Mohon tunggu...
Melina
Melina Mohon Tunggu... Lainnya - Teknisi Pangan

Menulis untuk sharing, karena sharing is caring.

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Pilihan

Kenali Lisensi Terbuka, Jadilah Tokoh yang Aktif Perangi Plagiarisme

7 Juli 2022   19:01 Diperbarui: 2 Agustus 2022   01:43 1434
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Stop Plagiarisme! (via kalderanews.com).

"Apa yang akan Anda lakukan, jika menemukan sebuah artikel terindikasi plagiat?"

Terkejut? Bingung? Sedih? Marah? Atau tidak bereaksi apa pun? Alias mendiamkan dan bersikap apatis?

Saya menemukan sebagai pembaca tersebut, saya merasa terkejut dan bingung. Mau melaporkan, tapi ada ragu dan juga rasa takut.

Kejadian tak terduga ini saya alami sendiri belum lama ini. Akan tetapi yang diplagiasi bukanlah tulisan milik saya, melainkan tulisan milik orang lain.

Hal ini terjadi ketika saya sedang membaca artikel terkait cuti 6 bulan RUU KIA. Saya menemukan sebuah artikel dari portal berita yang menurut saya cukup terkenal melakukan plagiasi. Dari yang saya lihat, konten artikel tersebut terindikasi 99% plagiat, sedangkan 1% yang berbeda hanya terletak pada judulnya.

Bagaimana saya menyimpulkan artikel tersebut terindikasi plagiat?

Pertama, melihat tingkat kemiripan kedua artikel. Saya menemukan dua artikel dengan tingkat kemiripan hingga 99% mirip atau sama, baik dari segi konten, heading, dan titik koma. Yang berbeda hanya judul dan nama penulisnya saja.

Kedua, melihat dari tanggal dan waktu publikasi, saya menyimpulkan bahwa situs portal berita inilah yang melakukan plagiasi dan bukan sebaliknya.

Artikel 'asli' sudah dipublikasikan kurang lebih satu hari sebelumnya. Saya ingat membaca artikel tersebut malam hari sebelumnya.

Sedangkan, artikel 'plagiat' di portal berita terbit keesokan harinya. Tanpa mencantumkan baik nama penulis dan situs sumber tulisan asli.

Yang disayangkan adalah meskipun tulisan tersebut memang dipublikasikan dalam situs dengan lisensi terbuka. Berarti tulisan ini memang diperbolehkan untuk disebarluaskan. Namun bukan berarti, tulisan tersebut bisa diakui oleh orang lain tanpa menyebutkan sumber aslinya. 

Dalam situs sumber pun, penulis sudah mengungkapkan bahwa penulis tidak memiliki afiliasi di luar situs publikasi artikel sumber.

Fakta lain yang cukup mengecewakan adalah ketika mengetahui penulis yang terindikasi melakukan plagiarisme ini merupakan orang yang sudah bekerja belasan tahun di bidangnya dan diakui keahliannya.

Sayang sekali bukan?

Kasus plagiarisme ini dapat mempengaruhi nasib seseorang. Kalau ringan mungkin sekedar teguran, kalau berat bisa dipecat atau kena blacklist. Terlebih lagi, temuan ini dapat mempengaruhi kredibilitas situs tempat artikel ditayangkan.

Sulit untuk mengembalikan kepercayaan yang sudah hilang.

Padahal penulis cukup memanfaatkan lisensi terbuka yang sudah ada.

Nah! Mengenali lisensi terbuka bisa menjadi salah satu cara bagi penulis untuk menghindari plagiarisme.

Apa sih yang dimaksud dengan lisensi terbuka?

Berbeda dengan "all rights reserved" yang dianut oleh lisensi hak cipta eksklusif (R) pada umumnya, lisensi terbuka atau creative commons license (CC) ini menganut prinsip "some rights reserved". 

Artinya, lisensi terbuka memudahkan suatu konten untuk disalin, diubah, dan disebarluaskan tanpa harus meminta izin dari pemilik asli konten. 

Sehingga, konten tersebut menjadi terbuka untuk umum dan dapat digunakan untuk tujuan edukasi dan penyebaran informasi.

Dengan catatan, tetap menghargai hak pemilik asli konten. Lisensi terbuka (CC) tidak sepenuhnya terbebas dari Hak Kekayaan Intelektual dan tetap terlindungi di bawah naungan hukum.

Jadi, bagaimana cara kerja lisensi terbuka? Bagaimana kita mendapatkan lisensi terbuka?

Lisensi terbuka bekerja dengan cara memberikan hak pada pihak ketiga (setiap orang selain sang pemilik/pencipta karya) untuk menggunakan--menyalin, mengubah, menyebarkan kembali karya tanpa memberikan royalti dengan syarat memenuhi kewajibannya. 

Kewajiban utama pengguna lisensi terbuka adalah dengan mencantumkan nama pemilik/pencipta karya.

penggunaan-cc-pada-kompas-62c6c435bb44864fc97c5a52.png
penggunaan-cc-pada-kompas-62c6c435bb44864fc97c5a52.png

Ada 6 jenis lisensi terbuka yang berlaku

Terdapat 6 jenis variasi yang ditandai dengan simbol-simbol berikut (Kreutzer 2014).
Terdapat 6 jenis variasi yang ditandai dengan simbol-simbol berikut (Kreutzer 2014).

1. CC BY, mewajibkan pengguna untuk memberi kredit pada pencipta.

2. CC BY-SA, lisensi ini bisa digunakan untuk tujuan komersial, misalnya mengunggah di wikipedia. Syarat penggunaan lisensi ini adalah memberi kredit pada pencipta dan memberlakukan syarat yang sama dengan karya asli, misalnya pemberlakuan lisensi yang sama "CC BY-SA" dan tidak memberikan ketentuan tambahan untuk penggunaannya. 

3. CC BY-ND, lisensi ini bisa digunakan untuk kepentingan komersil, namun tidak memperbolehkan adaptasi dari suatu ciptaan/karya untuk melindungi integritas ciptaan. Yang dapat disebarluaskan, hanya salinan verbatim saja.

4. CC BY-NC, lisensi non komersial, tidak memperbolehkan adanya adaptasi dari ciptaan/karya. Seperti halnya CC BY, pengguna wajib memberi kredit pada pencipta.

5. CC BY-NC-SA, fungsinya sama seperti CC BY-SA, tapi lisensi ini bersifat non komerisal.

6. CC BY-NC-ND, merupakan lisensi paling terbatas. Pengunaan ciptaan/karya bersifat non komersial, tidak memperbolehkan adanya adaptasi.

Penjelasan lengkapnya bisa dibaca di situs ini dan ini.

Memerangi Plagiarisme

Meskipun banyak artikel yang menyuarakan bagaimana mencegah dan menghindari plagiarisme, ternyata tidak banyak artikel yang ditulis mengenai bagaimana cara memeranginya. Satu-satunya cara adalah melaporkan tindakan plagiat.

Siapa saja yang seharusnya memerangi plagiarisme?

Dalam hal ini, para kreator konten--termasuk penulis--menjadi aktor tunggal yang aktif memerangi plagiarisme. 

Pertama, dengan menciptakan karya asli yang tidak plagiat 

Kedua, memerangi plagiarisme dan penyalahgunaan hak kekayaan intelektual (HKI) atas ciptaan/karyanya sendiri. 

Seorang diri memerangi plagiarisme, mulai dari mencari tau artikel miliknya yang terkena plagiarisme, menegur si pelaku, melaporkan aksi plagiarisme tersebut, hingga menempuh jalur hukum.

Sungguh hal yang memakan waktu, menguras tenaga, pikiran, dan uang. Apalagi kalau kasusnya hingga keranah hukum. 

Ini dapat membuat para kreator konten terkena depresi karena harus memerangi plagiarisme tersebut.

***

Sekilas cerita, ada satu kasus indikasi plagiarisme yang cukup terkenal di dunia pernovelan China. 

Kasus indikasi plagiarisme ini melibatkan karya fiksi populer yang telah diadaptasi menjadi drama televisi. Namun akhirnya, berdasarkan putusan hukum, karya "T7", yang dituduh sebagai "plagiator" ini tidak dinyatakan sebagai plagiat. Dengan alasan memiliki alur dan pengembangan yang berbeda. 

Walaupun demikian, dari sudut pandang "penulis asli", terlalu banyak kemiripan detail dan setting latar dalam karya "T7" untuk tidak disebut sebagai plagiat. 

Salah satunya untuk nama tokoh. Penulis "T7" dengan cerdik hanya mengubah huruf nama tokoh dari buku sumber, misalnya dari "Karen" menjadi "Karin". 

Salah duanya, memiliki genre yang sama dan judul yang mirip. 

Kemudian, beberapa kejadian yang menjadi konflik cerita pada dasarnya sama tapi disusun di waktu yang berbeda. (Detail tentang kemiripan di sini).

Hingga saat ini pun, karya tersebut masih tayang dan menuai pro kontra diantara penggemar.

Sulit untuk benar-benar mengidentifikasi plagiarisme dari karya tersebut.

Tapi ada satu hal perlu digaris bawahi, yaitu "penulis asli" telah menerbitkan karyanya terlebih dahulu dibanding "plagiator". Jikalau memang bukan plagiat, ini cukup melanggar etika. Bahkan karya "plagiator"  ini lebih terkenal dibanding si karya "asli" atau sumber.

Bagi penggemar yang mendukung "penulis asli", mereka berkata tidak akan mengkonsumsi seluruh karya dan adaptasi dari si "plagiator". 

Para penikmat drama mungkin pernah menonton karya terkenal si "plagiator" ini. Dan setelah mengetahui kejadian ini, mereka merasa cukup kecewa. Untuk karya yang seindah ini, alangkah lebih baik bila betul-betul berasal dari ide asli penulis.

Mengenai apakah tindakan "T7" dapat disebut sebagai plagiat atau tidak? Saya tidak ingin berkomentar.

Menurut saya, kalau mau meniru itu BOLEH! Karena manusia, sejak bayi pun belajar dengan meniru lingkungan sekitarya. Satu hal yang pasti, kita sebaiknya tidak meniru mentah-mentah. 

Syaratnya harus ATK: Amati, Tiru, dan Kembangkan.

***

Di Indonesia sendiri kasus plagiarisme dari tingkat SD sampai SMA Indonesia memiliki angka yang cukup tinggi. Dikutip dari Jawapos, kasus plagiarisme yang terjadi mencapai angka 94%. 

Ternyata budaya mencontek pada murid SD sampai SMA Indonesia sudah mendarah daging.

Tidak ada cara lain, selain peran aktif dan kerja sama dari seluruh tingkatan masyarakat untuk mengubah budaya ini. 

Agar tercipta kesadaran tentang hak cipta dan plagiarisme, kesadaran dari diri sendirilah yang terpenting. Kesadaran ini harus ditanamkan sejak kecil, lalu didukung dengan pengawasan lingkungan sekitar.

Sebagai Pembaca

Sebagai pembaca, kita dapat ikut turun tangan dalam memerangi plagiarisme. Sebenarnya pembaca adalah aparat pengawas yang paling diperlukan peran aktifnya. Kalau sudah niat, pembaca itu detektif nomor satu. Apa saja bisa ditemukan, mata setajam mata elang, tidak ada bau yang tidak tercium, apalagi kalau sudah menyangkut idolanya... 

Kelebihan peran pembaca sebagai pengawas itu, jumlah kita banyak dan kita merupakan konsumen langsung dari suatu karya tulis. Jadi, kita tau persis karakteristik tulisan yang diplagiat. Itu akan menghemat waktu dan lebih efisien ketimbang pihak redaktur dan penulis sendiri yang mengejar para plagiator.

Apa yang bisa kita lakukan sebagai pembaca ketika menemukan konten penulis lain terkena plagiarisme?

1. Pahami dulu tentang plagiarisme

Ketahui batasan mana yang disebut plagiat dan mana yang tidak.

Indikasi plagiarisme: mengambil tulisan (copy-paste) tanpa mengubah kata-kata, tidak mencantumkan nama penulis asli, dan mengubah nama penulis, serta ada kesamaan hingga 25% atau lebih dengan karya lain (Idealnya bukan plagiat kalau kesamaan di bawah 15%).

Yang tidak termasuk ke dalam plagiarisme: menuliskan fakta yang umum diketahui, menulis ulang tulisan orang lain dengan parafrase, dan mencantumkan sumber tulisan asli.

(Referensi bacaan mengenai Plagiasi di sini)

2. Hubungi penulis dan tim redaksi

Bila menemukan artikel yang terindikasi plagiasi terhadap penulis lain, sewajarnya diteliti dulu siapa yang memplagiasi siapa. Lihat nama penulis dan tanggal publikasinya. Selanjutnya, hubungi penulis asli secara pribadi via email atau media sosial, atau hubungi tim redaksi tempat tulisan asli/sumber dipublikasikan via email atau whatsapp sesuai kontak yang dicantumkan di situs media.

Kirim email dengan subjek/judul: "Saya menemukan tulisan Anda diplagiasi oleh individu/media lain". Lalu ceritakan adanya konten yang terindikasi memplagiat artikel asli/sumber. Berdasarkan artikel referensi dari Ruang Berbagi, sebagai pembaca kita dapat menuliskannya sebagai berikut:

Kepada Yth. penulis/tim redaksi

Saya menemukan adanya artikel dari media lain yang memiliki konten sama persis dengan artikel yang telah dimuat di media Anda, berjudul (judul), oleh (nama penulis), yang ditayangkan pada (waktu tayang), dengan link sebagai berikut (cantumkan link).

Kemudian, artikel yang terindikasi melakukan plagiasi memiliki judul (judul), ditulis oleh (nama plagiator), ditayangkan pada (waktu tayang), di media (nama media), dengan link sebagai berikut (cantumkan link).

Cantumkan bukti berupa judul, nama penulis, dan tanggal tayang artikel sumber, link artikel sumber, link artikel plagiat, dan alasan kenapa kita yakin itu plagiarisme beserta gambar hasil tangkapan layar sebagai bukti pembanding.

Berikut ini contoh email laporan yang saya tulis.

Laporan artikel plagiat (dokpri).
Laporan artikel plagiat (dokpri).

Berikut ini contoh lampiran hasil tangkapan layar sebagai pembanding

Contoh bukti gambar tangkapan layar (dokpri).
Contoh bukti gambar tangkapan layar (dokpri).

3. Menghubungi orang yang paham media publikasi

Bila memiliki kenalan penulis atau redaktur, apalagi mereka berkerja di tempat yang bersangkutan, kita boleh saja berkonsultasi. 

Tapi perlu diingat, tidak boleh sembarang bicara! Pandai-pandai memilah konten yang mau disampaikan agar tidak menimbulkan kehebohan.

Bila memang kenalan tersebut bekerja di tempat yang bersangkutan, ada kemungkinan laporan bisa lebih cepat diproses dan artikel terkait akan diturunkan.

Selain 3 hal di atas, ada 2 cara lainnya yang bisa saya sarankan terutama kepada para pemilik tulisan/karya lainnya.

Melaporkan ke Dewan Pers

Bila tulisan dimuat dalam berita. Kita bisa melaporkan pelanggaran kode etik jurnalistik ke Dewan Pers. Berdasarkan prosedur pengaduan Dewan Pers Bab IV tentang Administrasi Pengaduan pasal 8, pengaduan dilakukan sebagai berikut:

  • Mengajukan pengaduan tertulis atau dengan mengisi formulir pengaduan yang disediakan.
  • Pengadu mencantumkan identitas lengkap.
  • Pengaduan dapat dikirim langsung ke alamat Dewan Pers: Gedung Dewan Pers Lantai 7-8, Jalan Kebon Sirih No. 32-34, Jakarta 10110. Telepon: 021-3504875, 77, faksimili: 021-3452030; atau dikirm via email ke pengaduan@dewanpers.or.id; sekretariat@ dewanpers.or.id.  
  • Pengaduan terhadap media cetak, lembaga penyiaran, dan media siber dilakukan dengan menyebutkan nama media, tanggal edisi penerbitan/publikasi, judul tulisan/program siaran, alamat situs detail artikel untuk media siber, dan deskripsi.
  • Menyerahkan bukti foto dan ilustrasi yang dipersoalkan sebagai data pendukung. Jika ada, sertakan juga bukti komunikasi menyangkut berita yang dipersoalkan dengan media bersangkutan.

Membuat pengaduan ke Kementerian Komunikasi dan Informatika (KOMINFO)

Langkah-langkah pengaduan ke KOMINFO:

  1. Mendaftar di situs https://layanan.kominfo.go.id/
  2. Verifikasi data diri
  3. Membuat laporan dengan menyertakan URL/Link konten, bukti gambar tangkapan layar, serta kategori dan pelanggaran konten yang dilaporkan.
  4. Setelah itu, pantau perkembangan laporan di menu "Lacak Aduan" pada laman aduankonten.id. 

Proses pengaduan ini tidak dipungut biaya atau gratis. Seluruh laporan yang terverifikasi melanggar peraturan perundangan Indonesia akan ditindaklanjuti sesuai ketentuan yang berlaku, konten akan dicabut/diblokir.

***

Hingga tulisan ini saya tulis, saya sudah melaporkan indikasi plagiat dengan mengirim email pada pihak redaksi tulisan asli. Kemudian, saya juga mencoba trik no 3 dengan meminta saran kepada salah seorang teman kompasioner. 

Pada saat itu, artikelnya belum juga dicopot. Kemudian, berselang waktu 5 hari kemudian, email saya dibalas dan ditindaklanjuti dengan pihak yang bersangkutan.

Balasan email saya terkait laporan plagiarisme (dokpri).
Balasan email saya terkait laporan plagiarisme (dokpri).

Beberapa hari setelah mendapat balasan, saya iseng mengecek artikel dalam portal berita. Saya lihat tulisan terindikasi plagiat tersebut tidak dicopot. 

Ternyata, artikel dalam portal berita tersebut telah diedit dan mencantumkan nama penulis asli dan situs sumber.

Beruntung sekali artikel ini dipublikasikan dalam media digital. Kalau media cetak, penyelesaiannya mungkin tidak semudah ini.

***

Mungkin kalian berpikir kenapa sih repot-repot untuk urusan orang lain? Nggak ada waktu.

Yah, jawaban idealisnya, karena kita menghargai karya tersebut dan jerih payah sang penulis. 

Tapi, cobalah untuk peduli dan tergerak untuk melakukan hal-hal sederhana seperti ini. Mungkin saja si penulis sangat menghargai dan berterima kasih atas bantuan kalian. Kalau pun penulis tidak masalah diplagiasi, paling tidak kita sudah menginfokan. Toh, tidak ada salahnya berbuat baik.

Bayangkan kalau kalian adalah penulis dan karya kalian dicuri dan diakui orang lain. Pasti kalian akan sangat sedih dan kecewa. Bukan kah begitu??

Semoga tulisan ini bermanfaat!

Referensi bacaan: [1], [2], [3], [4], [5]

Kreutzer T. 2014. Konten Terbuka – Pedoman Praktis Penggunaan Lisensi Creative Commons. Sudharto AQ. 2015. Wikimedia Indonesia: Jakarta, Indonesia. Ditelusuri di https://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/0/02/Konten_Terbuka_%E2%80%93_Pedoman_Praktis_Penggunaan_Lisensi_Creative_Commons.pdf

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun