Dokter sebagai seorang tenaga medis tentu sering mendengar diagnosis Fibromialgia. Yaitu suatu gangguan psikosomatik yang sering dijumpai dengan manifestasi nyeri muskuloskeletal (otot, tulang dan jaringan sekitarnya) atau nyeri rematik non-artikuler (sendi).
Sering mendengar bukan berarti memahami dengan baik diagnosis dari Fibromialgia tersebut. Bahkan yang sering terjadi adalah dengan mudahnya mendiagnosa ketika seorang pasien datang dengan keluhan nyeri otot dan tulang, kaku otot ataupun mudah lelah, dan telah dilakukan pemeriksaan tambahan tanpa didapatkan kelainan yang berarti serta pasien terlihat sehat-sehat saja. Maka dengan mantap didiagnosis Fibromialgia.
Jika memang hal tersebut yang dilakukan, maka tindakan tersebut seperti tindakan melepaskan tanggung jawab. Maksudnya? Ketika teman sejawat sudah bingung kenapa hal tersebut bisa terjadi pada pasien, maka jalan keluarnya adalah mendiagnosis bahwa pasien tersebut fibromialgia dengan menjelaskan bahwa ini adalah diagnosis psikosomatik. Pasien diberikan suplemen multivitamin dan antinyeri kemudian dipersilahkan pulang. Kasus selesai?
Padahal tidak cukup sampai di situ. Ketika sejawat berani mendiagnosis Fibromialgia, maka mulai saat itulah sejawat harus mendalami lagi secara khusus kenapa bisa terjadi fibromialgia pada pasien tersebut, bagaimana terapi yang tepat dan apa tindakan yang harus dilakukan. Dan bukanlah Fibromialgia adalah diagnosis pelarian (baca: keranjang sampah) yang ketika didiagnosis maka selesailah proses pengobatan, tanpa melakukan tindak lanjut yang justru lebih penting. Â
Mendiagnosis Fibromialgia
Fibromialgia ditandai dengan tiga gejala utama yaitu nyeri muskuloskeletal, kaku otot dan mudah lelah. Tiga gejala utama ini dapat bermanifestasi dalam bentuk yang berbeda-beda. Biasanya keluhan nyeri otot bersifat menyeluruh dengan distribusi aksial (mengarah ke tengah tubuh).Â
Keluhan nyeri dan bengkak pada sendi juga dikemukakan pasien walaupun secara objektif pada pemeriksaan fisik tidak dijumpai adanya pembengkakan sendi yang nyata. Pasien juga mengeluh kaku otot dan kelemahan otot tetapi pada pemeriksaan objektif dengan elektromiografi (EMG) yaitu suatu instrumen untuk menilai fungsi otot didapatkan hasil normal. Pemeriksaan enzim dalam otot dan biopsi ototpun didapatkan hasil normal.
Namun ada beberapa tanda khas jika kita mencurigai Fibromialgia pada pasien yaitu:
- Rasa kaku di otot terutama bangun tidur namun berangsur-angsur hilang dengan aktivitas.
- Merasa tidak segar saat bangun tidur.
- Keluhan pasien diperberat oleh cuaca dingin, kerja berlebihan, bising dan stress emosional.
- Keluhan pasien berkurang saat musim panas, mandi air hangat, liburan atau jalan-jalan.
Ketika didapatkan adanya tiga gejala utama dengan adanya tanda khas tersebut di atas, maka boleh kita mencurigai bahwa kemungkinan pasien tersebut menderita fibromialgia.
Untuk mendiagnosis pasti, maka ada kriteria diagnosis berdasarkan American College of Rheumatology (ACR)yaitu:
- Nyeri otot yang menyeluruh (tidak terlokalisir pada satu tempat) selama 3 bulan, mengenai sisi kanan dan kiri badan; di atas dan di bawah panggul.
- Ditemukan minimal 11 dari 18 tender point yang dirasa nyeri.
![Tender Point Pada Fibromialgia sumber: medscape.com](https://assets.kompasiana.com/items/album/2016/08/22/tender-points-fibromialgia-57bb25bd0023bda9383446a9.jpg?t=o&v=770)
Seperti yang disinggung di awal tulisan tadi, bahwa ketika sejawat mendiagnosis Fibromialgia, maka diharapkan itu adalah diagnosis yang sesuai dengan kriteria. Bukan mendiagnosis sebagai pelarian atau diagnosis keranjang sampah.
Kenapa?
Penulis pernah mendapatkan pengalaman klinis seorang pasien wanita berusia 30-an datang ke poliklinik penyakit dalam. Pasien datang atas keinginan sendiri, mengeluh badan terasa nyeri dan kaku-kaku terutama pada pagi hari. Menurut pengakuan pasien didiagnosis Fibromialgia dalam 1 tahun terakhir, sudah diberikan terapi namun tidak ada perubahan yang berarti.Â
Setelah dilakukan observasi dan pemeriksaan lanjutan ternyata pasien menderita rheumatoid artritis. Wah, hal ini tentu berbahaya jika ternyata diagnosis yang seharusnya rheumatoid artritis dan harus mendapat terapi secara tepat dan cepat malah hanya terdiagnosa fibromialgia. Jika hal ini diketahui beberapa tahun kemudian, mungkin saja pasien telah mengalami kerusakan sendi pada daerah-daerah tertentu.
Bagaimana jika benar Fibromialgia?
Jika pasien sejawat ternyata memang fibromialgia, maka justru tantangan terbesarnya adalah tatalaksana pada penderita tersebut. Ketika sejawat berani mendiagnosa fibromialgia, maka setidaknya sejawat dapat menjelaskan bagaimana tindak lanjut yang harus dilakukan dan disampaikan kepada penderita.
Tidak ada obat tunggal yang efektif untuk mengobati fibromialgia. Aspirin dan obat anti inflamasi non steroid lainnya memang dapat mengurangi nyeri tetapi tidak optimal. Bahkan pemberian kortikosteroid dianggap tidak bermanfaat pada kasus ini.
Kombinasi psikoterapi supportif, modifikasi perilaku, edukasi, memperbaiki kondisi fisik (terapi simptomatik) dan psikofarmaka yang tepat, justru hal ini yang diperlukan untuk tatalaksana yang tepat pada pasien fibromialgia. Dan tatalaksana ini akan bersifat jangka panjang sampai berbulan-bulan.
Pada penderita, sangat sering dijumpai keadaan depresi atau keadaan cemas yang menyertai fibromialgia tersebut. Sehingga mengetahui adanya gejala depresi atau gejala cemas penting sekali, karena diperlukan psikoterapi yang sesuai dengan gejalanya. Kadang hal ini memerlukan kolaborasi dengan ahli psikosomatik untuk menentukan pemberian antidepresan (anti depresi) atau antiansietas (anti cemas).
Bagaimana manfaat suntik di daerah yang nyeri?
Hal yang lumrah dilakukan teman sejawat pada kasus nyeri dengan titik/poin yang dapat dilokalisir adalah dengan melakukan injeksi/suntik menggunakan anestesi lokal (bius lokal) dikombinasi dengan injeksi steroid.
Memang tidak ada pelarangan tindakan tersebut, namun hasilnya dalam jangka panjang masih dipertanyakan. Nampaknya tindakan suntik tersebut adalah tindakan instan untuk menghilangkan keluhan nyeri pada pasien, terasa menenangkan tetapi tidak akan menyembuhkan. Yang perlu diperhatikan tindakan tersebut jika sering dilakukan, risiko terjadinya infeksi ataupun efek samping lokal akan semakin mungkin terjadi.
![Ilustrasi suntik anti nyeri pada pasien fibromialgia sumber: amazine.co](https://assets.kompasiana.com/items/album/2016/08/22/injeksi-steroid-57bb2601c523bd4f21cf7273.jpg?t=o&v=770)
Keluhan nyeri otot, nyeri sendi, nyeri tulang, kaku otot, mudah lemas adalah keluhan yang sering dijumpai oleh teman sejawat di lapangan. Sangat penting untuk melihat keluhan kunci pada pasien tersebut agar tepat dalam melakukan pemeriksaan lanjutan dan dapat mendiagnosis secara tepat dan tajam.
Fibromialgia sering didiagnosis sebagai jalan akhir ketika diagnosis lain dianggap tidak memungkinkan. Beberapa diagnosis banding dari fibromialgia yaitu rheumatoid artritis tahap awal, lupus eritematosus sitemik, sindrom sjogren, polimialgia reumatika, polimiositis, hipotiroid, hiperparatioid dan osteoarthritis difus dapat dipertimbangkan dulu sebelum mendiagnosa akhir fibromialgia.
Sebab, ketika teman sejawat mendiagnosis fibromialgia, maka hal tersebut bukanlah akhir dari tugas kita, tetapi ini adalah awal dari tatalaksana yang akan memakan waktu yang lama.
Salam sehat,
dr. Meldy Muzada Elfa
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI