"Tahu, Bu, tapi emak dan abah tidak bisa membantu. Itu uang simpananku bertahun-tahun, Bu," keluh Yoga.
Aku menepuk punggung tangan Yoga. Ternyata anak sejahil Yoga pun bisa diajak bersedekah. Salut aku mendengar ucapannya.
"Mini hanya menyampaikan uang dari teman-teman kepada Ibu Mini. Ternyata, Ibu membelikan mukena dan sarung sebagai hadiah untuk Ibu dan Bapak. Ibu bilang selama ini Ibu dan Bapak tidak dibayar, maka sebagai hadiahnya Ibu membelikan itu," jelas Mini secara lengkap.
Aku terharu. Ada rasa haru yang tertahan di dadaku sehingga membuat napasku tercekat. Ternyata, wali santri pun memikirkan kami."
Diam-diam aku membayangkan saat membuka kado itu dan memakai mukena pemberian anak-anak. Betul memberi hadiah akan membuat rasa cinta itu muncul.
Malamnya, kubuka pemberian santri-santri TPA itu bersama suami. Ada mukena putih dengan bordir sederhana berwarna cokelat dan sarung Al Hazmi, Sarung batik Khas Kudus Jawa Tengah dengan warna dominan hitam putih, bermotif kudusan klasik. Mataku berkaca melihat keindahan sarung itu.
"Ternyata anak-anak betul-betul membuat ayah terharu, Bu."
Aku mengangguk mendengarkan ucapan suamiku. Ternyata suamiku tidak bisa menahan keharuan yang dirasakannya. Segera saja dia mengambil sarung itu dari bungkusnya.
"Masya Allah, ayah suka sarung ini, Bu!" ucap suamiku sambil mengenakan sarung itu.
"Mereka patungan membelinya untuk kita, Ayah. Mari kita mendoakan mereka, Yah," ajakku.
Lalu, di dalam hati kami memanjatkan doa untuk para santri. Doa yang sama, yang selalu kupanjatkan untuk santri-santri itu. Kali ini, isinya kutambahkan lagi.