[caption caption="Ilustrasi tim kesehatan (dok.pri)"][/caption]
Sering mendengar istilah pengobatan massal? Atau pernah menjadi penyelenggara atau bagian dari pengobatan massal tersebut? Seringkali kegiatan ini marak dilaksanakan antara lain oleh civitas akademika ketika melakukan bakti sosial, organisasi kemasyarakatan sebagai kepedulian ketika suatu daerah terjadi musibah, instansi baik pemerintah maupun swasta dalam rangka salah satu program pengabdian masyarakat, dan tokoh-tokoh masyarakat atau politik dengan tujuan sosial ataupun mungkin saja pencitraan diri.
Pengobatan massal merupakan salah satu kegiatan kesehatan yang biasanya terkait dengan pengabdian masyarakat oleh institusi atau organisasi tertentu. Sasarannya tentu masyarakat daerah terpencil yang kurang mendapat perhatian kesehatan dengan tujuan meningkatkan kesehatan masyarakat. Pada pengobatan massal tentunya disertai dokter atau dokter muda yang akan memeriksa pasien, perawat, petugas farmasi, administrasi serta panitia pelaksana kegiatan tersebut. Segala jasa pengobatan atau tindakan medis serta obat-obatan digratiskan kepada masyarakat.
Berdasarkan pengalaman, masyarakat yang datang sebagian besar adalah anak-anak dan dewasa tua. Penyakitnyapun beragam, namun tetap saja penyakit degeneratif seperti darah tinggi dan kencing manis selalu menghiasi mayoritas diagnosa yang ditulis dokter. Penyakit lain seperti maag, asma, penyakit paru kronik juga seringkali didapatkan. Sedangkan penyakit yang bersifat akut seperti diare cair, common cold (batuk pilek), infeksi saluran pernafasan akut atau penyakit infeksi akut lainnya dapat dijumpai tapi tidak mayoritas.
Pengobatan massal biasanya dilaksanakan satu hari pada pagi atau siang hari dan berkahir menjelang sore. Karena bersifat massal dan masyarakat yang datang sangat banyak, maka obat yang diberikan biasanya hanya untuk tiga hari dan paling lama 7-10 hari. Selesai pengobatan massal, maka kegiatanpun selesai karena secara umum sifat pengobatan massal yang dilakukan hanya bersifat program tahunan sebagai bagian pengabdian masyarakat dan kecil kemungkinan dilakukan pemantauan berkala atau follow up pasien yang telah diberikan pengobatan tersebut.
Kembali pada judul di atas, jika memang pengobatan massal sebagian besar sifatnya seperti yang digambarkan di atas tadi, apakah bermanfaat?
Kenapa pengobatan massal selalu dipenuhi masyarakat?
Gratis dan tidak ribet. Itulah salah satu alasan kenapa pengobatan massal selalu banyak dikunjungi oleh masyarakat. Dibanding jika harus ke puskesmas, rumah sakit atau fasilitas kesehatan lainnya yang mengharuskan seseorang yang ingin berobat untuk mendaftar, memiliki KTP dan kartu sehat (baca: BPJS Kesehatan) bagi yang ingin gratis, rujukan yang acapkali dianggap ribet, obat-obatan yang mahal dikantong bagi masyarakat ekonomi rendah, maka pengobatan massal seperti berkah untuk mendapatkan kesehatan terhadap sakit yang mungkin diderita cukup lama dan hanya ditahan saja.
Selain itu pengobatan massal selalu menyisir daerah terpencil yang masih jauh dari fasilitas kesehatan, tentunya daerah terpencil akan lekat dengan masyarakat ekonomi rendah serta tingkat pendidikan rendah, sehingga tentu saja pengobatan massal menjadi idola dan selalu dipenuhi masyarakat untuk berobat dengan harapan tinggi penyakitnya dapat disembuhkan.
Bagi pihak penyelenggara sendiri, banyaknya masyarakat yang dapat untuk berobat akan disambut dengan senang hati. Selain karena memang tujuannya untuk memberikan pelayanan dan bantuan kesehatan seluas dan sebanyak mungkin kepada masyarakat, tujuan lainnya juga tentu menjadi tercapai. Mungkin saja tujuan lain misalnya mengenalkan suatu produk, meningkatkan citra suatu instansi atau organisasi, mengenalkan seorang tokoh sosial atau politik akan semakin tercapai seiring banyaknya masyarakat yang datang untuk berobat.
Bermanfaatkah meningkatkan derajat kesehatan masyarakat?
Jika melihat tujuan awal pengobatan massal adalah untuk meningkatkan kesehatan masyarakat. Program peningkatan kesehatan masyarakat yang dilakukan selalu ini mengacu kepada tindakan promotif (edukasi kesehatan), preventif (pencegahan terjadinya angka kesakitan dan kematian), kuratif (pengobatan) dan rehabilitatif (upaya mengembalikan status kesehatan setelah sakit) yang mana hal ini telah diatur sedemikian rupa oleh pemerintah dengan memaksimalkan Pusat Kesehatan Masyarakat dengan berbagai macam program oleh kementerian kesehatan atau melalui kemitraan organisasi dunia seperti World Health Organization.
Jika melihat dari cara kerjanya, maka pengobatan massal merupakan salah satu tindakan kuratif untuk mengobati sakit dan keluhan di masyarakat. Namun ternyata dalam proses pengobatan pada lingkup kesehatan masyarakat, tindakan kuratif tetap harus disertai dengan tindakan promotif dan preventif. Kenapa berkaca pada kesehatan masyarakat? Karena sasaran pengobatan massal adalah masyarakat dimana keluhan dan diagnosa cenderung merata (homogeny) pada suatu daerah tertentu.
Berbeda dengan rumah sakit yang sifatnya pasif (menunggu orang berobat) dan lebih mengutamakan tindakan kuratif dan rehabilitatif, maka sebenarnya pengobatan massal harus lebih mengarah kepada tindakan promotif dan preventif.
Untuk lebih jelasnya, mari kita lihat ilustrasi kasus berikut. Tuan A berusia 60 tahun datang ke pengobatan massal karena keluhan sering nyeri kepala dengan pandangan kabur yang sudah terjadi beberapa tahun terakhir. Pasien hanya kadang-kadang saja berobat ke fasilitas kesehatan, itupun jika terdapat keluhan yang tidak tertahankan. Pada pemeriksaan tanda vital didapatkan tekanan darah yang tinggi, pemeriksaan fisik jantung kesan membesar (membengkak, red) dan lainnya masih dalam batas normal. Oleh dokter yang memeriksa pasien didiagnosa observasi cephalgia (nyeri kepala), hipertensi stadium 2 dan penyakit jantung hipertensif. Kemudian diberikan resep sesuai diagnosa yang disimpulkan selama 5 hari, pasien mengambil obat tersebut, kemudian selesai pulang ke rumah.
Apa ada yang salah? Sampai pada tindakan pemberian obatnya tidak ada kesalahan. Namun yang perlu diperhatikan bahwa semua keluhan di atas berasal dari satu penyakit yaitu darah tinggi yang tidak terkontrol. Sakit kepala, pandangan kabur dan jantung bengkak adalah perjalanan akibat tekanan darah tinggi yang tidak dikontrol dengan baik. Artinya bahwa obat pengontrol darah tinggi yang diberikan harus rutin, tidak hanya terbatas untuk 5 hari saja. Kesalahan yang terjadi pada ilustrasi di atas adalah pengobatan hanya diberikan 5 hari saja (konsentrasi kepada kuratifnya saja) namun tidak diberikan edukasi (promotif) bahwa obat yang diminum harus rutin, kontrol dan berobat secara berkala tanpa boleh putus untuk mencegah terjadinya perkembangan yang lebih buruk lagi (preventif). Jika pengobatan massal hanya dilakukan sekali saja, cuma diberikan obat saat itu saja tanpa disertai pemberian informasi yang benar untuk pasien, maka kegiatan ini tidak secara signifikan membantu derajat kesehatan masyarakat di daerah tersebut.
Murni peduli derajat kesehatan atau ditunggangi kepentingan tertentu?
Sudah lumrah terjadi jika dalam pengobatan massal biasa disertai dengan tujuan-tujuan lain. Seperti yang dituliskan di awal, apakah tujuannya tersebut untuk pengabdian masyarakat yang memang sering menjadi agenda tahunan khususnya civitas akademika, instansi baik pemerintah maupun sewasta, atau pengobatan massal bertujuan untuk mengenalkan suatu tokoh tertentu agar dikenal baik oleh masyarakat yang dituju. Lumrah juga kita lihat saat pengobatan massal sering dipasang spanduk ataupun banner, terdapat sesi foto bersama dan dokumentasi lainnya yang tentunya bertujuan untuk mengenalkan dan sebagai dokumentasi yang penting untuk laporan sesuai tujuan masing-masing pengobatan massal.
Sebenarnya hal tersebut tidak dilarang, tapi yang harus diperhatikan bahwa justru yang menjadi fokus utama adalah pengobatan massalnya, bukan tujuan lain diluar pengobatan massal yang menjadi fokusnya. Jika beda fokus tentunya pengobatan massal yang tujuannya mulia untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat menjadi tidak maksimal. Sebagai contoh, pengobatan massal yang seharusnya benar-benar dipersiapkan matang dengan komponen dokter berpengalaman, perawat ahli, ahli farmasi dan obat-obatan yang lengkap, justru banyak diisi oleh mahasiswa kedokteran/kesehatan yang mungkin saja klinisnya belum terasah tajam tanpa didampingi dokter/perawat senior, obat-obatan yang seadanya (baca: seperlunya saja) sehingga banyak diagnosa tidak mendapat terapi yang standar. Karena lebih mementingkan kehadiran masyarakat yang banyak, maka waktu untuk melakukan edukasi menjadi tidak ada. Pasien datang, diperiksa, diberikan resep lanjut pulang membawa obat sangat lumrah terjadi ketika banyaknya masyarakat yang berobat, tanpa disertai edukasi karena tidak ada waktu lagi.
Kadang yang menjadi target adalah kegiatan pengobatan massal sudah dilaksanakan, berjalan sukses dengan masyarakat yang antusias dan dokumentasi lengkap. Tapi menjadi terlupakan bahwa sebenarnya diagnosa mayoritas masyarakat adalah penyakit kronis yang memerlukan suatu informasi dan tindak lanjut pengobatan yang justru tidak tersentuh dalam hal ini. Jika memang ini hanyalah suatu program yang lebih banyak ditunggangi kepentingan tertentu, maka jika selesai dilaksakan, selesailah programnya tanpa ada kepedulian tindak lanjut dari kegiatan untuk meningkatkan derajat kesehatan tersebut.
Bagaimana rekomendasi pengobatan massal yang ideal
Ideal adalah hal yang sulit dilakukan, tetapi setidaknya kita mengetahui dan dapat mengusahakan agar hal yang dilakukan mendekati kata ideal. Begitu pula dengan pengobatan massal ini, tentunya ada beberapa hal yang perlu diperhatikan untuk mendapatkan kata ideal.
Sebagaimana dituliskan bahwa sebenarnya pengobatan massal haruslah lebih banyak bersifat promotif dan preventif, maka komponen di pengobatan massal bukan lebih berkonsentrasi kepada dokter/tenaga medis, tetapi justru lebih sebagai tim kesehatan yang berjalan secara komprehensif. Sebagai contoh jika pasien berobat adalah penderita kencing manis yang cenderung malas berobat ke rumah sakit, maka tim kesehatan yang menangani adalah dokter untuk memberikan terapi, ahli gizi untuk edukasi, farmasi untuk menjelaskan cara penggunaan obat berikut efek samping yang bisa terjadi, serta ahli kesehatan masyarakat yang memberikan edukasi bahwa penyakit ini harus diobati dengan control rutin ke fasilitas kesehatan. Memberikan edukasi bahaya dan komplikasi jika tidak ditangani secara maksimal. Dilanjutkan dengan pencatatan rekam medis dan membuat form rujukan pengobatan ke fasilitas kesehatan terdekat untuk tindak lanjut pengobatan, informasi kepada perangkat daerah setempat jika pasien tersebut memiliki masalah biaya atau masalah transportasi jika ingin berobat. Semuanya ini bisa dilakukan jika timnya benar-benar disiapkan dengan konsep yang matang, bukan asal pengobatan massal saja.
Pengobatan massal akan lebih tepat sasaran lagi jika memperhatikan saran berikut:
- Pengobatan bersifat khusus misalnya pengobatan gratis penyakit katarak, skrining dini dan pengobatan penyakit kencing manis, pemeriksaan dan pengobatan gratis penyakit kaki gajah, deteksi gangguan jiwa pasca musibah (gempa, banjir, gunung meletus), pembagian ransum bergizi dan lainnya.
- Memakai jasa event organizer khusus pengobatan massal karena mereka biasanya sudah memiliki tim dan peralatan penunjang medis yang lengkap disertai administrasi yang baik (pencatatan, rekam medik, surat keterangan dan surat rujukan).
- Koordinasi jauh hari sebelum kegiatan pengobatan massal untuk mendata pasien, hal ini bertujuan untuk antisipasi tim memperkirakan banyaknya masyarakan yang berobat.
- Memiliki tim follow upuntuk menindaklanjuti pasien-pasien yang dirasa perlu melakukan pengobatan lanjutan khususnya penyakit kronik. Sangat baik sekali jika tim tersebut memiliki peralatan dan dana untuk membantu mereka.
- Berkoordinasi dan meminta pendampingan dengan petugas Pusat Kesehatan Masyarakat (PKM) di daerah yang menjadi sasaran untuk menghindari tumpang tindih tujuan pengobatan yang kadang sudah menjadi program oleh PKM setempat.
Jika menjawab pertanyaan, bermanfaatkan pengobatan massal? Maka tentu saja jawabannya masih bermanfaat. Andaipun pengobatan massal dilaksanakan seadanya saja tanpa persiapan yang matang, paling tidak pengobatan ini bermanfaat sebagai kuratif untuk mengobati penyakit yang sifatnya akut dan ringan misalnya diare cair, nyari kepala, flu dan bantuk, ISPA dan lainnya. Namun jika terkait penyakit yang bersifat kronis dan komplek, tentunya harus mempunyai tim yang lebih komplek dilengkapi dengan tindakan edukasi dan preventif.
Pengobatan massal tidak sesederhana seperti yang dipikirkan. Biayanya tidak murah jika memang bertujuan fokus untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat disertai follow up untuk pengobatan selanjutnya.
Tentunya jika pengobatan massal hanya sebagai alat untuk pencitraan diri seseorang, sungguh akan luput dari sasaran sebenarnya. Karena biaya dikeluarkan hanya untuk memberikan jasa medis kepada dokter dan tim yang terlibat serta biaya membeli obat yang secukupnya saja. Yang penting masyarakat banyak datang berobat, pencitraan tercapai, dokumentasi lengkap, masyakarat pulang bawa obat, ‘dia’pun senang. Masalah bagaimana selanjutnya? Biar yang lain yang mikirin.
Salam sehat,
dr. Meldy Muzada Elfa
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H