"Dan surat al-Anfal termasuk dari surat-surat awal yang turun di Madinah, adapun at-Taubah termasuk yang terakhir turunnya. Kisah yang terdapat dalam surat al-Anfal mirip dengan yang ada di at-Taubah, maka aku mengira surat al-Anfal bagian dari at-Taubah. Hingga Rasulullah wafat, dan belum menerangkan pada kami hal tadi, karena itulah aku gabung keduanya, dan tidak aku tuliskan Basmalah di antara keduanya, serta aku letakan keduanya dalam Sab'u ath-Thiwal."
Pendapat ini memilki beberapa sanggahan, diantaranya: pertama, bahwa perbedaan yang terdapat dalam mushaf para sahabat, itu terjadi sebelum mereka mengetahui bahwa surat-surat dalam Al-Qur'an urutannya secara tauqify. Kedua, urutan surat-surat dalam al-Qur'an itu bersifat tauqify. Dengan dalil yang dipegang yaitu para sahabat bersepakat terhadap mushaf pada masa Utsman, di mana ketika itu semua mushaf yang berbeda sudah dilenyapkan agar tak terjadi fitnah di kalangan muslim. Dan terdapat hadist yang menguatkan pendapat mereka:
: " " : : .
Rasulullah bersabda pada kami, "Telah turun kepadaku hizb (bagian) Al-Qur'an, sehingga aku tidak ingin keluar sampai selesai." (Aus bin Hudzaifah) berkata, "Kami bertanya kepada para sahabat Rasulullah , 'Bagaimana kalian membagi pengelompokan Al-Qur'an?' Mereka menjawab, 'Kami membaginya menjadi tiga surat, lima surat, tujuh surat, sembilan surat, sebelas surat, tiga belas surat, dan hizb Al-Mufashshal yaitu dari surat Qaf sampai akhir'." (HR Ahmad)
Riwayat ini menunjukan bahwa penerbitan surat-surat dalam Al-Quran pada zaman Nabi itu berasal dari Nabi juga. Namun, terdapat sanggahan, seperti Riwayat yang mereka gunkana terkait urutan surat tidak terjadi pada semua surat, namun hanya sebagiannya saja. Ketiga, Urutan surat-surat dalam Al-Qur'an itu ada sifatnya tauqify dan ada yang ijtihadi. Seperti yang dituturkan oleh Al-Qadhi Abu Muhammad bin 'Athiyyah, "Sesungguhnya kebanyakan surat-surat dalam Al-Qur'an sudah diketahui urutannya pada masa Nabi, seperti surat Sab'u Ath-Thiwal, dan Al-Mufasshal. Adapun selainnya, urutannya kemungkinan diserahkan kepada generasi selanjutnya." Di dalam kitab Manahil al-'Irfan yang dikarang oleh Imam az-Zarqani berpendapat bahwa pendapat ketiga ini lebih utama, karena beliau melihat dari dua pendapat sebelumnya, yakni dalil yang mereka gunakan bersifat tauqify, dan sebagiannya ijtihadi. Hanya saja di sini terjadi perbedaan pendapat terkait nama saja surat-surat yang tauqify dan nama saja yang ijtihadi.
Â
KESIMPULAN
  Berdasarkan pemafaran di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa
- Kemurnian atau autentifikasi Al-Qur'aN tetap terjaga dengan adanya usaha pengumpulan wahyu ayat Al-Qur'an atau yang dikenal dengan sebutan jam'ul Qur'an.
- Jam'ul Qur'an merupakan proses penyampaian, pencatatan, pengumpulan catatan dan kodifikasi ayat Al-Qur'an hingga menjadi mushaf Al-Qur'an yang utuh.
- Jam'ul Qur'an terdiri dari dua cara, yaitu menyimpannya ke dalam dada manusia dengan cara menghafalkannya dan merekam ayat Al-Qur'an secara tertulis di berbagai bahan untuk menulis, diantaranya: pelepah kurma, tulang belulang, dan lain-lain.
- Pengumpulan Al-Qur'an dalam hafalan diawali dengan cara Rasulullah SAW melafadzkan ayat Al-Qur'an di hadapan para sahabat, kemudian para sahabat diperintahkan untuk mengulangi dan menghafal ayat tersebut.
- Pengumpulan Al-Qur'an dengan metode penulisan pada zaman Nabi dilatarbelakangi oleh  para sahabat yang juga tak luput dari kesalahan atau lupa dan banyak sahabat penghafal Al-Quran telah wafat.
Â
Arifin, D. Z. (2018). Pengantar Ulumul Qur'an. In Jurnal Penelitian Pendidikan Guru Sekolah Dasar (Issue August). Penerbit Duta Azhar.
Az-Zanjani, A. A. (2016). Tarikh Al-Qur'an. Hindawi, 1, 1--14.
Irpina, I., Istiqamah, I., & Anisa, N. (2022). Jam'Ul Qur'an Masa Nabi Muhammad Saw. MUSHAF JOURNAL: Jurnal Ilmu Al Quran Dan Hadis, 2(1), 93--100. https://doi.org/10.54443/mushaf.v2i1.22
Muhammad Imam Asy Syakir, & Sandi Pujiansyah. (2006). Jam'ul Qur'an (Pengumpulan Al Qur'an). 1--12.