Bermanfaatkah meningkatkan derajat kesehatan masyarakat?
Jika melihat tujuan awal pengobatan massal adalah untuk meningkatkan kesehatan masyarakat. Program peningkatan kesehatan masyarakat yang dilakukan selalu ini mengacu kepada tindakan promotif (edukasi kesehatan), preventif (pencegahan terjadinya angka kesakitan dan kematian), kuratif (pengobatan) dan rehabilitatif (upaya mengembalikan status kesehatan setelah sakit) yang mana hal ini telah diatur sedemikian rupa oleh pemerintah dengan memaksimalkan Pusat Kesehatan Masyarakat dengan berbagai macam program oleh kementerian kesehatan atau melalui kemitraan organisasi dunia seperti World Health Organization.
Jika melihat dari cara kerjanya, maka pengobatan massal merupakan salah satu tindakan kuratif untuk mengobati sakit dan keluhan di masyarakat. Namun ternyata dalam proses pengobatan pada lingkup kesehatan masyarakat, tindakan kuratif tetap harus disertai dengan tindakan promotif dan preventif. Kenapa berkaca pada kesehatan masyarakat? Karena sasaran pengobatan massal adalah masyarakat dimana keluhan dan diagnosa cenderung merata (homogeny) pada suatu daerah tertentu.
Berbeda dengan rumah sakit yang sifatnya pasif (menunggu orang berobat) dan lebih mengutamakan tindakan kuratif dan rehabilitatif, maka sebenarnya pengobatan massal harus lebih mengarah kepada tindakan promotif dan preventif.
Untuk lebih jelasnya, mari kita lihat ilustrasi kasus berikut. Tuan A berusia 60 tahun datang ke pengobatan massal karena keluhan sering nyeri kepala dengan pandangan kabur yang sudah terjadi beberapa tahun terakhir. Pasien hanya kadang-kadang saja berobat ke fasilitas kesehatan, itupun jika terdapat keluhan yang tidak tertahankan. Pada pemeriksaan tanda vital didapatkan tekanan darah yang tinggi, pemeriksaan fisik jantung kesan membesar (membengkak, red) dan lainnya masih dalam batas normal. Oleh dokter yang memeriksa pasien didiagnosa observasi cephalgia (nyeri kepala), hipertensi stadium 2 dan penyakit jantung hipertensif. Kemudian diberikan resep sesuai diagnosa yang disimpulkan selama 5 hari, pasien mengambil obat tersebut, kemudian selesai pulang ke rumah.
Apa ada yang salah? Sampai pada tindakan pemberian obatnya tidak ada kesalahan. Namun yang perlu diperhatikan bahwa semua keluhan di atas berasal dari satu penyakit yaitu darah tinggi yang tidak terkontrol. Sakit kepala, pandangan kabur dan jantung bengkak adalah perjalanan akibat tekanan darah tinggi yang tidak dikontrol dengan baik. Artinya bahwa obat pengontrol darah tinggi yang diberikan harus rutin, tidak hanya terbatas untuk 5 hari saja. Kesalahan yang terjadi pada ilustrasi di atas adalah pengobatan hanya diberikan 5 hari saja (konsentrasi kepada kuratifnya saja) namun tidak diberikan edukasi (promotif) bahwa obat yang diminum harus rutin, kontrol dan berobat secara berkala tanpa boleh putus untuk mencegah terjadinya perkembangan yang lebih buruk lagi (preventif). Jika pengobatan massal hanya dilakukan sekali saja, cuma diberikan obat saat itu saja tanpa disertai pemberian informasi yang benar untuk pasien, maka kegiatan ini tidak secara signifikan membantu derajat kesehatan masyarakat di daerah tersebut.
Murni peduli derajat kesehatan atau ditunggangi kepentingan tertentu?
Sudah lumrah terjadi jika dalam pengobatan massal biasa disertai dengan tujuan-tujuan lain. Seperti yang dituliskan di awal, apakah tujuannya tersebut untuk pengabdian masyarakat yang memang sering menjadi agenda tahunan khususnya civitas akademika, instansi baik pemerintah maupun sewasta, atau pengobatan massal bertujuan untuk mengenalkan suatu tokoh tertentu agar dikenal baik oleh masyarakat yang dituju. Lumrah juga kita lihat saat pengobatan massal sering dipasang spanduk ataupun banner, terdapat sesi foto bersama dan dokumentasi lainnya yang tentunya bertujuan untuk mengenalkan dan sebagai dokumentasi yang penting untuk laporan sesuai tujuan masing-masing pengobatan massal.
Sebenarnya hal tersebut tidak dilarang, tapi yang harus diperhatikan bahwa justru yang menjadi fokus utama adalah pengobatan massalnya, bukan tujuan lain diluar pengobatan massal yang menjadi fokusnya. Jika beda fokus tentunya pengobatan massal yang tujuannya mulia untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat menjadi tidak maksimal. Sebagai contoh, pengobatan massal yang seharusnya benar-benar dipersiapkan matang dengan komponen dokter berpengalaman, perawat ahli, ahli farmasi dan obat-obatan yang lengkap, justru banyak diisi oleh mahasiswa kedokteran/kesehatan yang mungkin saja klinisnya belum terasah tajam tanpa didampingi dokter/perawat senior, obat-obatan yang seadanya (baca: seperlunya saja) sehingga banyak diagnosa tidak mendapat terapi yang standar. Karena lebih mementingkan kehadiran masyarakat yang banyak, maka waktu untuk melakukan edukasi menjadi tidak ada. Pasien datang, diperiksa, diberikan resep lanjut pulang membawa obat sangat lumrah terjadi ketika banyaknya masyarakat yang berobat, tanpa disertai edukasi karena tidak ada waktu lagi.
Kadang yang menjadi target adalah kegiatan pengobatan massal sudah dilaksanakan, berjalan sukses dengan masyarakat yang antusias dan dokumentasi lengkap. Tapi menjadi terlupakan bahwa sebenarnya diagnosa mayoritas masyarakat adalah penyakit kronis yang memerlukan suatu informasi dan tindak lanjut pengobatan yang justru tidak tersentuh dalam hal ini. Jika memang ini hanyalah suatu program yang lebih banyak ditunggangi kepentingan tertentu, maka jika selesai dilaksakan, selesailah programnya tanpa ada kepedulian tindak lanjut dari kegiatan untuk meningkatkan derajat kesehatan tersebut.
Bagaimana rekomendasi pengobatan massal yang ideal