Mohon tunggu...
Meldy Muzada Elfa
Meldy Muzada Elfa Mohon Tunggu... Dokter - Dokter dengan hobi menulis

Internist, lecture, traveller, banjarese, need more n more books to read... Penikmat daging kambing...

Selanjutnya

Tutup

Healthy Artikel Utama

Sakit yang Bagaimana Sebaiknya Tidak Usah Puasa? (Tinjauan dari Segi Medis)

2 Juni 2016   19:52 Diperbarui: 3 Juni 2016   08:41 1368
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: Orang berpuasa yang sedang sakit| Sumber: www.republika.co.id

Hal yang sering ditanyakan pasien kepada dokter ketika memasuki bulan suci Ramadhan adalah:

"Apakah saya boleh tidak puasa?"

Itu adalah pertanyaan sederhana, tapi cukup sulit dijawab seorang dokter. Kenapa sulit?

Ketika sebuah pertanyaan berkaitan dengan boleh atau tidak dan berimplikasi dengan hukum agama karena terkait berdosa atau tidaknya suatu tindakan, maka seharusnya ahli agama ikut menjawab pertanyaan tersebut.

Sehingga untuk menghindari kontroversi dari tulisan ini, sengaja penulis memberikan judul "Sakit yang bagaimana sebaiknya tidak usah puasa".

Sakit adalah keniscayaan pada setiap makhluk hidup. Tidak memandang usia, jenis kelamin, tempat dan waktu. Termasuk saat memasuki bulan Ramadhan. 

Berdasarkan data catatan kunjungan pasien di Rumah Sakit, tidak terjadi perubahan yang signifikan pada kunjungan pasien rawat jalan antara bulan Ramadhan dan di luar bulan Ramadhan. 

Sehingga perlu kiranya masyarakat mengetahui secara umum bagaimana kriteria seseorang yang sakit yang dianjurkan untuk tidak usah berpuasa. Tulisan ini bertujuan agar masyarakat dapat mengenali secara dini bagaimana kriteria sakit yang kemungkinan tidak dianjurkan berpuasa, namun keputusan akhir sebaiknya tetap konsultasi dengan dokter yang merawat.

Berikut adalah pasien yang dianjurkan sebaiknya tidak usah puasa:

1. Dalam keadaan infeksi atau peradangan sistemik (seluruh badan)

Saat tubuh terjadi peradangan, maka terjadi reaksi terhadap peradangan tersebut. Reaksinya bisa bersifat lokal dan bersifat sistemik (menjalar ke seluruh tubuh).

Jika peradangan tersebut hanya bersifat lokal, maka terjadi tanda-tanda yaitu kemerahan, panas, bengkak, nyeri dan penurunan fungsi pada daerah yang merasang tersebut. Sebagai contoh: ibu jari tertusuk duri, jika terjadi peradangan lokal maka ibu jari akan menjadi bengkak, kemerahan, nyeri, terasa panas dan fungsinya menurun. Namun perlu perhatikan, dalam keadaan daya tahan tubuh yang baik, biasanya peradangan lokal ini tidak menyebabkan peradangan sistemik dan sembuh dengan perawatan dan pemberian obat sesuai indikasi.

Namun kalau seandainya peradangan tersebut menjadi sistemik atau menyebar ke seluruh tubuh maka tentunya situasi menjadi lebih serius. Dalam keadaan ini pasien dianjurkan tidak usah puasa.

Berdasarkan Survival Sepsis Campaign 2012, ada beberapa kriteria seseorang dikatakan peradangan sistemik atau menjadi infeksi sistemik (sepsis). Kriteria yang bisa dimonitor oleh masyarakat awam adalah: nadi >90 x/menit, suhu >38.3°C, pernafasan >24x/menit.

Dalam keadaan tersebut, tubuh membutuhkan lebih banyak cairan dan kalori dibandingkan orang normal, sehingga kalau berpuasa dikhawatirkan malah lebih membahayakan jiwa.

Andaikan pembaca atau keluarga/handai taulan sakit dan ketika memeriksa diri sendiri didapatkan kriteria di atas, sebaikny jangan nekat berpuasa dan seger hubungi dokter/fasilitas kesehatan terdekat.

2. Diabetes dengan kadar gula darah tidak stabil

Beberapa tulisan memang menyatakan bahwa puasa justru bermanfaat bagi penyandang diabetes, namun yang harus digarisbawahi bahwa ini tertentu pada penderita dengan gula darah yang stabil.

Penyandang diabetes yang terkendali dengan pengaturan makan saja tidak akan mengalami kesulitan untuk berpuasa. Selama berpuasa perlu dicermati adanya perubahan jadwal, jumlah dan komposisi asupan makanan. Sedangkan diabetes pada usia lanjut mempunyai kecenderungan dehidrasi bila berpuasa oleh karena itu dianjurkan minum yang cukup.

Karena puasa berlangsung selama 14 jam, maka cadangan glikogen dalam tubuh jumlahnya akan menurun. Rendahnya kadar glikogen dalam tubuh akan merangsang tubuh untuk memecah atau membakar lemak sebagai bahan makanan dan sumber energi lain bagi tubuh. 

Pembakaran asam lemak  ini akan menghasilkan zat  yang disebut keton. Seperti halnya glikogen, zat keton ini juga dapat digunakan sebagai bahan bakar untuk kerja otot jantung dan otot tubuh lainnya, semisal kerja hati dan organ tubuh lainnya. Pada orang tanpa diabetes, semua proses ini berlangsung secara seimbang karena insulin yang digunakan untuk proses di atas cukup tersedia di dalam tubuh untuk menyeimbangkan proses-proses tersebut.

Pada penderita dengan gula darah yang tidak stabil dan cenderung selalu tinggi, sebaiknya tidak usah berpuasa dulu sampai didapatkan gula darah yang stabil dengan obat-obatan yang tetap. 

Tidak ada acuan khusus berapa kadar gula darah yang dianjurkan sehingga seseorang tidak usah berpuasa, namun berdasarkan pengalaman klinis, jika penderita memiliki kadar gula darah di atas >250-300 mg/dl, sebaiknya konsultasi ke dokter untuk memutuskan puasa atau tidak.

Jika memaksakan puasa dengan gula tidak stabil, berpotensi untuk mengalami berbagai macam gangguan yang dapat membahayakan kondisi fisik sebagai akibat dari tidak seimbangnya proses-proses yang disebutkan di atas. Bahaya yang mungkin timbul akibat berpuasa bagi orang dengan diabetes tanpa perencanaan yang tepat diantaranya adalah hipoglikemi, hiperglikemi, ketoasidosis (darah menjadi asam), dehidrasi dan trombosis (sumbatan pembuluh darah).

3. Malnutrisi (Gizi Buruk)

Kondisi malnutrisi tidak hanya milik anak-anak saja, tapi bisa terjadi pada dewasa. Kejadian malnutrisi pada dewasa biasanya dikarenakan penyakit kronik yang dideritanya seperti infeksi (TB paru, HIV/AIDS, infeksi virus), keganasan, penyakit paru obstruktif kronik ataupun penyakit autoimun.

Ada beberapa penapisan malnutrisi antara lain penurunan berat badan, asupannya cukup atau tidak (karena muntah) dan bagaimana komposisi makanan. Tapi jika masyarakat awam melakukan skrining, bisa dengan acuan indeks massa tubuh (IMT).

Indeks massa tubuh

[caption caption="Tabel IMT| Sumberyourhealthdreaming.blogspot.com"]

[/caption]Pembaca bisa melihat tabel di atas, jika hasilnya didapatkan

Kenapa? Sebab jika nilainya <18.5, dapat dipastikan massa tubuhnya kurang. Seperti yang dijelaskan sebelumnya bahwa cadangan energi ditubuh kita tersimpan dalam bentuk glikogen di hati dan otot. Logikanya dengan massa tubuh yang kurang, maka puasa akan membahayakan dirinya karena dapat menimbulkan penurunan kalori tubuh, pemecahan protein yang menyebabkan darah menjadi asam dan dehidrasi.

4. Infeksi akut

Demam adalah petanda umum dari seseorang yang menderita infeksi. Saat seseorang baru saja terinfeksi bakteri, virus, parasit atau jamur, maka tubuh melakukan adaptaso baru dengan kondisi infeksi tersebut.

Saat demam tinggi terhadi hipermetabolisme yang menyebabkan pasien menjadi memerlukan asupan kalori dan cairan yang lebih tinggi dibandingkan orang normal.

Apa saja infeksi akut yang sering didapatkan oleh masyarakat Indonesia dengan iklim tropis? Antara lain: demam berdarah, malaria, demam typhoid, hepatitis virus, leptospirosis (penyakit karena tikus), tetanus, disentri, infeksi paru.

Saat positif terdiagnosa penyakit tersebut, sebaiknya prioritaskan untuk penyebuhan dengan obat-obatan dulu dibandingkan memaksakan tetap berpuasa yang justru berakibat memperparah penyakit.

5. Riwayat muntah darah atau berak hitam kurang dari 3 bulan yang lalu

Jika seseorang mempunyai riwayat muntah darah atau berak hitam yang diakibatkan karena luka lambung atau usus kecil, berdasarkan panduan dari Perkumpulan Gastroenterologi Indonesia (PGI) tentang penatalaksanaan perdarahan saluran cerna bagian atas, direkomendasi memberikan obat antisekretorik (mengurangi asam lambung) dosis tunggal harian untuk menurunkan risiko perdarahan ulang dan dapat direkomendasikan terapi jangka panjang. Dapat diberikan berturut-turut sampai 3 bulan.

Saat berpuasa dengan keadaan lambung yang kosong, dikhawatirkan terjadi peningkatan asam lambung akan mencederai luka lambung/usus yang seharusnya sudah mulai menutup. 

Dalam keadaan normal, peningkatan kadar asam lambung tidak perlu dikhawatirkan karena adanya faktor defensif (barier mukosa lambung) yang masih bagus. Tapi pada pasien dengan riwayat perdarahan khususnya terjadi kurang dari 3 bulan yang lalu, risiko perdarahan kembali cukup tinggi. Dan lebih diperhatikan lagi jika perdarahan tersebut tidak diketahui penyebabnya (bukan karena infeksi bakteri H. pylori dan obat-obatan anti nyeri).

6. Pasca Operasi dan Pasca Stroke

Pasien yang baru selesai menjalani pembedahan memerlukan asupan nutrisi yang tinggi dan baik. Proses penyembuhan baik penutupan luka pada kulit ataupun revaskularisi pada organ dalam menuntut kondisi nutrisi yang bagus. Selain itu pencegahan terjadinya infeksi diperhatikan. Sehingga dalam keadaan setelah tindakan pembedahan, sebaiknya tidak usah puasa dan menggantinya dihari lain sampai penyembuhannya dianggap baik.

Pasien post stroke yang telah melewati fase akut biasanya akan diperbolehkan dirawat di bangsal biasa atau boleh pulang untuk perawatan di rumah. Di samping pengobatan yang rutin, proses penyembuhan saraf yang tergolong lambat mengharuskan pasien agar memperhatikan kondisi nutrisi. Selain adanya gejala sisa akibat stroke, sistem saraf juga harus selalu mendapat suplai darah yang cukup untuk memenuhi oksigenasi dan nutrisi.

Jika pasien berpuasa dan terjadi kekurangan cairan atau kekurangan kadar gula darah (hipoglikemia), justru hal ini akan memperlambat penyembuhan atau malah memperberat gejala sisa akibat stroke tersebut.

Gejala sisa yang dimaksud adalah: bicara pelo, mulut mencong, tangan dan kaki lemah, nyeri atau kesemutan di tangan dan kaki.

 

Selain kasus di atas, pasien yang opname/di rawat di rumah sakit tentunya memiliki penyakit yang serius, sehingga kadang kala dokter yang merawat menganjurkan untuk menunda puasa dulu sampai pasien dinyatakan sembuh.

Sedangkan kasus-kasus sakit ringan seperti flu ringan, sakit kepala biasa, sakit gigi ringan, mual, tekanan darah tinggi <180/120, encok atau keseleo, biduran, nyeri anggota badan biasa dan penyakit ringan lainnya yang menurut dokter tidak berbahaya jika berpuasa, maka pasien muslim seyogyanya tetap melaksanakan ibadah puasa.

Demikian tulisan ini berkaitan sebentar lagi bulan Ramadhan, semoga bisa bermanfaat bagi kita semua.

 

Salam sehat,

 

dr. Meldy Muzada Elfa

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun