Kedua, memerangi plagiarisme dan penyalahgunaan hak kekayaan intelektual (HKI) atas ciptaan/karyanya sendiri.Â
Seorang diri memerangi plagiarisme, mulai dari mencari tau artikel miliknya yang terkena plagiarisme, menegur si pelaku, melaporkan aksi plagiarisme tersebut, hingga menempuh jalur hukum.
Sungguh hal yang memakan waktu, menguras tenaga, pikiran, dan uang. Apalagi kalau kasusnya hingga keranah hukum.Â
Ini dapat membuat para kreator konten terkena depresi karena harus memerangi plagiarisme tersebut.
***
Sekilas cerita, ada satu kasus indikasi plagiarisme yang cukup terkenal di dunia pernovelan China.Â
Kasus indikasi plagiarisme ini melibatkan karya fiksi populer yang telah diadaptasi menjadi drama televisi. Namun akhirnya, berdasarkan putusan hukum, karya "T7", yang dituduh sebagai "plagiator" ini tidak dinyatakan sebagai plagiat. Dengan alasan memiliki alur dan pengembangan yang berbeda.Â
Walaupun demikian, dari sudut pandang "penulis asli", terlalu banyak kemiripan detail dan setting latar dalam karya "T7" untuk tidak disebut sebagai plagiat.Â
Salah satunya untuk nama tokoh. Penulis "T7" dengan cerdik hanya mengubah huruf nama tokoh dari buku sumber, misalnya dari "Karen" menjadi "Karin".Â
Salah duanya, memiliki genre yang sama dan judul yang mirip.Â
Kemudian, beberapa kejadian yang menjadi konflik cerita pada dasarnya sama tapi disusun di waktu yang berbeda. (Detail tentang kemiripan di sini).