Seperti yang disinggung di awal tulisan tadi, bahwa ketika sejawat mendiagnosis Fibromialgia, maka diharapkan itu adalah diagnosis yang sesuai dengan kriteria. Bukan mendiagnosis sebagai pelarian atau diagnosis keranjang sampah.
Kenapa?
Penulis pernah mendapatkan pengalaman klinis seorang pasien wanita berusia 30-an datang ke poliklinik penyakit dalam. Pasien datang atas keinginan sendiri, mengeluh badan terasa nyeri dan kaku-kaku terutama pada pagi hari. Menurut pengakuan pasien didiagnosis Fibromialgia dalam 1 tahun terakhir, sudah diberikan terapi namun tidak ada perubahan yang berarti.Â
Setelah dilakukan observasi dan pemeriksaan lanjutan ternyata pasien menderita rheumatoid artritis. Wah, hal ini tentu berbahaya jika ternyata diagnosis yang seharusnya rheumatoid artritis dan harus mendapat terapi secara tepat dan cepat malah hanya terdiagnosa fibromialgia. Jika hal ini diketahui beberapa tahun kemudian, mungkin saja pasien telah mengalami kerusakan sendi pada daerah-daerah tertentu.
Bagaimana jika benar Fibromialgia?
Jika pasien sejawat ternyata memang fibromialgia, maka justru tantangan terbesarnya adalah tatalaksana pada penderita tersebut. Ketika sejawat berani mendiagnosa fibromialgia, maka setidaknya sejawat dapat menjelaskan bagaimana tindak lanjut yang harus dilakukan dan disampaikan kepada penderita.
Tidak ada obat tunggal yang efektif untuk mengobati fibromialgia. Aspirin dan obat anti inflamasi non steroid lainnya memang dapat mengurangi nyeri tetapi tidak optimal. Bahkan pemberian kortikosteroid dianggap tidak bermanfaat pada kasus ini.
Kombinasi psikoterapi supportif, modifikasi perilaku, edukasi, memperbaiki kondisi fisik (terapi simptomatik) dan psikofarmaka yang tepat, justru hal ini yang diperlukan untuk tatalaksana yang tepat pada pasien fibromialgia. Dan tatalaksana ini akan bersifat jangka panjang sampai berbulan-bulan.
Pada penderita, sangat sering dijumpai keadaan depresi atau keadaan cemas yang menyertai fibromialgia tersebut. Sehingga mengetahui adanya gejala depresi atau gejala cemas penting sekali, karena diperlukan psikoterapi yang sesuai dengan gejalanya. Kadang hal ini memerlukan kolaborasi dengan ahli psikosomatik untuk menentukan pemberian antidepresan (anti depresi) atau antiansietas (anti cemas).
Bagaimana manfaat suntik di daerah yang nyeri?
Hal yang lumrah dilakukan teman sejawat pada kasus nyeri dengan titik/poin yang dapat dilokalisir adalah dengan melakukan injeksi/suntik menggunakan anestesi lokal (bius lokal) dikombinasi dengan injeksi steroid.