Juli 2022   21:15 1183
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi orangtua mengajarkan anak menabung dan merencanakan keuangan untuk masa depan anak. Sumber: Kompas.com

Tidak ada anak yang minta dilahirkan dengan kebutuhan khusus. Namun sebagai orang tua, merawat dan membesarkan anak-anak kebutuhan khusus memiliki tantangan tersendiri.

Tantangan terbesar bagi orang tua tidak lain dan tidak bukan, UANG.

Selain kasih sayang, perhatian, dan kesabaran, uang juga diperlukan. Baik untuk biaya pengobatan, terapi, pendidikan, dan juga kebutuhan sehari-hari, seperti makanan dan pakaian.

Akan tetapi, apa yang terjadi jika orang tua tidak memiliki kapasitas untuk merawat anaknya yang berkebutuhan khusus?

Yang terjadi, bisa jadi seperti berikut...

Kasus di Bekasi: Ketika Anak Perlu Perlindungan dari Orang tuanya Sendiri

Tepat pada tanggal 23 Juli 2022, ketika kita merayakan Hari Anak Nasional, muncul berita bahwa seorang anak dipasung oleh kedua orang tuanya--ayah kandung dan ibu tiri. 

Sang anak, berinisial R dan berumur 15 tahun, tampak kurus akibat kekurangan makan dan mengalami kekurangan gizi. Selain itu, terlihat bekas memar pada anggota tubuhnya akibat kekerasan menggunakan benda tumpul.

Kedua orang tua R berdalih penyiksaan ini dapat dijustifikasi karena sang anak sering menghabiskan makanan di rumah.

Yang lebih mengejutkan lagi, sang ibu tiri merupakan pengajar di suatu sekolah berkebutuhan khusus.

Akhirnya mereka pun dijerat dengan Pasal 77 B juncto Pasal 76 B atau Pasal 80 juncto Pasal 76 C Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak.

Sungguh miris...

Faktor ekonomi menjadi penyebab penelantaran kekerasan terhadap anak.

Dibandingkan dengan anak pada umumnya, anak berkebutuhan khusus (ABK) lebih rentan terhadap penelantaran dan kekerasan. Faktanya, hampir 70% ABK di Indonesia tidak mendapatkan pendidikan yang layak. Karena alasan ekonomi, infrastruktur yang belum memadai, kurangnya pengajar, dan lain sebagainya.

Anak berkebutuhan khusus (https://www.brainbalancecenters.com/).
Anak berkebutuhan khusus (https://www.brainbalancecenters.com/).

Mengenali Anak Berkebutuhan Khusus

Semua anak berhak untuk dibesarkan dengan kasih sayang, terutama anak berkebutuhan khusus (ABK):

Anak yang mengalami keterbatasan/keluarbiasaan baik fisik, mental-intelektual, sosial, maupun emosional yang berpengaruh secara signifikan dalam proses pertumbuhan dan perkembangannya dibandingkan dengan anak-anak lain seusianya. 

ABK sering kali mendapat stigma negatif, dilabeli sebagai anak dengan keterbatasan. Padahal, ada pula anak yang berkebutuhan khusus karena memiliki potensi atau kecerdasan luar biasa, yang kita sebut dengan anak jenius.

Mereka adalah anak-anak yang memiliki tingkat intelegensi yang tinggi dan berbakat pada bidang-bidang tertentu, seperti seni, olahraga, dan kepemimpinan.

Untuk mengakomodasi dan mengembangkan kecerdasan anak jenius secara optimal, tentu saja kita tidak dapat memperlakukan mereka layaknya anak normal pada umumnya.

Perlakuan untuk Anak Berkebutuhan Khusus

Baik orang tua maupun pendamping, harus mengetahui karakteristik dan kebutuhan anak agar dapat memberikan perlakuan yang tepat dan memenuhi kebutuhannya. 

Ada 12 macam anak berkebutuhan khusus (ABK):

  1. Anak disabilitas penglihatan (tunanetra), baik gangguan penglihatan menyeluruh (total) atau sebagian (low vision).

  2. Anak disabilitas pendengaran (tunarungu), baik sebagian ataupun menyeluruh. Biasanya disertai dengan kesulitan dalam berbahasa dan berbicara.

  3. Anak disabilitas intelektual (tunagrahita) adalah anak yang memiliki tingkat intelegensi dibawah rata-rata anak seusianya, sehingga mengalami kesulitan dalam beradaptasi dengan lingkungan sekitarnya.

  4. Anak disabilitas fisik (tunadaksa) adalah anak yang mengalami gangguan gerak akibat kelumpuhan, tidak lengkap anggota badan, kelainan bentuk dan fungsi tubuh atau anggota gerak.

  5. Anak disabilitas sosial (tunalaras) adalah anak yang memiliki kesulitan untuk mengendalikan emosi dan kontrol sosial, serta berperilaku menyimpang.

  6. Anak dengan gangguan pemusatan perhatian dan hiperaktivitas (GPPH) atau attention deficit and hyperactivity disorder (ADHD). 

  7. Anak dengan gangguan spektrum autisme atau autism spectrum disorders (ASD).

  8. Anak dengan gangguan ganda adalah anak yang memiliki dua atau lebih gangguan sehingga diperlukan pendampingan, layanan, pendidikan khusus, dan alat bantu belajar yang khusus. 

  9. Anak lamban belajar atau slow learner.

  10. Anak dengan kesulitan belajar khusus atau specific learning disabilities adalah anak yang mengalami hambatan atau penyimpangan pada satu atau lebih proses psikologis dasar berupa ketidakmampuan mendengar, berpikir, berbicara, membaca, menulis, mengeja dan berhitung.

  11. Anak dengan gangguan kemampuan komunikasi.

  12. Anak dengan potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa.

Lain anak, tentu lain juga perlakuan dan penanganannya. Oleh karena itu, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Republik Indonesia telah menyusun "Panduan Penanganan Anak Berkebutuhan Khusus bagi Pendamping (Orang Tua, Keluarga, dan Masyarakat)", dapat dilihat di sini.

Merencanakan Keuangan dan Masa Depan Anak Berkebutuhan Khusus

Yang terpenting dari itu semua, adalah bagaimana orang tua membesarkan anak berkebutuhan khusus.

Orang tua perlu membuat rencana terkait kondisi finansial dan bagaimana mereka akan membentuk masa depan sang anak.

Segala sesuatu bisa saja terjadi. Bukan berarti mendoakan hal yang buruk menimpa keluarga Anda. Namun, penting untuk berjaga-jaga sebelum hal-hal yang tidak diinginkan terjadi.

Penting bagi orang tua dari anak-anak yang memiliki disabilitas untuk mulai memikirkan sedini mungkin, mengenai "Apa yang terjadi setelah anak mereka dewasa?", "Bagaimana si anak akan bekerja dan mendapatkan penghasilan?", "Bagaimana si anak dapat bertahan hidup tanpa orang tua?", "Bagaimana bila si anak tidak bisa mengelola keuangannya sendiri?"

Hal yang bisa dilakukan oleh orang tua adalah:

  1. Membuat tabungan masa depan untuk anak.

Tabungan ini terutama diperlukan untuk anak-anak yang memiliki disabilitas. Kelak di masa depan, tabungan ini dapat menjadi bekal bagi anak hingga ia tua. 

Dana disimpan untuk: 

  • Keperluan pengobatan dan terapi yang membutuhkan biaya yang relatif mahal. 
  • Keperluan sehari-hari.
  • Bersekolah di sekolah inklusi atau sekolah akselerasi (untuk anak jenius).
  • Sebagai dana darurat, bila anak kesulitan untuk menemukan pekerjaan dan memperoleh penghasilan setelah ia dewasa. 

Bukan berarti kita membuka tabungan karena anak tidak bisa apa-apa dan hanya bisa bergantung pada orang tua saja. 

Tentu saja, si anak tetap dibimbing untuk bisa mencari penghasilan sendiri. Nantinya, bila si anak memperoleh pekerjaan, uang yang ia hasilkan tersebut boleh ia gunakan untuk kebutuhannya.

  1. Memperhitungkan biaya yang diperlukan untuk kebutuhan hidup si anak

Setiap anak memiliki kebutuhan yang berbeda, sehingga biaya yang harus dikeluarkan untuk tiap anak akan berbeda. Misalnya:

  • Biaya sekolah yang harus dikeluarkan berbeda tergantung dimana anak bersekolah dan kelengkapan fasilitas sekolah tersebut. 
  • Kemudian, kebutuhan untuk pakaian dan alat bantu tertentu muncul pada anak dengan disabilitas tertentu. 
  • Kebutuhan pengobatan dan terapi. 
  • Kebutuhan akan makanan tertentu karena alergi, dan lain sebagainya.

Kebutuhan ini harus dihitung secara rinci. Agar orang tua bisa mengatur pengeluaran dan pendapatannya, serta membuat perencanaan masa depan dengan baik.

  1. Membuat perhitungan biaya berdasarkan perkiraan panjang umur anak

Mengantisipasi yang terburuk, bila si anak tidak mampu menghidupi dirinya sendiri. Maka, rincian biaya keseharian yang telah dibuat sebelumnya dikalikan dengan hingga umur berapa anak hidup, itulah dana minimal yang harus disiapkan sebagai tabungan oleh orang tua.

  1. Antara mempekerjakan seorang caregiver atau menempatkan anak di lembaga

Bila si anak tidak mampu mengurus dirinya sendiri bahkan ketika si anak telah dewasa, maka orang tua harus memikirkan mana yang lebih tepat: mempekerjakan seorang caregiver atau menempatkan anak dalam lembaga/institusi?

Menempatkan anak di institusi tidak selamanya menjadi opsi yang buruk. Berkumpul dengan banyak orang di institusi dapat meningkatkan interaksi sosial anak. Lalu, orang tua harus memperhitungkan kemungkinan adanya caregiver yang lalai.

Setiap pilihan ada kelemahan dan kelebihannya masing-masing. Harus dipertimbangkan dengan baik agar uang yang dititipkan untuk mengurus anak kita tidak disalahgunakan dan menjadi tidak tepat sasaran.

  1. Bekerja sama dengan lembaga/institusi

Membesarkan anak berkebutuhan khusus tidaklah mudah, apalagi bila orang tua memiliki keterbatasan finansial. Untuk itu, orang tua bisa bekerja sama atau meminta bantuan dari institusi atau lembaga sosial pemerintah untuk mendapatkan akses kesehatan yang lebih terjangkau atau akses untuk memperoleh dana bantuan (sponsor).

***

Sumber: [1], [2], [3], [4]

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun